"Oke, saya akan ke sana. Sekarang sudah di lantai satu," jelas Leila yang berjalan menuju ke arah anak tangga setela mematikan sambungan ponselnya.
Leila berjalan menaiki anak tangga satu persatu dan kulitnya meremang merasakan aura kafe yang berbeda dengan kafe kelas biasa. Dalam hati, Leila berharap tagihan kartu kreditnya tidak membengkak bulan depan yang di pastikan ia akan kesulitan unuk membayar cicilan kredit mobil dan biaya sewa apertemen maupun urusan biaya hidup.
"jika perlu, tidak oder makanan dan menahan lapar. daripada mati bayar kredit," batin Leila yang membulatkan tekatnya.
Sesampai di ruangan atas, Mata Leila menjelajah dan menemukan meja nomor 20. Sayangnya, ia tidak melihat wajah pria itu. yang ia di lihat oleh mata Leila adalah punggung pria itu. punggung yang begitu lebar dan kokoh, yang seperti merupakan pria yang tidak asing di mata Leila.