Kelas berlangsung cukup lancar hari ini sampai mata pelajaran terakhir namun dosen yang mengajar di kelas Raina tidak masuk jadi semua mahasiswa/i memutuskan untuk pulang.
Hal ini menjadi sebuah kebetulan bagi Raina dan Raden yang mau ngerjain makalah bareng pulang dari kampus, kalau selesai pelajarannya lebih awal jadi kemungkinan besar mereka bisa cepet-cepet ngerjain makalahnya terus Raina juga enggak bakalan pulang telat.
Raina lagi sibuk ngemasin barang-barangnya setelah itu Raina noleh ke arah bangkunya Carissa yang ada di depannya, dari tadi cewek itu menggerutu namun Raina yang duduk di belakangnya nggak bisa denger apa yang lagi diomongin sama temennya itu.
Carissa kedengerannya kayak dukun yang lagi baca mantra sambil mulutnya komat-kamit karna tuh cewek ngomongnya cepet banget, dicolek dah tuh pundak Carissa dari belakang sama Raina dan berharap cewek itu noleh kearahnya tapi setelah menunggu lama Carissa nggak noleh-noleg dan gerutuannya malah semakin menjadi-jadi membuat Raina langsung berniat nyadarin temennya.
"Carissa, hei.. Dari tadi aku perhatiin kok kamu ngomong sendiri sih, ada apa?" tanya Raina yang kini sudah berdiri di samping Carissa yang masih duduk di bangkunya.
Carissa diam dan menggerakkan kakinya gelisah membuat Raina semakin penasaran kira-kira apa yang lagi dipikirin sama temennya itu sampai keliatan gelisah.
"Hei..." Raina menepuk pundak Carissa sembari menekannya, "Carissa kamu kenapa, cerita sama aku jangan kayak gini."
"Rainaaaa huaaaaa."
Raina kaget saat Carissa tiba-tiba meluk pinggangnya sembari menangis, kepala gadis itu sukses tenggelam didalam dekapan Raina, cewek itu mengusap punggung Carissa yang bergetar karena menangis, "Kamu kenapa kok nangis?"
"Bryan... Bryan udah ngilangin file makalah aku Raina. Huaaaaa. Padahal aku sama dia ngerjainnya mati-matian sampai nyari buku kesana-kesini eh pas udah jadi Bryan malah ngilangin file makalahnya mana belum sempet di print lagi huaaaaa gimana Raina."
Carissa menangis kencang didalam dekapan Raina, "Kok file nya bisa ilang sih, emang kamu enggak simpen di flashdisk."
"Nah itu masalahnya, enggak tau kenapa aku bisa-bisanya nyuruh Bryan buat bawa flashdisknya padahal kan Bryan sendiri orangnya ceroboh. Terus hari ini dia tiba-tiba chat aku dan bilang kalau flashdisknya hilang."
"Oh iya, Bryan nggak masuk kelas ya hari ini. Kemana dia? Atau jangan-jangan dia takut ketemu kamu karna udah ngilangin flashdisk yang isinya file tugas kalian itu." duga Raina.
Carissa menggelengkan kepalanya, "Dia nggak masuk bukan karena takut sama aku tapi katanya nenek atau keluarganya gitu ada yang meninggal jadi dia enggak masuk kelas." jelas cewek itu di sela tangisannya.
"Innalillahiwainaillahirojiun. Tapi kenapa dia nggak masuk tanpa nitipin surat ijin, tadi Sesil nulis di Jurnal harian kalau Bryan masuk tanpa keterangan yang artinya Bryan dianggap bolos."
"Ah~ Raina aku nggak peduli sama itu yang aku pentingin sekarang cuma gimana caranya biar besok aku bisa ngumpulin makalah yang udah aku buat itu."
"Kenapa kamu nggak ajak Bryan buat ngerjain lagi-Oh iya dia lagi berduka jadi nggak mungkin juga kamu ngajakin dia buat ngerjain makalah itu."
Carissa mendongakkan kepalanya guna menatap wajah Raina, "Masalahnya Bryan tuh sekarang lagi ada di semarang Raina. Kalaupun dia ada disini, aku udah paksa dia buat ngerjain makalahnya sekarang juga. SENDIRIAN."
"Yah tapi kan Bryan lagi berduka, Riss."
"Aku juga lagi berduka loh ini, Rain! Kamu nggak kasian sama aku. Aku harus ngerjain makalah itu dari awal lagi dan sendirian pula mana besok harus udah di kumpulin." sentak Carissa.
Raina sempet kaget waktu Raina nyenyak dia tapi Raina nyoba buat maklumin kalau temennya itu emang lagi marah sekaligus sedih karena makalah yang udah selesai dia bikin hilang gitu aja, ditambah lagi temen sekelompoknya juga nggak bisa bantu karena keluarganya ada yang meninggal dunia, jadi Raina enggak ngerasa sakit hati waktu Carissa ngebentak dia.
Yang bisa dilakuin sama Raina cuma ngelus punggung Carissa guna menenangkan temennya yang lagi sedih itu, kalau Raina ada di posisi Carissa sih juga bakalan nangis.
Bisa-bisanya makalah yang udah dibuat sedemikian rupa hilang gitu aja dan harus nyusun lagi dari awal.
"Hai, Raina. Ayok jadi enggak?"
Cewek itu noleh dan mendapati Raden yang berdiri di sisi kiri Carissa, cowok itu ngikutin arah pandang Raina dengan kening yang berkerut, "Kenapa dia?" tanya Raden lewat gerakan bibirnya.
Raina milih buat ngegelengin kepalanya karena kalau dia jawab penyebab yang buat Carissa nangis nanti cewek itu bakalan tambah sedih jadi Raina milih buat diem dan pura-pura enggak tau.
"Huaaa..." tangisan Carissa kembali terdengar.
"Elo kenapa sih, Riss. Nangis-nangis enggak jelas gitu, kayak anak kecil tau nggak." ucap Raden yang udah ngambil tempat duduk didepan Carissa, Raina langsung nyuruh cowok itu buat diem dengan gerakan bibirnya tapi kayaknya Raden enggak menggubris dan sukses membuat Raina kesal, "Enggak malu apa nangis-nangis kayak gitu, diliatin noh sama anak-anak basket. Malu-maluin aja" lanjut cowok itu.
Raina langsung noleh waktu Carissa perlahan mulai ngelepas pelukannya, "Alamat perang dunia ini mah." batinnya.
Carissa ngusap air matanya kasar lalu menatap Raden nyalang, "Enak banget lo ngomong gue nangis-nangis nggak jelas, elo nggak tau aja apa yang lagi gue alamin, Jun!" sentak Carissa nggak santai.
Baru kali ini Carissa kesel sama Raden yang notabenenya adalah cowok yang dia suka, gimana enggak kesel ketika dia lagi sedih karena tugas makalahnya yang hilang terus cowok itu dateng dan bilang kalau Carissa nangis-nangis enggak jelas tanpa tahu apa yang terjadi. Wajar aja kalau Carissa marah.
"Lah kan gue emang enggak tau apa yang buat lo nangis-"
"KALAU GITU DIEM!!"
Sepertinya Carissa emang bener-bener lagi dalam mode senggol bacok deh, liat aja dia sampai semarah itu sama Raden.
"Carissa udah jangan marah-marah, tenangin diri kamu dulu. Raden kan emang enggak tau apa-apa jadi dia juga nggak salah."
"Kok kamu jadi belain dia sih Rain."
"Ya kan gue emang enggak salah!" ucap Raden tak mau kalah, "Emang elo kenapa sih? Diputusin pacar apa gimana?"
"Gila ya lo, pacar aja nggak punya gimana mau diputusin." timpal Carissa.
"Ya terus kenapa?!"
Gini nih kalau dua orang yang suka ngegas disatuin buat Raina cuma bisa ngegelengin kepalanya dan milih buat diem dari pada kena semprot.
"Cepetan cerita kalau enggak gue mau pergi sama Raina mau ngerjain makalah buat dikumpulin besok."
Carissa ngedongakkin kepalanya buat natap Raina yang masih berdiri disampingnya, "Beneran Rain?"
"Beneran lah mana ada gue bohong! Jadi cepetan cerita."
Jangan tanya lagi itu suara siapa, jelas aja si Raden karena Raina enggak mungkin galak kayak gitu hehe.
Lagi-lagi Carissa natap kesel kearah Raden, mau enggak mau dia emang harus cerita biar cowok itu tahu yang sebenarnya dan enggak bicara sembarangan.
"Mumpung aku sama Raden mau ngerjain makalah gimana kalau kamu bareng aja sama kita. Nanti kalau makalah aku sama Raden udah selesai kan aku bisa bantuin, gimana kamu mau nggak?" usul Raina setelah Carissa selesai bercerita membuat dua temannya itu menoleh kearahnya.