Lagi-lagi.
Dia tidak mengerti mengapa mimpi ini kembali terulang. Dan meskipun begitu, ia tidak pernah memahami mimpinya dengan baik. Mimpinya seperti sebuah potongan-potongan, siluet-siluet yang membatasi ruang pandangnya.
Dan lagi-lagi, dia berada di sebuah tempat yang selalu sama. Di sebuah hamparan hijau. Anehnya, meskipun hanya sebuah mimpi, ia bisa merasakan bagaimana kencangnya hembusan angin di tempat itu. Sebagaimana ia sudah hafal dengan mimpinya ini, tepat ketika ia menolehkan wajah, pria itu muncul.
Seperti yang ia sudah katakan sebelumnya. Mimpinya hanya berupa siluet-siluet yang menyebalkan. Membatasi ruang pandangnya. Dia tidak bisa melihat jelas wajah pria yang datang mendekatinya. Sinar matahari bersinar terlalu terang di balik tubuh pria itu hingga membuat sekitarnya menjadi silau.
Pria itu sudah berada dihadapannya, menunduk padanya. Membiaskan sinar matahari silau dari balik punggungnya. Hanya senyum pria itu yang dapat ia tangkap. Tangannya terangkat pada pria itu, tangan-tangan mungil. Tangannya.
Pria itu segera menyambut tangannya, lalu menariknya ke dalam pelukan, mengangkatnya naik, menggendongnya dengan lembut. Dia bisa merasakan betapa bahagia perasaannya ketika itu.
Beberapa siluet yang berhasil ia tangkap. Bibir pria itu yang tersenyum. Kulit wajah berwarna putih pucat yang entah mengapa seperti bercahaya. Rambut hitam lurus, berbeda dengan rambut albino-nya yang putih keperakan. Dan pasang mata keemasan cemerlang bersinar indah, bersaing dengan sinar matahari sore.
Tangan mungilnya terangkat. Menyentuh sebelah pipi pria itu, ia dapat merasakan betapa dinginnya kulit wajah pria itu.
Bibir pria itu bergerak, mengucapkan sesuatu. Namun ia tidak dapat mendengarkan apa-apa. Mimpi-mimpinya selalu tanpa suara. Ia kesal, kenapa ia tidak bisa mendengarkan apa yang diucapkan oleh pria ini? Ucapannya nampak penting. Dia selalu berusaha untuk mendengarkan. Namun sia-sia. Hanya dengungan angin saja yang dapat ia dengar.
"Apa?" dia berbisik. Ia tidak yakin suara yang ia keluarkan ini adalah suara anak kecil atau suaranya saat ini.
Pria itu mengulum senyum.
"Apa?" dia memaksa. Kali ini, dia berharap dapat mendengarkan. Dia tidak ingin bangun dengan sia-sia lagi. Dan mulut pria itu membuka, meloloskan suara yang merangkai kata-kata, terdengar merdu.
"Kau bisa melupakanku, Nak."
***
Zack Myron tersentak bangun. Ia terduduk dengan nafas berat, kedua matanya mengerjap. Mulutnya terbuka. Perlu beberapa saat untuknya agar dapat berpikir jernih. Mimpi yang menyerangnya bagaikan penyakit seolah telah menarik banyak energi dari tubuhnya. Nafasnya mulai tenang, ia mengusap wajahnya dengan telapak tangan sebelah kanannya. Mengeluh kesal.
Zack mengalihkan pandangan matanya ke arah jendela yang terbuka, angin berhembus masuk, menyibakkan tirai.
Tatapannya melamun pada pemandangan kota Burdenjam yang dipenuhi bangunan berhimpit dan ramai kendaraan.
Kini dia menyesal karena telah mendengar suara pria dalam mimpinya itu.
Kalau dia memang memiliki ayah, dia tidak ingin melupakan orang itu.
***
Zack Myron adalah remaja berusia 18 tahun yang kini memasuki semester terakhirnya di salah satu sekolah menengah atas bernama Heleva, salah satu sekolah minor di kotanya yang dimayoritaskan oleh murid-murid Eksistensi bukan manusia.
Zack adalah Manusia, begitu yang ia ketahui secara pasti. Dia adalah remaja dengan tubuh yang tingginya rata-rata, tidak terlalu tinggi atau pun pendek, rambut albinonya pucat lurus, serta iris matanya berwarna biru gelap.
Zack tinggal sendirian di sebuah apartemen sederhana. Orang tuanya meninggal akibat kebakaran ketika ia berusia tujuh tahun, begitu katanya. Hanya dirinya yang berhasil diselamatkan dari kecelakaan itu. Namun sayangnya ia mengalami benturan dalam kecelakaan yang menyebabkannya ia kehilangan ingatan masa lalu. Selama ini, dia hidup dengan menggunakan uang warisan orang tuanya yang kebetulan cukup untuk bisa ia gunakan hingga sekarang.
Dia memiliki Wali yaitu seorang Pengacara yang mengurusi harta warisan orangtuanya. Namun Pengacara itu mendadak menghilang tanpa kabar sejak ulang tahunnya yang ke-15. Zack tidak begitu peduli untuk menanyakan keberadaan si Pengacara.
Dengan perginya si Pengacara, di usia semuda itu Zack mulai mengelola sendiri warisan orangtuanya. Sebelumnya, Pengacaranya selalu memastikan dirinya untuk memasuki sekolah-sekolah bergengsi dengan mayoritas Eksistensi manusia. Kini dengan perginya si Pengacara ia dapat dengan bebas memilih sekolah yang ia mau. Dan ia memilih Heleva tanpa alasan yang jelas.
Baru kali itu Zack memasuki lingkungan baru dengan mayoritas Eksistensi non manusia. Selama dia bersekolah di sekolah bergengsi Eksistensi manusia, Zack merasa terkekang. Eksistensi manusia selalu mementingkan status, yang sayangnya Zack tidak memiliki status yang bagus untuk dapat ia banggakan di depan teman-temannya. Ia tidak mengenal orangtuanya akibat hilang ingatan. Hal ini menyebabkan murid-murid menjauhinya. Bagi mereka, dia yang berstatus tidak jelas sama saja dengan Eksistensi bukan manusia.
Eksistensi Manusia selalu menganggap Eksistensi bukan Manusia adalah makhluk menjijikan. Begitulah, Zack memahami hal ini dengan baik.
Tentu saja, bagaimana, kau, manusia, dapat berteman dengan werewolf yang memiliki sejarah sebagai pemangsamu? Atau berteman dengan Penyihir yang kapan saja bisa diam-diam merubahmu menjadi kodok? Dan lebih buruknya adalah Vampir yang sama sekali tidak dapat dikatakan makhluk hidup karena mereka tidak tidur dan tidak makan, hanya meminum darah. Sudah rahasia umum jika darah manusia adalah minuman keabadian Vampir.
Kehidupan dalam mayoritas Eksistensi bukan manusia bagaikan tinggal di dalam hutan dengan Hukum Rimba. Status tidaklah penting di sini, kau harus mampu bertahan tanpa semua itu. Mereka hanya akan tertawa jika kau menyebutkan status orang tuamu tidak peduli setinggi apa pun. Karena jika kau tidak punya gigi taring yang dapat merobek kulit musuhmu, atau menghisap darah, juga jika kau tidak pandai memainkan tongkat sihir, akan lebih baik jangan pernah mencoba bertindak macam-macam.
Meski Pemerintah telah membuat berbagai macam peraturan universal mengenai kehidupan antar Eksistensi, tapi kau tetap harus memperhatikan langkahmu dengan baik atau kau harus berakhir dalam kematian mengerikan.
Suara sirine mobil polisi dan ambulans di pagi hari bukan lagi menjadi sesuatu yang menakutkan bagi Zack. Mungkin saja di tempat lain telah terjadi Pembunuhan pada eksistensi bukan manusia, atau Seorang Vampir menggigit manusia, bisa juga seorang werewolf telah lepas kendali dan merobek tubuh seorang manusia, atau mungkin seorang Penyihir telah meledakkan bangunan sebuah toko. Banyak hal dapat terjadi. Kriminal merajalela di kota ini.
Dia melangkah malas menyusuri trotoar untuk menuju ke sekolah. Pikirannya masih berantakan dengan mimpinya yang lebih buruk daripada pagi hari yang ramai dengan suara sirine mobil polisi dan ambulans. Dan tanpa ia sadari ia telah memasuki lingkungan sekolahnya. Pikirannya beralih, dia hanya punya satu semester lagi di sekolah ini. Dia menghela nafas.
"Hai, Zack."
Zack baru saja menutup lokernya ketika mendengar sapaan itu.
Berdiri tidak jauh dari tempat lokernya, seorang pria berwajah cantik dengan rambut agak panjang kecokelatan, pria itu melambai riang ke arahnya. Zack mengenalnya, tentu saja karena ia selalu satu kelas dengan si Cover Boy. Oda Yasuo, pria yang katanya berasal dari sebuah negara dengan empat musim dan disebut negara matahari karena letaknya berada paling timur.
Yasuo adalah cowok yang sangat populer di sekolah ini. Dengan wajah cantiknya dan sikapnya yang mempesona, wanita (dari Eksistensi manusia maupun bukan manusia) tidak akan berhenti berteriak memanggil namanya dan memujanya ketika berada di dekatnya. Lucunya, Yasuo tidak memiliki musuh atau anti fan sama sekali. Bahkan ia juga disukai para murid laki-laki karena pembawaannya yang menyenangkan.
Zack tidak perlu kaget kenapa Cover Boy populer ini menyapanya dirinya yang dikenal sebagai si anak penyendiri. Yasuo selalu menyapa siapa saja. Bahkan Yasuo dengan senang hati menyapa hantu yang bergentayangan di toilet rusak di lantai tiga gedung. Begitu katanya, namun Zack tak pernah sekali pun melihat hantu di sekolahnya.
"Kenapa wajahmu? Kau seperti baru saja kedapatan mimpi buruk?" Yasuo menebak iseng namun berhasil membuat Zack merasa jengkel. Yasuo membuatnya teringat kembali dengan mimpinya tadi.
Zack hanya mengangkat bahu lalu melangkah pergi. Ia mengira telah berhasil menjauhi Yasuo, namun Yasuo telah bergegas menutup pintu loker, lalu mengejarnya.
"Hei, Zack." Kata Yasuo, kini telah berhasil menyetarakan langkahnya dengan Zack. Sungguh aneh melihat dua orang yang tidak akrab berjalan bersama, apalagi postur tubuh mereka yang jauh berbeda. Zack yang berbahu bidang dan berbadan rata-rata, sementara Yasuo bertubuh ramping.
"Aku tidak pernah mengerti apa asiknya menjadi Manusia Penyendiri. Padahal kita sama-sama manusia yang terjebak di hutan antah berantah ini. Tapi aku bisa melihat kesamaan diantara kita berdua."
Zack mengabaikan semua kata-kata Yasuo. Ia teringat bahwa Yasuo juga adalah Eksistensi manusia yang mampu bertahan dengan sukses di sekolah ini, sama dengan dirinya. Sukses? Ya, jarang sekali ada Eksistensi manusia yang mampu menarik perhatian Eksistensi bukan manusia sekali pun.
Zack mengira Yasuo akan segera meninggalkannya. Sebab, biasanya gadis-gadis akan menyerangnya, mengajaknya pergi untuk menghabiskan waktu bersama. Hal sinting yang membuat Zack tidak habis pikir. Namun Yasuo tidak pergi seperti yang ia kira. Pagi ini Yasuo sendirian, tanpa fans bahkan kelompok teman Cover Boy sintingnya.
"Kehilangan penggemarmu?" tanya Zack, sedikit heran.
Yasuo tersenyum. "Akhirnya kau memperhatikanku juga ya."
Zack mengerutkan dahi. Ia tidak bermaksud memperhatikan Yasuo sedikit pun. Amit-amit.
"Geng Blacksoul." Kata Yasuo, menjawab pertanyaan di wajah Zack. "Geng itu merekrut banyak anggota minggu kemarin," jelas si pemilik wajah cantik. "Termasuk teman-temanku."
Zack tidak segera menanggapi. Ia tidak mengerti seberapa banyak penggemar Yasuo yang memilih untuk bergabung dengan Geng itu.
Geng Blacksoul adalah Geng yang dipimpin oleh seorang Vampir, dan Zack tahu bahwa Geng ini aktif merekrut banyak anggota, khususnya Eksistensi bukan manusia.
"Kau belum tahu?" tanya Yasuo melihat ekspresi datar di wajah Zack. Tiba-tiba Yasuo merangkul pundaknya, menyeretnya. Zack segera memberontak namun Yasuo bersikeras untuk menyeretnya tanpa banyak kata. Si ramping cukup kuat ternyata.
Yasuo menyeretnya ke kantin sekolah, lalu memaksanya untuk duduk di salah satu bangku di meja kantin. Zack menggerutu jengkel. Sementara Yasuo mengambil duduk di hadapannya, tampak tidak peduli.
"Kau lihat mereka?" bisik Yasuo.
Zack mengerutkan dahi dan akhirnya ia melihat apa yang dimaksud oleh Yasuo. Di salah satu meja kantin, ia bisa melihat Pemimpin Geng Blacksoul duduk bersama teman-temannya. Dan Zack menyadari bahwa meja-meja yang berada di dekat meja mereka diisi oleh para anggota yang duduk berkelompok berdasarkan masing-masing jenis eksistensi. Vampir, werewolf, Penyihir bahkan Manusia. Entah kenapa Geng ini juga merekrut manusia, sayangnya para Eksisten manusia yang menjadi anggota diperlakukan dengan sangat menyedihkan.
Lucunya, Vampir-vampir wanita yang duduk di sana melambai ke arah Yasuo, melemparkan tatapan menggoda pada Si Cover Boy yang mempesona. Namun mereka buru-buru menurunkan lambaian tangan mereka ketika Pemimpin Geng itu menatap tajam kepada mereka.
"Drake benar-benar terlalu keras dengan anggotanya," kata Yasuo, tersenyum simpul. "Bahkan dia berhasil merekrut pemandu sorak Marigold."
Pemandu Sorak Marigold adalah tim pemandu sorak sekolah yang anggota-anggotanya adalah gadis-gadis werewolf yang berparas menarik dan juga lincah. Zack bisa melihat tim pemandu sorak itu terkikik, melirik malu-malu ke arah mereka berdua. Entah apakah saat ini mereka sedang menunjuk dirinya atau Yasuo.[]