Baru saja ia membuka pintu kamarnya, tiba-tiba saja....
Byuarrrrr.....
Lantai yang semula kering kini menjadi basah karena ulah Lily. Hana yang semula memejamkan matanya kini membuka matanya. Dan tanpa disangka-sangka, Leon menyelamatkannya dengan melindunginya dari siraman sirup Lily.
Baju Leon begitu basah kuyup karena siraman sirup tersebut. Lily terkejut, iapun langsung mengambil tisu dan mengelap baju Leon dengan tisu.
"Aduh, Nak. Maafkan saya ya," ucap Lily merasa bersalah.
"Tidak apa-apa kok, ibu ke dapur saja. Saya bawa baju cadangan," ujar Leon. Lily pun berlari pergi dari sana. Ia berlari ke dapur berniat membawakan air putih untuk Leon.
Leon tersenyum karena dirinya bisa menyelamatkan Hana dari siraman sirup. Dan ia berpikir bahwa Hana akan kagum terhadap aksinya. Leon bangkit berdiri kemudian menatap kearah Hana yang duduk dibelakangnya, sebelumnya.
"Hana kamu tidak apa-ap...." ternyata bayangan Leon tidak sesuai kenyataan. Hana justru lanjut menggambar dan tidak memperdulikannya yang basah kuyup dan juga lengket. Padahal itu semua gara-gara menyelamatkannya.
Leon begitu kesal akan sikapnya Hana yang benar-benar dingin seperti ice. Bahkan lebih-lebih dari ice. Iapun menghampiri Hana kemudian menggebrak meja tempat Hana sedang menggambar.
Hana menoleh kearah Leon ketika Leon menggebrak meja. Dengan santainya ia bertanya.
"Ada apa?" tanya Hana. Hana bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun disana. Leon mengepalkan tangan kanannya tetapi ia mencoba untuk tetap tenang dihadapannya Hana.
"Hmm kamar mandi dimana ya?" tanya Leon seraya tersenyum tipis. Senyumannya itu menutupi hatinya yang sebenarnya begitu kesal dengan Hana.
"Itu disana," Hana menunjuk pada toilet yang ada di samping lemari pakaian Hana. Leon mengangguk pelan setelah itu ia mengambil baju di tasnya dan berjalan masuk kedalam toilet tersebut.
Didalam toilet...
Leon membasahi bajunya yang lengket karena sirup. Seraya membahasi bajunya, Leon ngedumel dengan Hana yang tidak memperdulikannya padahal dia sudah bersikap baik.
"Itu anak benar-benar ngeselin banget! gak ada peka-peka nya! atau merasa kasihan gitu atau bersalah! ngucapin terimakasih pun gak pernah! Apakah hatinya sudah benar-benar tertutup ya makanya ia tidak bersikap seperti manusia? mungkin kalau jadi pembunuh bayaran, dia benar-benar bunuh orang meski anak kecil sekalipun," kata Leon.
Ketika Leon sedang ngedumel di dalam toilet, tiba-tiba saja pintu toilet terdengar seperti ada yang mengetuk-ngetuk.
Leon pun membuka pintu toiletnya sedikit dan melihat siapa yang mengetuk-ngetuk pintu toilet. Dan ternyata itu adalah Hana. Leon tak menyangka bahwa Hana yang mengetuk-ngetuk pintu toiletnya.
Hatinya begitu berbunga-bunga ketika melihat Hana yang ada didepan pintu toilet.
"Ah ada apa, Hana?" tanya Leon yang begitu senang.
"Ini, handuk untukmu," singkat Hana seraya memberikan handuk untuk Leon. Begitu senangnya Leon ketika melihat hal tersebut. Hatinya serasa mau meledak karena saking senangnya.
"Ini serius, Hana?" tanya Leon yang begitu berbunga-bunga. Hana mengangguk pelan. Leon pun menerima handuknya kemudian iapun kembali menutup pintu toilet serta menguncinya.
Leon berdiri seraya bersandar pada pintu toilet. Iapun mencium handuk tersebut serta menghirup aroma handuk itu.
"Wah handuknya wangi dan lembut! ternyata Hana sedikit demi sedikit perhatian denganku! kalau begini aku akan terus memperjuangkannya!" ucap Leon.
Sedangkan di sisi Hana...
Hana membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya menuju meja belajarnya seraya bergumam ketika melihat sikap Leon yang sebelumnya.
"Dasar orang gak waras," gumam Hana. Hana kembali duduk di kursi kemudian melanjutkan tugasnya.
Sedangkan Leon justru membawa handuk tersebut dan akan menyimpannya di rumah. Ia tidak ingin menggunakan handuk tersebut karena baginya itu sangatlah berharga.
Dua puluh menit kemudian...
Leon keluar dari toilet. Iapun duduk di kursi yang kosong kemudian melirik kearah Hana yang sedang fokus-fokus nya menggambar.
"Santai aja, Hana. Tidak perlu sefokus itu," ujar Leon seraya tersenyum. Hana menoleh kearah Leon kemudian menatapnya dengan sinis.
"Aku fokus biar hasilnya bagus dan cepat selesai! aku masih punya urusan lain, tahu!" ujar Hana dengan judesnya. Setelah itu Hana kembali menatap kearah selembar kertas tempatnya menggambar.
Leon hanya geleng-geleng kepala melihat Hana yang masih saja judes. Meski begitu Leon tetap senang karena Hana perlahan-lahan sudah perhatian padanya.
"Hmm memangnya ada urusan apa lagi? bukankah jika tugas ini sudah selesai, tidak ada tugas-tugas lainnya lagi?" ucap Leon dengan polos sembari menuliskan kalimat dari informasi yang didapatnya tentang peperangan.
"Aku ini seorang penulis di platform novel! aku masih harus menulis agar pembaca ku senang!" tegas Hana seraya menggebrak meja belajarnya. "Dan yang terpenting bisa menghasilkan uang untuk membeli kebutuhan ku," lanjutnya tetapi nada suaranya lebih pelan.
"Hmm judul novel mu apa? aku ingin membacanya, nanti aku kasih support ke novel mu deh. Dan aku promosikan juga ke teman-teman ku," ucap Leon yang membujuk Hana.
"Aku tidak memerlukan mu meksipun kamu memberikan beribu-ribu hadiah ke novelku!" ketus Hana. Kemudian Hana diam dan tidak menjawab ucapan Leon lagi.
Beberapa menit kemudian...
Tampak Leon maupun Hana sedang fokus-fokus nya mengerjakan tugasnya. Ketika sedang fokus-fokus nya, ponsel Hana berdering.
Hana mengambil ponselnya kemudian mengangkat telepon dari seseorang yang ternyata adalah kurir makanan.
"Hmm bentar ya, Pak. Saya ke depan sekarang," ujar Hana seraya bangkit berdiri. Ketika Hana melangkahkan kakinya keluar, Leon pun bertanya.
"Hana, mau kemana?" tanya Leon. Hana menoleh kearah Leon ketika Leon bertanya.
"Ada kurir makanan didepan rumah, aku tadi memesan makanan jadi aku mau keluar bentar," singkat Hana yang kemudian melangkahkan kakinya menuju teras rumah.
Ketika Hana tidak ada didalam kamar, Lavender masuk kedalam kamarnya Hana dan memberikan Leon susu coklat dan juga keripik kentang.
"Hmm, ini untuk kakak. Tolong diterima ya kak, tapi jangan kasih tahu kak Hana," ujar Lavender seraya memberikan coklat dan keripik kentang ke Leon. Leon menerimanya lalu menyimpannya didalam tas.
"Kenapa kakakmu tidak boleh tahu?" tanya Leon.
"Aku tidak ingin kakak dan bunda ribut lagi, jadi kakak diam saja ya," ujar Lavender.
"Hmm apakah kamu boleh ceritakan tentang kehidupan yang terjadi sebenarnya?" tanya Leon.
"Tidak, aku tidak bisa menceritakannya. Aku tidak ingin menceritakan kehidupan pribadi ke orang lain," jawab Lavender seraya menundukkan kepalanya.
"Ya sudah kalau begitu, aku akan mengatakan pada kakakmu bahwa kamu...." belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Lavender memotongnya.
"Baiklah, baiklah akan ku ceritakan semuanya. Tapi kita bicarakan nanti malam saja lewat telepon. Ini nomorku, nanti chat saja," ujar Lavender seraya memberikan kertas yang berisi nomornya.
"Oke kalau begitu. Ngomong-ngomong, siapa namamu?" tanya Leon.
"Aku Lavender, Kak," jawab Lavender.
"Baiklah, aku Leon. Nanti ketika aku sampai rumah, aku akan mengechat mu," kata Leon. Lavender mengangguk pelan setelah itu iapun pergi keluar dari kamarnya Hana.