Roxy melihat pesan itu dengan tatapan muram. Dia menarik napas dalam-dalam dan membiarkan Declan juga membaca isi pesan dari sahabatnya itu.
"Dia tahu tentangmu juga?"
Roxy mengangguk lemah. "Terkadang, aku terbangun di tengah malam dan membutuhkan seorang teman. Dia mengenaliku sebagai Roxy saat pertama kali bertemu denganku di New York. Jadi, aku selalu meneleponnya setiap kali aku muncul."
"Biar kutebak. Kau minum-minum bersamanya."
Roxy tersenyum tipis mendengarnya. "Bagaimana kau tahu?"
"Toleransi alcohol yang dimiliki calon istriku cukup tinggi seolah-olah dia telah terlatih untuk waktu yang lama. Aku rasa aku tidak akan bisa menemanimu minum-minum."
"Kenapa? Apakah kau takut aku akan melecehkanmu?"
"Tentu saja tidak. Apa yang ada pada diriku adalah milikmu. Kau boleh melecehkanku sesuka hatimu."
"..." ini dia... bagaimana bisa ada orang berkulit tebal seperti Declan? "Aku ingin menghubunginya, tetapi jika aku melakukannya, dia pasti akan khawatir."