Chereads / Oh Mas Arya / Chapter 9 - Mas-mamas

Chapter 9 - Mas-mamas

Ibarat cahaya kamu itu adalah pagi, kamu memang tidak seperti malam, yang selalu bisa memberikan taburan bintang yang berkilauan. Tapi meskipun begitu, cahaya mu itu selalu bisa menghangatkan, dan juga menyehatkanku. _Bagas

***

Untung saja, Anggun dan teman-teman sekelas Bagas adalah anak-anak yang lurus cara berpikirnya. Sehingga rekaman yang ditunjukan oleh Yance, tidak berpengaruh apa-apa buat mereka. Sedikitpun tidak ada yang berpikiran seperti apa yang dipikirkan Yance pada Bagas dan Arya. Termasuk Anggun. Dara cantik yang sedang menyandang setatus pacar Bagas itu, tetap yakin jika Bagas adalah laki-laki normal yang sama sekali tidak tertarik dengan sesama jenis.

Justru karena ulahnya itu, Yance semakin dicemo'oh dan diejek oleh teman-teman sekolahnya.

Sore itu setelah pulang sekolah. Terlihat beberapa rombongan sepeda motor yang dikendarai remaja-remja berseragam putih abu-abu memasuki halaman di depan rumah Arya.

Setelah mendapat kabar jika Bagas harus libur sekolah sampai kakinya sembuh, Anggun dan teman-temannya merasa tergerak hatinya untuk melihat keadaan Bagas. Lalu saat mereka mengetahui jika Bagas ternyata sedang berada di rumah Arya untuk dirawat, banyak sekali teman-teman yang juga ingin menengok Bagas.

Ada yang benar-benar tulus ingin menjenguk Bagas, termasuk Anggun. Ada yang hanya ingin tahu rumah Arya dan melihat Arya saja, termasuk Yance. Yance masuk dalam kategori cuma ingin bertemu Arya.

Tapi ada juga yang beranggapan sambil menyelam minum air. Menjenguk Bagas, tapi sekaligus bisa melihat Arya. Semua mempunyai tujuan sendiri-sendiri.

Setelah memarkirkan sepeda motor masing-masing, mereka anak-anak SMA yang saling berboncengan turun dari sepeda motor mereka.

Berbeda dengan Anggun, gadis cantik itu membawa mobil Honda jazz, dan mengajak teman-teman terdekatnya. Setelah memarkirkan mobilnya Anggun dan temannya turun dengan membawa dua kantong plastik. Satu kantong plastik itu berisi buah-buhan, sengaja ia beli untuk Bagas. Sedang satu kantong lagi berisi gula, kopi, teh, dan susu kaleng yang sengaja ia beli untuk Arya.

Anggun sengaja membelikan itu untuk Arya karena ia merasa, kalau kehadirannya dan teman-teman pasti akan merepotkan Arya nantinya.

Halaman rumah Arya sore itu mendadak ramai. Kehadiran rombongan anak-anak berseragam SMA itu mengundang banyak perhatian para tetangga yang kebetulan melihatnya.

"Beneran ini rumah mas Arya?" Tanya Ajenk. Teman sebangku Anggun, ia berdiri di sebelah kanan Anggun.

"Kayaknya sih," jawab Anggun, ia belum yakin karena ia baru pertama kali datang ke kampung itu. "Tapi ciri-cirinya sih sama persis sama yang dikasih tahu sama ibu-ibu tadi." Imbu Anggun menjelaskan. Ia ingat dengan petunjuk yang diberikan ibu-ibu waktu mereka bertanya di depan gang.

"Hei, cepetan...!" Teriak Yance yang sudah berada di depan rumah Arya. Ia tidak sabar melihat rombongannya tidak kunjung mengucapkan salam. "Nungguin apa sih?" Imbu Yance.

"Ih bawel banget sih itu laura," ucap Ajenk dengan wajah jengkel. "Ngapain sih dia ikut-ikutan segala? dia kan nggak satu kelas sama kita," imbuh Ajenk heran.

"Biasalah, kayak nggak tahu si Yance aja" serga Era yang sedang berdiri di sebelah kiri Anggun. "Diakan salah satu anggota MAL."

Anggun yang sedang berdiri di tengah-tengah antara Ajenk dan Era menoleh pada Era. "Apa MAL?" Tanya Anggun penasaran.

Era membuang mukanya ke samping, ia menjawab dengan nada meledek, "itu lho... kepanjangan fans clupnya mas Arya, Mas Arya Lover's"

"Ha.. ha..!"

Jawaban Era mebuat Anggun dan Ajenk tertawa secara bersamaan. Begitu juga dengan Era, cewek berambut ikal itu juga ikut tertawa.

"Bisa aja kamu!" Ucap Anggun.

Saat ketiga remaja putri itu sedang tertawa, tiba-tiba datang seorang remaja putra mendekati mereka.

"Beneran Nggun ini rumahnya mas Arya?" Tanya Yadi, ia adalah teman satu bangku Bagas.

"Coba sih diketuk," perintah Anggun, ia tidak menjawab pertanyaan Yadi karena ia juga belum yakin.

"Ya udah yuk," ajak Yudi. Sambil berjalan mendekati rumah Arya. Sudah ada Yance di sana, tapi ia juga belum mengetuk pintu.

Saat Ajenk dan teman-teman berjalan, tiba-tiba keluar dari dalam wanita tua yang masih memakai kerudung ciput.

"Eh... kok rame sekali..." ucap ibu Sumi. Ia keluar rumah karena dari dalam ia mendengar keremaian di halamannya. Merasa penasaran akhirnya ibu Sumi keluar untuk memastikan. "Pasti adek-adek ini temennya dek Bagas ya?" Ibu Sumi bisa menebak karena melihat anak-anak itu memakai seragam sekolah. Raut wajah mereka juga terlihat masih seumuran dengan Bagas.

"Iya bu... mas Aryanya ada?" Serga Yance yang sudah berdiri di depan ibu Sumi. "Aduuuh...!" Yance berteriak karena mantan ketua OSIS yang ikut menjenguk Bagas mendorong kepalanya.

Semua perhatian tertuju pada Yance.

"Jangan bikin malu ce, kita mau nengokin Bagas" ucap Iwan si mantan ketua OSIS yang gantengnya 11,12 sama Bagas. Cuma untuk penampilan Iwan sedikit santai, atau bad boy. Sedangkan Bagas rapih.

"Maaf bu udah bikin rame di depan rumah ibu" ujar Anggun yang baru saja berjalan mendekati ibu Sumi. "Ini beneran rumah mas Arya kan bu?" Imbuhnya bertanya meyakinkan.

"Iya bener, pada mau nengokin dek Bagas ya?" Tanya ibu Sumi sambil menebarkan pandangannya di sekitar.

"Iya... bu."

Beberapa anak menjawab serempak.

"Ooh... ya udah mari pada masuk, tapi maaf rumahnya jelek, kebetulan Bagasnya habis mandi, lagi dibantu pake baju sama mas Arya" ujar ibu Sumi sambil berjalan masuk kedalam rumah. Semua anak-anak mengikuti langkah kaki ibu Sumi.

Sedangkan Yance masih berdiri mematung, remaja kurus itu memegang dadanya, mulutnya terbuka lebar dan matanya melotot.

"Waaau... dibajuin mas Arya..." ucapnya dengan pelan.

Cuma Yance yang berpikiran bengkok saat mendengar ucapan ibu Sumi. Lainnya tidak ada yang berpikiran negative, karena keadaan, semuanya menganggap itu hal lumrah.

Ruang tamu ibu Sumi sangat kecil, cuma ada kursi yang terbuat dari plastik. Sedangkan jumlah anak yang menjenguk Bagas ada belasan. Oleh sebab itu anak-anak itu menumpuk kursi menjadi satu. Kemudian mereka menggelar tikar yang diberikan ibu Sumi. Sehingga semuanya duduk di lantai membentuk lingkaran, beralaskan tikar.

Beberapa teman-teman Bagas nampak saling menebarkan pandangan di rumah Arya. Entah apa yang mereka pikirkan.

Beberapa saat kemudian terlihat Bagas dan Arya keluar dari kamar. Kemunculan mereka berdua mengundang semua perhatian anak-anak SMA itu.

"Ya ampun kasihan banget sih mas Arya" ucap Yance saat melihat Arya sedang merangkul Bagas untuk membantunya berjalan.

"Eh Yance...!" Era memanggil Yance dengan nada tinggi. "Yang sakit kan Bagas, kok yang kasihan mas Arya?"

"Ya iyalah... pasti mas Arya capek ngurusin Bagas, kasihan kan?" Jawab Yance.

Beberapa anak laki-laki melempar Yance dengan buah jeruk yang sudah disediakan di atas piring.

"Yance kamu kalo aneh kita iket terus tak buang ke sungai kamu."

Ucapan seorang anak-anak laki-laki membuat Yance kesal dan memalingkan wajah.

Sedangkan Anggun langsung berdiri dan berjalan mendekati Arya dan Bagas.

"Maaf ya mas Arya udah ngrepotin, makasih banget udah mau bantuin Bagas, sini gantian biar aku yang bantuin Bagas." Ucap Anggun sambil meraih tangan Bagas kemudian mengalungkun di pundaknya.

"Iya nggak papa," jawab Arya sambil memindahkan tangan Bagas ke pundak Anggun.

Bagas hanya melirik Anggun saja, menuruti kemauan Anggun.

"Bisa nggak dek?" Arya merasa kurang yakin karena tubuh Anggun jauh lebih kecil dari Bagas.

Anggun menggigit bibir bawah, ia menahan napas untuk menahan beratnya tubuh Bagas. "Bisa mas," jawab Anggun dengan suara orang keberatan.

"Gantian aku dong mas yang di rangkul." Ucap Yance yang langsung mendapat cubitan, dorongan, dan pukulan dari teman-teman yang duduk di dekatnya.

Sedangkan Arya hanya diam tanpa ekspresi. Ia masih melihat penuh khawatir karena Anggun terilhat seperti tidak kuat saat merangkul Bagas.

Beberapa saat kemudian semua kembali duduk di tikar. Obrolan penuh canda, dan tawa, terjadi antara mereka.

Arya agak sedikit canggung bergabung dengan anak-anak yang usianya jauh di bawahnya. Selain itu ia merasa serba-salah karena melihat beberapa sisiwi curi pandang padanya. Termasuk Yance.

Beberapa saat kemudian rumah Arya kembali sepi. Waktu sudah malam dan anak-anak yang menjenguk Bagas sudah kembali ke rumahnya masing-masing.

===

Tidak terasa sudah hampir satu minggu Bagas berada di rumah Arya. Selama satu minggu itu ibu Sumi begitu telaten merawat Bagas.

Begitupun dengan Arya, ia begitu sabar membantu dan menyiapkan semua keperluan Bagas. Mulai dari menyiapkan air untuk mandi, menuntun Bagas ke kamar mandi. Bahkan tanpa ragu Arya membantu Bagas untuk memakai Baju.

Arya juga sering menatih Bagas agar bisa berjalan dengan normal. Sedikitpun Arya tidak pernah mengeluh. Arya juga sengaja tidak berjualan dulu, karena ia merasa jika Bagas belum bisa ditinggal dalam waktu yang lama. Paling Arya hanya sesekali saja pergi ke sawah untuk melihat tanaman palawijanya. Itupun cuma sebentar, karena ia merasa khawatir jika meninggalkan Bagas terlalu lama.

Kemudian karena keadaan itu, antara Arya dan Bagas menjadi lebih akrab. Keduanya menjadi sering bercanda, dan bergurau. Arya juga lebih Banyak tersenyum dari sebelum ia mengenal Bagas. Kehadiran Bagas di rumahnya memberikan suasana baru bagi Arya dan ibu Sumi. Arya sudah menganggap Bagas bukan siapa-siapa lagi. Arya merasa sudah menemukan sosok adik pada diri Bagas. Perasaan perduli, perhatian, dan sayang pun muncul di hati Arya untuk Bagas.

Jika Arya hanya menganggap Bagas sebagai adik, tapi berbeda dengan Bagas. Sedikitpun Bagas tidak menganggap Arya sebagai kakak. Perhatian, dan kesabaran Arya pada saat merawat Bagas, justru membuat benih-benih cinta yang memang sudah ada semakin tumbuh dan berkembang.

Awalnya Bagas memang selalu melawan hatinya, ia tidak ingin jatuh cinta dengan seorang pria. Akan tetapi kehadiran Arya di hidupnya membuat ia lupa akan prinsipnya. Karena semakin Bagas melawan hati, justru perasaan itu semakin tumbuh dan menguat. Hingga pada akhirnya Bagas merasa lelah, kemudian ia menyerah, pasrah, dan jujur pada dirinya sediri.

"Mas... maaf aku mencintaimu" desis Bagas yang sedang melihat dirinya sendiri melalui cermin.

Bagas seperti sudah ketergantungan dengan Arya. Saat berada di dekat Arya hatinya selalu berdesir, perasaan bahagia selalu datang menghampiri. Tapi jika sedang ditinggal Arya, meski hanya sebentar hatinya selalu merasa gelisah.

Meski hanya baru berani menyimpan perasaan cinta itu, tapi Bagas benar-benar menikmati perasaannya. Sampai detik ini yang ia rasakan di hatinya adalah indah, dan menyenangkan. Kemudian perasaan bahagia yang masuk hingga ketulang sum-sumnya, dan menyatu lalu mengalir bersama aliran darah. Bagas benar-benar jatuh cinta pada Arya.

Malam itu seperti biasa Arya selau tidur terlentang menghadap langit-langit. Sedangkan Bagas tidur miring, menghadap Arya sambil memeluk guling. Ia selalu menatap teduh wajah maskulin Arya.

"Mas... mamas belum tidur?"

Arya tersnyum nyengir mendengar kata 'mamas' dari mulut Bagas. Tidak biasanya, Arya beranggapan karena Bagas sudah merasa dekat, dan menganggapnya kakak.

"Mas belum ngantuk dek," jawab Arya. Ia juga ingin mengimbangi Bagas, menyebut dirinya 'mas' untuk Bagas. Tidak menggunakan kata 'aku' seperti biasanya.

Dan itu membuat hati Bagas kembali berdesir.

"Tumben" ucap Bagas. Karena biasanya Arya sudah terlelap lebih dulu.

"Nggak tau ni, belum ngantuk," jawab Arya. Pandangannya masih menatap langit-langit.

Bagas diam, menatap lekat wajah Arya. Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Bagas hembuskan dengan pelan.

"Mas, aku boleh tanya sesuatu nggak sama mamas?"

Arya menoleh dan menatap Bagas, "tanya opo dek?"

Bagas menggigit bibir bawahnya, ia nampak terlihat ragu. "Tapi mamas jangan kesinggung ya? Soalnya ini masalah pribadi mas Arya banget"

"Iya, mas nggak akan kesinggung kalo kamu yang tanya, kayak sama siapa aja" ujar Arya meyakinkan.

"Janji," ucap Bagas.

"Iya janji," jawab Arya.

"Anu... hem..." Bagas menggantungkan kalimatnya. Ia masih ragu.

"Apa to dek?" Arya sedikit penasaran.

"Aku pingin tau, mamas apa masih nungguin mbak Santi?"

Pertanyaan Bagas membuat Arya mengubah wajahnya menjadi datar. Ia terdiam dan memalingkan muka, kembali menatap langit-langit.

Bagas mengkerut kan wajahnya, perasaan takut muncul di hatinya. "Maaf ya mas..." ucapnya dengan nada memelas.

"Nggak papa dek" ucap Arya.

"Ya udah mas nggak usah dijawab."

Menarik napas legah sebelum Arya kembali berbicara. "Sebenarnya pernikhan mas sama Santi, itu ndak dapet restu dari orang tua Santi."

Deg...! Bagas terkejut mendengar pengakuan Arya.

"Lho... kok gitu?" Bagas sangat penasaran.

"Mas itu orang nggak punya dek, orang tuanya mungkin nggak pingin anaknya hidup sama orang miskin. Santi itu cantik, yang suka sama dia banyak. Orang kaya semua," Arya berbicara dengan pelan. Ia masih tetap menghadap langit-langit.

"Tapi mas cinta sama mbak Santi?" Tanya Bagas. Walau sebenarnya ia takut mendengar jawaban Arya.

"Kalo ndak cinta ndak sampai nikah dek, apalagi sampai punya Adnan."

Yang Bagas takutkan ternyata benar, ia merasa dicubit hatinya saat mendengar jawaban dari Arya.

Lalu tanpa sadar tiba-tiba Arya menceritakan masa lalunya, saat pacaran dengan Santi. Masa-masa indah saat ia dan Santi masih seumuran Bagas. Ia juga bercerita bagaimana perjuangannya hingga akhirnya ia bisa menikah dengan Santi.

Sedangkan Bagas hanya memperhatikan dan diam. Bagas menjadi pendengar yang Baik untuk Arya malam itu.

Sesekali Arya tersenyum nyengir saat bercerita tentang masa-masa indah yang ia lalui bersama Santi. Arya terlihat bahagia saat sedang bercerita. Beberapa saat kemudian setelah selesai bercerita Arya terdiam, dan senyumnya tiba-tiba memudar.

Kemudian tanpa sengaja Bagas melihat butiran air mata di sudut mata Arya. Arya membiarkan air mata itu menggenang, hingga akhirnya air mata itu lolos dari sudut matanya, kemudian mengailir sampai jatuh melewati pelipisnya.

Melihat air mata itu, hati Bagas terasa nyeri, dan sakit. Ternyata selain Bagas sudah jatuh cinta pada Arya, Bagas juga tidak bisa melihat Arya bersedih.

Tanpa sadar Bagas mengulurkan tanganya, perlahan ibu jarinya dengan lembut mengusap air mata Arya.

"Maaf udah bikin mas nangis," ucap Bagas dengan lembut. Wajahnya teduh menatap Arya.

Secara perlahan Arya menoleh pada Bagas, bola matanya yang berkaca menatap lekat wajah Bagas. Lalu suasana haru di hatinya membuat Arya mengulurkan tangan, ia meraih tubuh Bagas dan menariknya.

Bagas terkejut, dan jantungnya berdetak hebat saat merasakan hangat, karena Arya memeluknya erat.