Aku malah terperanjak akibat tarikan kuat dari Wilson. Kepalanya menggeleng pelan sambil memperhatikan wajahku dengan raut memohon. Aku terheran ketika dirinya menolak diriku untuk memasuki bangunan milik Jebran.
"Kenapa?" tanyaku penasaran.
Wilson keluar sambil menarik lenganku dengan erat hingga menuju halaman depan bangunan tinggi ini.
"Aku memiliki firasat aneh," keluh Wilson.
"Memangnya kenapa? Tidak ada siapa-siapa lagi di dalam," sungutku.
"Lihat mereka semua sudah sibuk sendirian. Kita tidak membawa senjata apa pun. Kita tidak pernah tahu kapan musuh bersembunyi di sana," pikir Wilson mengeluarkan isi dari firasat buruknya.
"Kau ini mengada-ada, tetapi pikiranmu ini bisa dijadikan untuk berhati-hati, baguslah!" timpalku sedikit ragu.
"Ayo!" ajakku menyudahi percakapan ini.
"Emira!" seru dari seseorang yang ada di depan wajahku.
Aku tersorot oleh suara yang memekik ke arahku. Tepat di depan diriku, terlihat Fredi dan satu orang temannya menghampiri diriku.
