Chereads / OUR JOURNEY / Chapter 126 - Bab 125

Chapter 126 - Bab 125

William dan Nayara sedang berkeliling mall, untuk melihat-lihat kelengkapan bayi. Bukan untuk bayi mereka, tapi untuk bayi Gisel yang akan segera lahir.

"Ini kali ya cocok buat bayi Gisel," kata Nayara.

"Iya yang itu bagus." William menjawab tanpa melihat barang yang ditunjukan oleh Nayara.

"Will, lihat sini dong. Ngelihatin apaan sih kamu tuh?"

"Maaf, bola ini lucu soalnya. Aku jadi pingin beliin ini buat anak kita nanti." William tersenyum sambil menunjukan deretan giginya.

"Ish, janinnya baru dua bulan William. Masak mau kamu ajak main bola sih?" Nayara menggelengkan kepalanya melihat tingkah kekanak-kanakan William. Pasangan itu lalu melanjutkan kegiatan berbelanja mereka sebelum akhirnya pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Gisel yang kurang dari dua hari akan melahirkan anak pertamanya.

"Bastian, Gisel mana?" Tanya Nayara yang melihat Bastian sedang mondar-mandir di luar.

"Nah, kebetulan ada Lo nih. Tolong jagain Gisel bentar yah? Gue ada kerjaan mendadak soalnya. Gisel lagi tidur, tadi udah bilang ke dia. Cuma Gue gak tega ninggalin dia sendiri, ya?"

"Iya, urus kerjaan Lo aja sana."

Nayara dan William lalu masuk ke ruangan Gisel.

"Bastian udah pergi Nay?" Tanya Gisel yang terbaring lemah di atas tempat tidur.

"Udah, baru aja. Dia bilang nggak tega ninggalin Lo makanya nunggu kita dateng dulu," kata Nayara lalu menaruh semua barangnya di lantai dan menghampiri Gisel. Mengelus rambut Gisel lembut membuat Gisel tak kuasa menahan air matanya lagi.

"Kok nangis?" Tanya Nayara.

"Gue takut Nay, Gue takut terjadi apa-apa sama bayi Gue. Gue lemah Nay," ucap Gisel dengan isakan kecil.

"Kamu nggak boleh gitu Gisel. Kamu harus percaya kalau kamu bisa." William mendekati Gisel dan ikut menenangkan Gisel.

"Akkhhh…"

Gisel merintih dan memegang perutnya.

"Darah." William segera memanggil dokter untuk Gisel.

"Air ketuban pasien telah pecah. Kami akan membawa pasien ke ruang operasi. Tolong segera hubungi suami Bu Gisel." Dokter dan para perawat membawa Gisel ke dalam kamar operasi.

"Gisel mana, Will?" Bastian berlari dan sampai di rumah sakit dalam waktu dua puluh menit saja. Padahal jarak kantor dan rumah sakit sangat jauh.

"Gisel mau melahirkan. Lo di suruh masuk ke ruang operasi sama dokter."

Bastian langsung masuk dan memakai baju khusus nya. Bastian memeluk dan menyemangati Gisel.

"Pak, Bu Gisel harus di operasi Caesar supaya bisa melahirkan."

"Iya gapapa dok, lakuin aja yang penting istri dan anak saya selamat," ucap Bastian yakin.

"Baiklah."

Operasi di mulai. Gisel menahan sakit pada sekujur tubuhnya. Selama satu jam, Gisel berjuang melawan segalanya. Akhirnya, putri pertama Gisel lahir ke dunia.

"Ini bu silahkan gendong anaknya."

Gisel menangis haru menggendong putrinya yang baru saja lahir ke dunia.

"Bas…"

"Ini anak kita Gisel?" Tanya Bastian lalu menggendong putrinya.

"Mikayla Kendra…"

Sebulan kemudian…

"Lalalalalala…" Renata bersenandung riang di dapur sambil menyiapkan makan siang.

"Re, seneng amat. Ada apa sih?" Tanya Arya yang baru saja datang dari gym center.

"Sekarang, aku udah punya cucu tiga. Seneng banget aku tuh mas." Renata memutar tubuhnya dan bersenandung lagi.

"Nak, Bunda udah masak banyak makanan. Kamu makan di rumah ya," kata Renata di telephone.

"Iya Bun, ini Bastian udah otw pulang."

"Nah Mas, kamu bantuin tata meja yah. Nanti ada William, Nayara, Freya semuanya pokoknya."

"Nenek!"

"Tania, Sania. Ayo duduk kita bakal makan bareng-bareng."

"Bun, ini Freya bawa makanan."

"Kok pake bawa makanan segala sih? Padahal Bunda udah masak banyak loh."

"Sisa kemarin Bun, sayang kalau kebuang." Freya mengambil sebuah wadah untuk tempat makanannya.

"Selamat malam Bunda ku yang super cantik. Tapi lebih cantik istri Nathan, hehe." Nathan datang dan menyalimi punggung tangan Arya dan Renata.

"Bunda masih bisa mentoleransi tingkah kamu yang ini. Tapi kalau yang lain nggak bisa! Nayara sama William bilang dateng jam berapa?"

"Bentar lagi juga nyampe, mereka lagi ke mall beli hadiah buat anak-anak." Nathan dengan santai mengambil sebuah apel dan memakannya.

"Hadiah? Buat siapa Pa?" Tanya Tania antusias.

"Buat Bunda kalian lah, buat siapa lagi memang. Kalian kira bakal beli buat kalian, huh?"

"Bunda, Papa nyebelin!"

"Tabok aja, wakilin Bunda ya sayang."

"Sayang, jahat amat sih." Nathan memutar bola matanya malas.

Bastian dan Gisel akhirnya sampai di rumah mereka.

"Ada adik, ayo kita lihat adiknya." Freya mendekat ke arah Gisel yang menggendong putrinya.

"Bunda, lucu yah adiknya?" Sania menggenggam tangan mungil Mika, putri Bastian dan Gisel.

"Lucu yah? Kaya kalian berdua lucunya yah." Gisel mencubit pelan pipi Tania dan Sania bergantian.

"Tante Gisel."

"Iya?"

"Kenapa Mika selalu tidur? Tania belum pernah lihat dia bangun terus lari tahu." Tania bertanya dengan wajah yang sangat polos.

"Itu karena Mika masih bayi, Tania. Mika butuh banyak istirahat supaya Mika nggak sakit," jawab Gisel.

"Owh gitu, berarti Tania juga harus tidur terus supaya sehat."

"Bukan gitu konsepnya Neng Tania." Tania hanya menyengir jahil ke arah Bundanya.

"Kak, boleh minta tolong gendong Mika sebentar? Gisel pingin ke kamar mandi sebentar."

"Yah, Sel. Tangan Gue bekas sambel. Suruh Nathan aja."

"Apaan?" Tanya Nathan yang memang dari tadi hanya merebahkan tubuhnya di atas sofa sambil menonton tv dan memakan apel.

"Gendong Mika sebentar ya sayang. Gisel ada urusan."

"Sini, Gue udah berpengalaman gendong bayi." Nathan bersiap untuk mengambil alih Mika dari Gisel. Nathan menimang-nimang Mika agar tidak mengganggu istirahat gadis kecil itu.

"Kak minta tolong sebentar yah."

"Iya iya, sana selesaiin urusan Lo. Urusan apa sih?"

"Ada pokoknya, makasih ya kak Nathan."

"Cocok tuh Lo punya bayi lagi, Kak." Bastian berucap sembari berjalan menuruni tangga.

"Iya 'kan? Tuh Fey, Bastian aja setuju kalau kita punya bayi lagi."

"Aku sih oke oke aja. Asal kamu yang hamil, yang ngidam, yang ngelahirin aku nggak masalah. Gimana? Mau bayi lagi?"

"Nggak deh, hehe." Nathan bergidik ngeri menatap Freya yang berucap dengan tatapan sinis.

Nathan tidak bersungguh-sungguh dengan ucapannya ingin bayi lagi. Dia hanya bercanda, mana mungkin dirinya tega membuat Freya kesakitan lagi.

"Gimana kabar Lo kak? Udah lama nggak ketemu."

"Gue baik, terakhir kali kita ketemu waktu jenguk anak Lo doang," jawab Nathan.

"Perusahaan Lo gimana?" Tanyanya lagi.

"Aman terkendali."

"Oh iya, masalah Kak Bella gimana? Gue denger dia masih sering neror keluarga kalian ya?"

"Ya gitu deh, Gue udah blokir semua sosmed dia, nomor hp dia. Tapi heran Gue dia masih nggak nyerah dan terus neror Gue. Akhir-akhir ini terror nya semakin parah."

"Apa tuh? Santet?"

"Nggak sampe situ juga. Kaya dia tiba-tiba berdiri di depan mobil Gue. Jadi klien perusahaan Gue. Habis itu ngikutin Gue sama Freya. Waktu itu, pernah sekali Gue ngelihat dia ada di depan playground anak-anak Gue. Makanya Gue nyari asisten buat jagain mereka diluar."

"Gila ya dia, segitu obsesinya dia sama Lo. Lo emangnya mutusin dia secara sepihak ya?"

"Nggak, dia selingkuh dari Gue makanya Gue putusin. Dan di hari Gue mutusin dia, Gue langsung jadian sama Freya."

"Lagi ngomongin apaan Lo berdua? Ngomongin Gue ya?" Freya tiba-tiba datang dan langsung duduk di sebelah Nathan.

"Terlalu pede itu nggak baik, Kak."

"Udah selesai kak. Makasih ya Kak, maaf ngerepotin." Gisel langsung merebut Mika dari gendongan Nathan.

"Santai dong Gisel. Btw, nggak dimaafin," kata Nathan.

"Yaudah nggak usah, nggak ada yang peduli juga."

"Nice Gisel." Freya dan Gisel lalu bertos ria.

"Kalau udah kumpul ya gini. Heran Gue." Nathan mengelengkan kepalanya heran.

"Kak, dulu Nia Twins bisa ngomong usia berapa?" Tanya Gisel.

"Sekitar umur tujuh bulanan itu. Kata pertama Tania papa kalau sania Mama."

"Mama yah, bukannya manggilnya Bunda?" Tanya Bastian.

"Kan dia belum tahu."

"Anak-anak ayo kita siap-siap buat makan. Nayara sama William kita tunggu di meja makan aja." Renata memanggil semuanya.

"Nah ini dia Nayara," kata Gisel.

"Maaf ya semua kita datengnya telat. Ibu hamil ngidam soalnya," kata William.

"Iya gapapa, ayo semua duduk."

"Tante, boleh minjem mangkok nggak? Buat tempat bubur kacang hijau."

"Boleh." Renata menyuruh asistennya mengambil mangkok dan sendok untuk William.

"Nayara ngidam bubur kacang hijau? Gue dulu ngidam sate kambing," ucap Gisel.

"Bukan bubur kacang hijau, lebih tepatnya ngidam sama makanan di warung yang ada di dekat mansion kita. Tiap pagi harus sarapan di sana."

"Oh iya? Gapapa dong Will, kamu harus nurutin semua kemauan Nayara." Renata mengelus pucuk kepala Nayara.

"Berarti Lo berdua tadi telat gara-gara beli bubur kacang hijau dulu?"

"Iya hehe."

Flashback...

"Buat Tania, Sania, Mika. Sayang kamu mau beli apa?" Tanya William.

"Aku tiba-tiba pingin bubur kacang hijau di deket mansion, Will. Pingin banget." Nayara terlihat memohon.

"Iya, aku anter kamu ke rumah Bastian dulu. Nanti aku suruh-"

"Nggak! Kita yang harus beli langsung. Sekarang!"

Tak bisa melarang permintaan Nayara, William akhirnya mengiyakan permintaan Nayara.

"Kita beli, tapi kita harus bayar ini dulu. Kamu mau camilan atau sesuatu lagi?"

"Nggak, aku cuma pingin kacang ijo aja."

"Oke, kita cus."

Mereka berdua kembali lagi ke daerah mansion mereka. Ada sebuah warung kecil yang selalu ramai di dekat sana. Pemiliknya merupakan salah satu CEO perusahaan yang bekerja sama dengan William. Dia hanya bosan duduk di dalam ruangan sehingga memutuskan untuk membuka warung makan.

"Tuan William, pesanan seperti biasa?"

"Sayang?"

"Iya, Will aku juga mau ini." Nayara menunjuk sebuah jajan tradisional yang berbentuk bulat seperti sate, berwarna-warni yang terbuat dari ketela (kalau nggak salah namanya getuk?).

"Ambil aja, semuanya juga boleh."

"Ini tuan pesanannya, terima kasih tuan. Besok mari membahas tentang project kita lagi." Kata penjual itu sambil mengedipkan matanya.

"Tentu, terima kasih tuan."

Nayara terlihat senang setelah mendapat apa yang dia mau.

"Makasih ya Will udah beliin ini semua," kata Nayara lalu memakan jajannya.

"Kalau kamu mau sesuatu bilang aja sama aku, aku pasti bakal bawain buat kamu. Nih tisu, lap nanti bibir kamu kalau kotor." William menyerahkan sebungkus tisu untuk Nayara.

Flashback off.

"Mesra bat yah pasangan yang satu ini. Pernah berantem nggak sih kalian?" Tanya Freya.

"Pernah, kayanya. Tahu ah udah lupa Gue," jawab William sambil menyengir.

"Kayanya."