"Apa yang harus aku katakan? Apakah ini saat yang tepat untuk mengungkapkan isi hatiku padanya?" Desis Ansel dalam hati.
"Tapi tidak mungkin, sekarang bukan saatnya memikirkan perasaanmu Ansel. Lebih baik kamu membantunya mengurangi beban hidup yang tengah dia alami. Bahkan dengan bakat sebagus itu, kamu bisa mendapatkan alasan untuk membantunya, bukan? Jika kamu beri uang cuma-cuma hanya akan membuatmu sedih karena pasti penolakan yang kamu terima." Lanjutnya tersembunyi di hati, dia tidak berani untuk sekecil pun suaranya.
"Kak! Kenapa diam?"
"Apa aku boleh jujur? Tapi kejujuranku ini pasti mengubah sudut pandangmu padaku?" Alara semakin tidak mengerti dengan ucapan Ansel.
"Kak! Apa maksudmu? Bicaralah dengan jelas!"
Ansel menarik nafas panjang, menghirup sebanyak-banyaknya oksigen agar bisa menyampaikan apa yang ingin dia sampaikan. "Aku... aku...,"
"Ayo katakan, Kak. Aku kenapa?" Ansel menatap dalam manik mata Alara.