"Ibuk tenang saja. Semuanya sudah diurus sama Dokter Bram. Dia tadi yang bantuin Bintang bawa ibu kerumah sakit ini."
"Pak Bram yang pernah nabrak kamu waktu itu?"
"Iya Bu. Entahlah sepertinya tuhan mengirimkan dia sebagai penyelamat bagi kita. Entah harus bagaimana aku harus membalas kebaikannya nanti."
"Dia adalah orang yang baik. Semoga saja tuhan membalas semua kebaikannya atas apa yang telah ia lakukan kepada kita."
"Iya Bu. Kita punya hutang budi kepada Pak Bram."
Setelah segala persiapan sudah di selesaikan malam itu juga ibu Mirna dibawa ke ruang oprasi untu oprasi patah tulang.
Bintang masih setia menunggu di rumah sakit tersebut bersama dengan Bram. Bintang sendiri bahkan tampak sangat kucel karena dari pulang kerja ia belum sempat mandi.
"Bintang apa kau lapar?"
"Tidak." Bintang menggeleng. Walau sebenarnya ia tak bisa menutupi diri jika ia memang merasa lapar.
"Pak Bram pulang saja. Aku bisa menunggu ibuk sendirian disini. Lebih baik pak Bram pulang dan beristirahat saja." ujar Bintang pada dokter muda itu.
"Mana mungkin aku meninggalkanmu sendirian. Apalagi ini sudah malam rumah sakit ini sepi. Kau tak tau saja suasana malam di tempat ini."
"Maksudnya? Apakah ada hantu?" dari nada pertanyaan Bintang tampak jika gadis itu rupanya takut pada hantu.
"Bukan hanya hantu. Ada berbagai macam mahluk yang tak terlihat sering berkeliaran jika malam."
"Benarkah?"
"Ya begitulah."
Sejenak Bintang terdiam udara dingin tiba-tiba berhembus menusuk kulitnya ia memeluk dirinya sendiri karena merasa kedingan sekaligus merasa ngeri dengan cerita Bram.
Krukk krukk..
Suara perut entah berasal dari mana memecah keheningan malam itu. Bram menyadari jika itu mungkin saja suara perut Bintang. Ia sendiri memang juga lapar tapi perutnya sedang tidak bersuara.
"Oprasi ini akan berjalan selama sekitar 2 jam. Jadi kau bisa makan sejenak agar perutmu tak bernyanyi di tengah malam." tukas Bram menyindir Bintang seketika tentu saja gadis itu merasa malu karena ketahuan kelaparan.
"Huhh. Ketahuan deh. Tapi malam-malam begini memangnya ada yang masih buka?"
"Di depan rumah sakit ada deretan warung yang selalu buka 24 jam. Kita bisa makan disana. Tapi ya hanya warung makan sederhana saja."
"Justru lidahku lebih cocok dengan yang seperti itu."
"Jadi bagaimana mau makan atau tidak?"
Bintang pun mengangguk selain dirinya yang merasa kelaparan ia juga merasa tak enak kepada Dokter Bram yang menemaninya. Ia juga tau pasti Dokter tersebut juga merasa lapar.
Kini mereka berdua menyusuri lorong rumah sakit menuju ke pintu keluar. Suasana rumah sakit malam ini memang sangat sepi membuat Bintang berjalan disisi dekat Bram karena merasa sedikit takut.
Kini keduanya telah sampai pada sebuah warung makan sederhana di depan rumah sakit elite itu. Warung makan yang buka 24 jam itu menawarkan cukup banyak menu meski waktu menunjukkan jam 01.00 dini hari.
Bintang dan Bram memesan makanan dengan lauk pauk yang mereka inginkan. Bintang tampak makan dengan lahap karena memang merasa kelaparan. Bram sendiri tersenyum melihat cara makan Bintang yang tampak unik baginya tak seperti perempuan pada umumnya yang akan bersikap jaim jika sedang makan bersama seorang pria.
"Pak Bram bagaimana cara saya untuk membalas semua kebaikan anda hari ini?" tanya Bintang di sela-sela makannya.
"Tidak perlu kau pikirkan.. Aku tulus kok membantu kamu."
"Tapi pak. Saya benar-benar merasa tak enak. Saya jadi merasa punya hutang budi dengan pak Bram dan hutang budi itu sampai di bawa mati lo pak."
"Emm.." Bram berpikir sejenak. Dia teringat saat dirinya tadi ada di rumah Bintang ia melihat sebuah kertas undangan yang sama dengan yang ia dapatkan dari Arya dan Amanda. "Kalau kau mau kau bisa membantuku."
"Tentu saja aku mau. Kau butuh bantuan apa? Katakan saja. Asal bukan sesuatu yang mahal kau tau sendiri kan aku ini miskin."
"Aku tidak mengharapkan bantuan ataupun balasan berupa materi. Aku hanya ingin kau membantu saja."
"Baik lah katakan saja. Apa yang bisa aku bantu untukmu."
"Kau cukup menemaniku menghadiri sebuah acara pernikahan. Itu saja."
"Acara pernikahan?"
"Ya. Aku hanya butuh seorang pasangan agar orang tak menganggap ku sebagai jomblo."
"Tapi memangnya kenapa kalau jomblo?"
"Memang tak ada masalah sih. Hanya saja ibuku menuntut ku untuk segera mencari pasangan. Dan aku hanya ingin dilihat memiliki sebuah status dengan orang lain meskipun hanya pura-pura."
"Baiklah. Aku mengerti memangnya kita akan pergi ke pernikahan siapa? sampai sepenting itu mencari seorang pasangan."
"Kau pasti mengenalnya. Aku tadi lihat kau punya undangan yang sama di rumahmu."
Deg.
Seketika jantung Bintang seolah berhenti berdetak. Rasanya ada sesuatu yang menghantam relung hatinya. Ia yang tadinya berniat membakar undangan itu untuk melupakan pernikahan Aditya dan calon istrinya justru kini ia dihadapkan oleh situasi seperti ini. Ia yang sudah memutuskan tak akan datang di pesta pernikahan itu seolah kini terjebak dalam situasi rumit karena ia harus balas budi atas semua kebaikan Bram kepadanya. Bintang yang sebelumnya mencoba menghindari acara pernikahan tersebut kini justru harus menghadiri nya bersama dengan Bram karena ia sudah menyetujuinya.
"Bintang kenapa kau jadi diam?"
"Apakah maksudmu pernikahan adiknya bu Amanda?"
"Ya. Aku mendapatkan undangan yang sama denganmu. Untuk datang di pesta pernikahan adiknya Amanda. Bagaimana apakah kau setuju?"
Mau tak mau Bintang memang harus setuju. Karena hanya ini yang Bram minta agar Bintang bisa menebus rasa hutang budinya.
"Baiklah." jawab Bintang pada akhirnya meskipun ia tentu saja tak bisa memungkiri perasaannya yang kini terasa campur aduk.
Bagaimana ia sanggup berada di pesta pernikahan itu melihat Aditya, orang yang dulu pernah mengisi relung hatinya bersanding dengan orang lain. Orang yang sebelumnya ia tunggu selama berbulan-bulan tanpa kabar ia harus menghadiri pernikahannya, dan ia harus menyaksikan hari bahagia Adit sementara hari ith juga akan menjadi hari paling buruk baginya.
"Ya. Baguslah. Akhirnya aku tak perlu pusing-pusing mencari pasangan untuk hadir di acara itu." gumam Bram dengan perasaan senang sungguh berbanding terbalik dengan perasaan Bintang saat ini.
"Aku akan melakukannya karna aku harus membalas hutang budiku kepadamu."
"Aku menolongmu dan ibumu dengan iklas Bintang. Bukan karena ingin meminta imbalan seperti ini."
"Aku mengerti kok pak Bram. tapi aku hanya ingin menebus perasaanku yang sampai kapan mu akan merasa tak enak karena perasaan hutang budiku kepadamu. Dan sepertinya hanya ini yang bisa aku lakukan kepadamu."
"Tapi aku tidak memaksamu. Jika memang kau keberatan dan ingin datang ke acara itu dengan orang lain aku gak masalah kok. Aku bisa cari yang lain."
"Tidak pak Bram. Aku akan datang. Dan aku akan datang bersamamu." jawab Bintang dengan tegas.
Bintang setuju dengan permintaan Bram meski hatinya sendiri berkecamuk seolah apa yang ia lakukan bertolak belakang dengan perasaannya.
Bersambung..!