Dania baru saja keluar dari kamar mandi. Selain merapikan rambut, ia juga menetralkan detak jantungnya yang sedari tadi meronta-ronta ketika berada di dekat Fayez.
"Waktu gue buat jadi pelayan Fayez masih lama. Apa gue sanggup, berada di deket dia terus?," batinnya yang saat ini masih mematung di depan pintu toilet.
"Kenapa lama?."
Suara berat membuat wajah Dania terkesiap. "Fayez, lo ngapain di sini?," tanya Dania sebari mengedarkan pandangannya, mematiskan tak ada satu orang pun yang melihat mereka.
"Gue nungguin lo. Masih ada beberapa tugas yang harus lo lakuin."
"Hah? Ini udah jam berapa?," Dania melirik jam tangan di lengan kirinya. "Bentar lagi bel masuk bunyi, Fayez. Gue gak bisa bolos gitu aja------"
Pusing mendengar Dania mengomel tanpa henti membuat Fayez harus menarik lengan gadis itu dengan terpaksa.
"Fayez lepasin, ih!."
"Fayez, tangan gue sakit! Lo mau bawa gue ke mana, sih?."
Fayez masih tak menjawab dan semakin menarik tangan Dania.
"Ruang osis? Ngapain lo bawa gue ke sini?."
Fayez melepas cekalannya. "Lo bantuin gue buat beresin semua berkas tahun lalu."
"Oh, gitu. Kirain mau ngapain."
"Masuk!."
Dania mengikuti langkah Fayez dan duduk di sofa yang berada di dalamnya. Ia menyandarkan tubuh dengan kedua tangan yang dilipat di atas dada.
"Sini." Kekuasaan Fayez sebagai ketua osis membuat Dania tak kuasa menolak. Ia menurut dan mendekati Fayez yang sedang berdiri di depan sebuah lemari besar.
"Lo beresin semuanya."
Kedua mata Dania terbuka lebar. "Lo gila? Gue beresin ini semua? Sendiri?."
Fayez hanya mengangguk pelan. "Gak ada bantahan," sambungnya dan memilih untuk duduk di atas sofa.
"Fayez, lo bantuin juga dong. Gila, ini berkasnya banyak lho. Masa gue beresin sendiri." Fayez hanya mengangkat bahunya tak peduli. Seberapa banyak ocehan yang Dania lontarkan, tak satu pun meluluhkan hati Fayez.
Dania mendengus. Rasanya ingin sekali ia mencakar wajah Fayez yang terlihat menyebalkan.
"Kalo gak suka, udah gue banting tuh muka."
"Apa lo bilang." Sayup-sayup ternyata Fayez mendengar apa yang Dania katakan.
"Gak ada!," jawab Dania sinis dan kembali dengan pekerjaan yang Fayez berikan.
***
"Fayez ke mana, ya? Kok gue cari-cari gak ketemu. Katanya dia mau ngomongin buat festival nanti." Shelina masih berjalan di koridor sekolah. Ia mencari keberadaan Fayez yang tak terlihat sejak jam istirahat tadi.
"Hai, Guys. Kalian liat Fayez, nggak?."
Galang dan teman-teman Fayez yang lainnya hanya saling menatap satu sama lain dan menggeleng bersamaan.
"Masa kalian gak tau, sih? Kalian kan temennya dia," ujar Shelina kesal.
"Heh, Shelina! Walaupun kita temennya Fayez, tapi bukan berarti kita harus tau ke mana dia pergi. Dia juga punya privasi, kali," sahut Agus yang sedang asyik memakan makaroni pedas sisa cemilannya di kantin tadi.
"Tau, lo. Emak bapaknya aja belom tentu tau dia di mana. Apalagi kita," imbuh Sahroni.
Galang dan Samudera hanya terkekeh dan bertos ria dengan kedua temannya itu.
"Sam, lo pasti tau kan Fayez di mana? Lo kan anggota osis," tanya Shelina pada Samudera dengan senyum penuh arti.
"Hmm ... Gimana, ya? Emang lo pengen tau banget?."
Shelina mengangguk cepat dan senyumnya semakin lebar.
"Tapi sayangnya, gue gak tau dia di mana."
"Jiah ... Gokil lo, Bro!," seru Sahroni dan Agus sambil memukul bahu Samudera.
"Akh! Kalian semuanya gak ada yang bener. Nyesel gue tanya kalian. Cuma buang-buang waktu!." Shelina pergi dengan menghentakan kakinya.
"Pergi lo! Dasar Nenek lampir, huuuu." Sepertinya Agus memiliki dendam pribadi pada Shelina. Terlihat jelas dari sikapnya yang tidak suka jika Shelina mendekati Fayez.
"Mau ngapain sih tuh cewek? Kenapa dia nyari Fayez?."
"Lo kayak gak tau dia aja, Lang. Dia kan suka sama Fayez," jawab Samudera.
"Mana mau si Fayez sama cabe-cabean kayak si Shelina."
***
"Ayo, dikit lagi. Katanya lo pengen cepet masuk kelas."
Dania menghiraukan perkataan Fayez. Ia memilih fokus dengan tugasnya saat ini, tanpa mempedulikan Fayez yang sedang duduk berongkang-ongkang kaki bak seorang mandor.
"Lima menit lagi harus selesai."
"Heh! Lo gila, ya? Ini berkas masih numpuk. Seenaknya banget lo nyuruh-nyuruh gue!." Kesabaran Dania habis. Sejak tadi ia meredam emosinya, tapi kali ini Fayez sangat keterlaluan dan membuatnya jengkel.
"Ya ampun, Fayez! Aku cariin kamu dari tadi, ternyata kamu di sini."
Tengah asyik mengomel, Shelina tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang osis dan duduk di samping Fayez.
"Dania? Kok lo ada di sini?," tanya Shelina dengan kening mengkerut.
"Tanya aja sama dia," jawab Dania menunjuk ke arah Fayez.
"Oh, jadi lo lagi beresin berkas? Bagus deh. Akhirnya tugas gue sedikit berkurang."
Diam-diam Dania memejamkan kedua matanya. Kesal sekali rasanya melihat dua orang yang menjabat sebagai ketua dan wakil ketua osis yang sangat menyebalkan.
"Oh ya, katanya kamu mau ngomongin untuk acara festival bulan depan?."
"Nanti aja," jawab Fayez.
"Kenapa? Mumpung aku ada di sini."
Perut Dania rasanya mual mendengar suara Shelina yang dibuat manja ketika berbicara dengan Fayez.
"Nanti. Kita adain rapat aja semua anggota."
"Hmm ... Oke."
"Dania, lo lelet banget sih. Beresin gituan doang lama banget."
Dania sama sekali tidak peduli dengan apa pun yang Shelina katakan. Toh, dia yang mengerjakan, untuk apa wanita itu sibuk mengatur?
"Waktu lo udah habis." Fayez beranjak dengan memasukkan kedua tangannya di saku celana abu-abu yang ia kenakan.
"Tapi, gue belum selesai." Wajah Dania terlihat lelah sekali. Keringatnya mengalir deras membasahi wajah.
"Oke, nanti bisa lo beresin lagi. Besok."
Dania mengangguk lemah. Yang terpenting tugasnya hari ini selesai. Untuk besok, semoga tenaganya kembali terkumpul.
"Beresin berkas kayak gitu doang langsung keringetan. Lemah banget," cibir Shelina dengan senyum miring meremehkan.
"Oke, kalo gitu lo aja yang lanjut beresin besok," balas Dania yang sudah mencapai batas kesabaran.
"Dih, enak aja. Yang ditugasin Fayez kan elo, bukan gue," sahut Shelina mengibaskan rambutnya tepat di depan wajah Dania.
Dania memejamkan mata dengan tangan yang mengepal. Ia menatap kepergian Shelina dengan tajam.
"Mau balik kelas nggak?," tanya Fayez. Namun gadis itu hanya diam dan pergi begitu saja. Membuat Fayez sedikit tersenyum karena berhasil membuat calon gadisnya kesal.
"Dia kalo lagi marah makin tambah cantik."
Fayez menggelengkan kepala dan melenggang pergi dari ruangan tersebut. Namun ia masih bisa melihat punggung yang sedang berjalan menuju kelas.
Dengan cepat ia melangkah, berniat untuk menyeimbangkan langkah kaki mereka. Setelah Fayez berjalan tepat di samping Dania, ia membisikan sesuatu tepat di depan telinganya, dan ia pergi mendahului gadis itu.
"Jangan cemberut. Nanti cantiknya ilang."