"Pacar atau pelayan?."
Dania mendongakan wajahnya. Ia menatap kedua mata Fayez yang masih menatapnya tanpa berkedip.
"Jawab!."
Gadis itu menelan ludahnya susah payah. "Aduh, gue harus jawab apa, ya? Gue harus pilih jadi pacar dia, atau jadi pelayan dia?," batin Dania.
"Kalau lo gak mau milih, biar gue yang pilih."
"Pelayan!."
Jawaban spontan dari bibir Dania membuat hati Fayez kecewa.
"Sial! Kenapa dia malah pengen jadi pelayan gue?," batinnya.
"Oke. Mulai besok lo jadi pelayan gue."
Dania menatap kepergian Fayez. Ia merutuki dirinya sendiri, seolah menyesal dengan pilihan yang sama sekali tak ia inginkan.
"Bego.. Bego.. Bego.. Kenapa gue malah pengen jadi pelayan dia? Gue kan suka sama dia, harusnya gue jadi pacar dia!," pekik Dania sebari mengentak-hentakkan kakinya.
"Yaa... Walaupun seminggu, gue gak masalah. Yang penting jadi pacar dia," lanjutnya dengan suara pelan dan tubuh yang lemas.
Gadis itu memutuskan untuk keluar dari gudang. Karena nampaknya sekolah sudah mulai ramai.
"Dania, lo dari mana? Gue sama Andy nyariin lo dari tadi," tanya Siska yang sepertinya baru saja tiba di sekolah.
"Gue abis dari toilet. Pagi-pagi malah sakit perut," jawab Dania dengan cengiran lebar di bibirnya.
"Emang lo dateng jam berapa?," tanya Andy.
"Gue dateng jam enam. Biasalah, lagi kelewat rajin."
Ketika Dania dan kedua temannya sedang berjalan menyusuri koridor, ia melihat Fayez dan juga teman-temannya di depan sana.
"Dan, Fayez," bisik Siska seolah memberitahu kalau lelaki pujaan hatinya berada di sana.
Dania mengangguk. Ia menatap lurus, tepatnya menatap wajah Fayez yang juga menatapnya. Tatapan mereka terkunci, seolah sedang menyalurkan sebuah telepati.
"Berhenti!." Fayez memberi interupsi kepada teman-temannya untuk berhenti ketika jarak mereka dengan Dania sudah dekat.
Lelaki dingin itu maju satu langkah. Dengan tatapan yang masih terkunci dengan bola mata Dania.
"Jangan lupa sama tugas dan janji lo besok," ucap Fayez yang tentunya membuat teman-teman mereka kebingungan.
"I--iya. Gue nggak akan lupa," jawab Dania terbata.
"Cabut!."
Setelah Fayez dan teman-temannya pergi, Siska dan Andy menarik lengan Dania ke tepi koridor.
"Ada apa nih?," tanya Siska dengan kening mengkerut.
"Lo ada perjanjian apa sama Fayez?," sambung Andy.
"G--gue janji, kalau besok gue bakal jadi pelayan dia buat seminggu."
"APA?!." Siska dan Andy memekik dengan bola mata yang hampir keluar.
"Lo udah gila, hah? Ngapain lo jadi pelayan cowok es batu itu? Aakkhhh...." Siska sangat kecewa dengan keputusan Dania.
"Gue nggak ada pilihan lain, Sis. Gue terpaksa lakuin ini," jawab Dania lesu. Ia menyandarkan punggung di tembok kelas.
"Emang lo bikin kesalahan?," tanya Andi dan Dania mengangguk.
"Gue mergokin dia lagi ngerokok di dalem kelas. Jadi dia ngancem gue."
"Sial! Lo gak boleh kalah dari dia, Dan. Apa perlu, gue kasih Fayez pelajaran?."
Dania langsung menggeleng cepat. "Jangan, Ndy. Biar ini semua gue yang tanggung. Kalian jangan ikut campur apa-apa, gue gak mau kalian kena imbasnya," ujar Dania.
"Tapi, Dan, si Fayez itu udah keterlaluan tau, nggak? Masa dia nyuruh lo jadi pelayan. Kan gila!."
Dania menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia merasa bersalah karena melihat Siska sejak tadi menghardik Fayez.
"Sebenernya... Fayez ngasih gue dua pilihan," ucap Dania pelan sebari melirik Siska dan Andy bergantian.
"Dia kasih gue pilihan untuk jadi pacar atau pelayan dia," lanjutnya.
Siska dan Andy semakin dibuat terkejut. Apalagi Siska yang langsung saja menggenggam kedua bahu Dania.
"Fayez ngasih lo dua pilihan, dan lo lebih milih jadi pelayan dia?."
Dania mengangguk dengan polosnya, membuat Siska sedikit menggeram sebari mencengkeram bahu gadis itu.
"Aahh.. Siska, sakit," ringis Dania.
"Dania! Lo kenapa sih bego banget? Kenapa lo gak pilih buat jadi pacar dia? Lo kan suka sama dia!." Siska memekik gemas pada Dania. Temannya yang satu ini memang sangat bodoh dan ceroboh!
"Gue gak mau kalau dia tau soal isi hati gue, Sis. Makanya gue milih jadi pelayan dia aja," jawab Dania sebari memanyunkan bibirnya.
"Tapi kan dia yang ngasih tawaran, Dan," sahut Siska yang masih kesal dengan keputusan Dania.
"Iya, sih. Tapi mau gimana lagi? Semuanya udah terjadi."
Andy yang menjadi satu-satunya lelaki diantara mereka hanya terdiam. Ia tak memiliki hak apa pun untuk ikut campur apalagi mengatur Dania.
"Gue nggak mau terlibat apa pun. Yang terpenting, kalau lo ngerasa kesusahan dan butuh bantuan kita, lo bilang aja ya, Dan! Jadi pelayan itu gak gampang. Gue yakin si Fayez bakal banyak ngerjain lo." Andy bersuara sekaligus memberi nasihat pada sahabatnya.
"Iya, Ndy. Makasih banyak ya," jawab Dania.
"Huh.. Gue juga mau marah, tapi gimana lagi. Ini semua udah jadi keputusan lo. Dan bener, kalau lo butuh bantuan kita, lo bilang aja, ya!."
Dania menarik sudut bibirnya. Ia beruntung memiliki sahabat seperti Siska dan Andy.
"Makasih, ya. Gue seneng punya kalian."
***
"Yez, lo punya perjanjian apa sama Dania?," tanya Galang.
"Iya, Yez. Bikin curiga aja," sambung Sahroni.
"Mulai besok, Dania bakal jadi pelayan gue."
"APA?!."
Fayez berdecak kesal. Ia melirik ke seluruh penjuru kantin, akibat dari teriakan teman-temannya kini mereka menjadi pusat perhatian siswa lain.
"Kalian berisik banget," sungut Fayez dengan suara pelan.
"Tunggu deh, lo yakin mau jadiin dia pelayan?," tanya Agus memastikan.
"Gue yakin. Dia sendiri yang mau," ucap Fayez sebari menyeruput es jeruk yang tersisa setengah gelas.
"Gila! Daripada lo jadiin Dania pelayan, mending jadi pacar gue aja," sambung Galang yang saat ini tengah menggelengkan kepalanya.
"Enak aja, lo. Kalau ceweknya modelan Dania, gue juga mau," sela Sahroni sebari mengibaskan rambutnya.
"Berisik kalian! Jelas-jelas kalau Dania itu cocoknya sama gue," sela Agus yang tengah merapikan kerah bajunya.
"Sori ya, Dan. Semua ini pilihan lo. Padahal gue sangat berharap kalau lo mau jadi pacar gue," batin Fayez.
"Heh! Kalian bertiga mending ngaca deh, mana cocok Dania sama muka kayak kalian? Dia itu lebih cocok sama gue, Samudera. Muka ganteng gini cocoknya sama Dania yang cantik dan anggun." Samudera yang sedari hanya diam sambil menyantap gorengan, kini membuka suara untuk menyampaikan protesnya pada ketiga lelaki so tampan di depannya.
"Muka doang ganteng, tapi sampe sekarang kagak ada yang mau," sindir Sahroni yang membuat mereka semua tertawa puas.
Di tengah-tengah tawa mereka, Fayez melihat Dania dan kedua temannya memasuki kantin. Ia menatap gadis itu tanpa berkedip, memperhatika setiap pergerakan Dania.
"Dia kalo ketawa renyah banget," batin Fayez.
Rasa kagumnya semakin bertambah, ketika ada seorang siswa yang menabrak Dania dan menumpahkan sedikit minuman pada seragam putihnya.
Di sana, Dania sama sekali tidak marah apalagi memaki siswa tersebut. Ia masih bisa tersenyum dan berkata tidak apa-apa.
"Kenapa lo baik banget? Gue seolah menemukan diri Nay di dalam diri lo."