Hatiku tiba-tiba hancur,
Tak rela, dan tak boleh.
Kau adalah gadisku, yang tak boleh tersayat luka sekecil apapun.
(Fayez Ghazali)
***
Rapat sore hari ini telah usai. Seluruh anggota pengurus osis sudah pulang ke rumah masing-masing. Saat ini, hanya tersisa pengurus inti. Yaitu Fayez, Andrea, Shelina dan Samudera.
"Yez, kamu kenapa sih tadi belain Dania? Dia kan emang salah, dan perlu dikasih hukuman," ucap Shelina.
"Shel, lo gak boleh kayak gitu. Kita sama Dania itu seangkatan, lo nggak boleh angkuh gitu, dong," sahut Sam.
"Tau lo. Jadi cewek kok culas banget," sambung Andrea.
"Kalian kenapa jadi belain dia? Gimana dia bisa disiplin, kalau pengurus intinya aja banyak yang belain dia."
Fayez tak menganggap apa pun yang Shelina katakan. masih fokus menatap berkas laporan dari masing-masing bidang.
"Semuanya udah terkumpul, berarti besok lo udah mulai bisa bikin proposal." Fayez menyerahkan berkas-berkas tersebut ke tangan Shelina.
"Yez, gue dari tadi ngomong sama lo, dan lo gak dengerin gue?." Shelina menatap Fayez jengkel. Setelah penolakan yang dilakukan Fayez tadi pagi, ditambah dengan pembelaan laki-laki itu terhadap Dania.
"Apa?," tanya Fayez tanpa menoleh.
Shelina berdecak kesal. Rasanya ingin sekali ia mencakar wajah Dania saat ini juga.
"Udah lah, She, lo nggak boleh kayak gitu. Lagian kan si Dania baru pertama kali telat rapat."
"Sam, kenapa lo belain dia terus? Apa lo suka sama dia?."
Samudera menaikkan sebelah alis dengan bibir tersungging.
"Gue udah punya cewek, kali. Ngapain juga suka sama Dania," jawab Samudera tenang.
"Guys, gue duluan ya. Buru-buru nih," kata Andrea sebari mengambil tas punggungnya.
"Oke. Lo hati-hati," jawab Sam.
Fayez hanya mengangguk dan kembali mencatat semua kekurangan yang belum tertulis di buku laporan.
"Oke. Kalian boleh pulang," ucap Fayez sebari menutup buku dan pulpennya.
"Gue nebeng sama lo, ya?."
"Gak!."
Shelina mendengus. Ia tidak mengerti, mengapa sikap Fayez sangat dingin terhadapnya.
"Gue aja deh yang nebeng sama lo," Sam menyambar dan di angguki Fayez.
"Bye, Shelina."
Samudera mengikuti Fayez yang berjalan di depannya. Keadaan sekolah sudah sepi dan tidak terlihat ada satu orang pun.
Namun langkah keduanya terhenti, ketika sayup-sayup mendengar suara isakan tangis seseorang.
"Yez, lo denger gak?," tanya Sam.
Fayez mengangguk dan mencari asal suara tersebut.
"Di sana," tunjuk Fayez pada salah satu pohon mangga yang rindang dan terletak di samping lapangan outdoor.
"Lo serius mau ke sana?," tanya Samudera sambil mengusap tengkuk.
"Ya."
"Lo aja deh. Gue tunggu di parkiran."
Fayez menggeleng pelan. Karena Samudera berlari meninggalkannya seorang diri.
"Siapa yang nangis sore-sore gini?," batin Fayez.
Karena rasa penasarannya yang tinggi, laki-laki itu pun berjalan mendekati pohon mangga yang besar dan rindang itu.
Suasananya semakin terasa seram. Langit yang semula cerah, kini berubah gelap diiringi dengan gemuruh, pertanda akan hujan lebat.
Isakan itu semakin terdengar jelas dan semakin kencang. Fayez semakin dibuat penasaran. Ia menoleh ke belakang untuk memastikan masih ada orang atau tidak di area sekolah.
"Gue nggak pernah dibentak sebelumnya. Bahkan mama dan papa juga nggak pernah bentak gue."
Fayez semakin mengkerutkan keningnya.
"Suara itu...."
"Gue emang salah, tapi gue juga nggak bisa kalau dibentak di depan banyak orang. Hkkss.."
"Dania!."
***
"Aduh.. si Fayez lama banget, sih. Ini udah mau hujan, tapi dia belum nongol juga."
Samudera masih setia menunggu Fayez di dalam mobil milik sahabatnya itu. Kalau tidak seperti itu, ia tidak akan bisa pulang. Hanya ini yang bisa ia lakukan.
"Shelina!."
Sam keluar dari mobil dan memanggil Shelina yang berjalan keluar dari area sekolah.
"Lho, Sam. Fayez mana? Lo kok sendirian?," tanya Shelina yang sudah berada di samping mobil lelaki pujaan hatinya.
"Gue nggak tau. Tadi Fayez lagi mau liat sesuatu yang horor di lapangan," jawab Sam.
"Horor? Maksud lo?."
"Iya. Tadi gue sama Fayez denger orang yang lagi nangis di balik pohon. Nah, si Fayez lagi mau liat siapa yang ada dibalik pohon itu. Tapi sampe sekarang belum balik juga."
"Apa?! Jadi, lo ninggalin Fayez sendirian di sana?," pekik Shelina yang diangguki dengan polos oleh Sam.
"Lo gila, ya? Kalau terjadi sesuatu sama Fayez, gimana?."
"Y-ya, mana gue tahu. Gue kan gak berani ikut. Gue takut ada setan," kata Sam jujur sebari bergidik ngeri.
"Mana ada setan sore-sore begini, Samudera?." Shelina menatap Sam dengan wajah kesal dan gemas.
"Ya, sori. Terus sekarang gimana? Apa kita susul Fayez aja ke dalem?," tanya Sam.
JGER
Tiba-tiba saja hujan turun dengan deras, bersamaan dengan petir yang menyambar.
"Gak mungkin kita susul. Ini hujan gede banget, petirnya juga serem," ujar Shelina.
Mereka berdua tengah berteduh di tempat parkir. Untung saja tempat parkir SMA Kencana memiliki atap.
"Duh, Fayez ke mana, sih? Gue khawatir sama dia." Sam tidak dapat menyembunyikan kepanikannya. Ia terus saja menatap ke area sekolah untuk memastikan kalau Fayez baik-baik saja.
Namun sayang, sudah hampir setengah jam, belum ada tanda-tanda kemunculan Fayez dari dalam sana.
Hujan sudah semakin deras. Dan petir-petir saling menyambar seolah tengah saling balas.
Tubuh shelina semakin menggigil karena kedinginan.
"Shel, lo masuk aja ke dalem mobil Fayez, ya. Badan lo udah menggigil kayak gitu," ucap Samudera.
Shelina mengangguk. Ia memang sudah tak kuat lagi berada di luar.
"Aduh, Fayez. Lo ke mana, sih?."
***
Tubuh Dania dan Fayez sudah basah kuyup oleh hujan yang sangat deras. Mereka masih berada di bawah pohon mangga itu.
"Fayez, mending lo pergi. Hujannya makin deres, lo bisa sakit kalau terus-terusan di sini," kata Dania yang tengah memeluk tubuhnya sendiri.
"Gue nggak mungkin ninggalin lo sendirian di sini," jawab Fayez.
Bibir laki-laki itu sudah membiru. Wajahnya juga sudah pucat karena kedinginan.
"Bentar."
Dania mengambil jaket dari dalam tas miliknya. Hampir saja ia lupa dengan benda yang selalu ia bawa kemana pun.
"Lo pake ini." Dania memakaikan jaketnya ke tubuh Fayez, berharap laki-laki itu tidak akan lagi merasa kedinginan.
Namun Fayez justru melepas kembali jaket tersebut dan memakaikannya di tubuh Dania.
"Lo yang lebih butuh ini."
Dania menatap wajah Fayez dari jarak yang sangat dekat, bahkan terlalu dekat.
"Tap-tapi...."
"Nggak usah tapi-tapian. Gue cowok, gue bisa jaga diri gue sendiri."
Dania mengalah. Entah mengapa ia tidak dapat menolak perlakuan Fayez yang begitu manis. Walaupun wajahnya datar dan tidak berekspresi, tapi Dania merasa ada kehangatan di setiap sentuhan tangan Fayez.
"Kita harus cepet pulang," kata Fayez. Ia menengok ke arah parkiran. Mobilnya masih ada di sana, dan ia yakin Sam juga ada sedang menunggunya.
"Aaakkhh.. Lo kenapa gendong gue?," pekik Dania ketika merasa tubuhnya melayang dan Fayez yang menggendongnya dengan posisi ala bridal style.
"Biar gak ribet," jawab Fayez datar.
Fayez berlari menembus rintikan air yang semakin turun dengan deras. Tangan Dania melingkar ke leher milik Fayez dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang laki-laki itu.
"Fayez, aku merasa nyaman dan aman berada di pelukan kamu."