Maaf,
Hanya kata itu yang mampu aku ucapkan.
Aku tidak ingin kita jatuh terlalu dalam,
Meski nantinya hanya aku yang jatuh.
Aku masih ingin menjaga,
Menjaga sesuatu yang tidak ingin aku lepas.
(Fayez Ghazali)
***
Fayez Ghazali. Pagi ini ia telah mematahkan hati seorang gadis. Mungkin menurutnya itu semua hanya ucapan biasa, tapi tidak bagi Dania.
Ia masih berjalan biasa saja. Sedangkan keempat teman-temannya masih membujuk dan meminta maaf pada Dania. Apa dia tidak merasa bersalah, setelah apa yang dilakukan pada Dania?
"Yez, tunggu!." Galang berteriak di ujung koridor bersama Samudera, Agus dan Sahroni. Mereka berlari menyusul Fayez yang kini berhenti tepat membelakangi mereka.
"Huh.. Huh.. Lo kenapa, sih? Kok tega banget sama Dania?," tanya Samudera dengan nafas menderu.
"Iya. Kasian Dania. Mukanya sedih banget tadi," sambung Sahroni.
"Kalian nggak usah ikut campur," balas Fayez tanpa menoleh ke arah teman-temannya.
"Lo nggak boleh kayak gitu. Dania itu cewek, hati dan perasaannya lembut. Apalagi tadi lo ngomongnya judes banget. Gue yakin, dia lagi nangis sekarang."
Fayezal masih diam. Namun hatinya sedikit terenyuh. Apalagi ketika Agus berkata kalau mungkin saja Dania sedang menangis. Ada ketidakrelaan di dalam hati Fayez kalau benar gadis itu menangis.
"Yez, mending lo minta maaf sama Dania."
Fayez melirik Galang sinis. Berani sekali laki-laki itu menyuruhnya untuk meminta maaf pada Dania.
"Iya, Yez. Lo jangan sampai nyakitin hati orang. Nanti pas lo mau mati, malah susah," Galang menambahi. Kali ini Kedua mata Fayez terbuka lebar.
"Maksud lo?," tanya Fayez pada Galang dengan wajah tegang.
"Nih ya, lo pernah nonton film, nggak? Yang judulnya, orang yang suka bikin sakit hati nanti mati lubangnya kaga dalem. Lo pernah nonton, gak?."
Fayez menggeleng dengan wajah polosnya.
"Lang, emang ada film begituan?," bisik Sahroni.
"Diem lo!," jawab Galang sebari menyenggol bahu Sahroni.
"Coba lo liat deh. Serem tau. Ceritanya itu tentang seseorang yang suka bikin sakit hati. Nah pas mau mati, dia kan sakaratul maut dulu, itu susaah... Banget. Sampe di doain satu kampung tapi nggak mati-mati juga. Terus dia inget, kalau dia pernah bikin sakit hati orang, dan ternyata orang itu nggak maafin dia."
Keempat teman Galang termasuk Fayez mendengarkan dengan seksama. Mereka melihat wajah serius dari Galang dan seolah sangat meyakinkan.
"Terus? Dia mati, kagak?," tanya Agus yang mulai penasaran.
"Nah, dicari lah orang itu. Dia mau maafin,"
"Alhamdulillah," ucap keempat lainnya serempak.
"Diem dulu! Gue belum selesai," ucap Galang terjeda. "Orang itu mau maafin, asal ada syaratnya," lanjutnya.
"Apa tuh?," tanya Samudera tak sabar.
"Syaratnya adalah, kuburan orang yang suka bikin sakit hati itu nggak boleh dalem-dalem. Jadi pas di kubur, lo semua bisa bayangin lah ya kayak gimana."
Cerita Galang berhasil membuat keempatnya takut dan bergidik ngeri. Termasuk Fayez. Laki-laki itu mengusap tengkuknya yang tiba-tiba saja merinding dan raut wajahnya pun berubah tidak enak dilihat.
"Gue jadi takut, deh. Gue pernah bikin salah gak ya sama orang?," kata Agus bertanya pada dirinya sendiri.
"Gue juga. Kalian semua nggak ada yang sakit hati sama gue, kan? Gue mau minta maaf. Daripada entar gue matinya kayak gitu," sambung Samudera.
"Makanya itu, ambil pelajaran dari setiap kisahmya. Kita nggak boleh bikin sakit hati orang lain, karena kita nggak tau sedalam apa hati manusia."
Agus, Sahroni dan Samudera mengangguki ucapan sekaligus nasihat yang Galang katakan. Galang benar, kita tidak pernah tahu sedalam apa hati manusia. Jangan sampai, ucapan dan perbuatan kita membuat hati orang tersinggung hingga sulit memaafkan kita sampai akhir hayatnya.
"Gimana, Yez? Lo masih nggak mau minta maaf sama Dania?." Galang kembali bertanya pada Fayez yang masih kikuk dan tidak berbuat apa-apa.
"G-gue nggak tau," jawab Fayez sedikit terbata.
"Mending lo minta maaf sekarang aja, Yez. Mumpung ada waktu." Agus menimpali.
"Iya. Gue juga mau cari orang, siapa tahu mereka pernah sakit hati sama gue. Terlebih karena ketampanan gue ini," kata Samudera sebari mengibaskan rambutnya yang sedikit gondrong.
"Apa hubungannya?," tanya Sahroni mengkerutkan kening dan menatap Samudera.
"Ya.. Mereka sakit hati karena nggak bisa jadi pacar gue, lah."
"Pede banget lo! Ayo lah mending kita minta maaf sama orang-orang!," ajak Galang.
"Kuy! Mending lo pikirin baik-baik, Yez."
Keempat teman Fayez menepuk bahu laki-laki itu bergantian dan pergi meninggalkannya seorang diri. Fayez masih terdiam, mencerna apa yang dikatakan teman-temannya dengan baik.
"Apa iya, gue harus minta maaf sama Dania? Tapi gengsi, lah!."
***
"Lo kenapa, Dan? Pagi-pagi muka udah ditekuk kayak gitu."
Dania tak menjawab pertanyaan Siska. Ia duduk di samping sahabatnya yang tengah membaca novel kesukaannya itu.
"Dania, lo baik-baik aja, kan?." Kini Andy yang bertanya. Ia menghampiri dua gadis yang telah sah menjadi sahabat baiknya.
"Sis, kenapa?," tanya Andi pada Siska karena Dania juga tidak menjawab pertanyaannya.
"Nggak tau. Dateng-dateng mukanya udah ditekuk kayak gitu," jawab Siska sebari mengangkat bahu.
"Dan, lo kenapa, sih? Kalau ada masalah, mending lo cerita sama kita," lanjut Andy.
"Iya, Dan. Lo jangan diem aja, dong. Kita kan juga ngerasa nggak enak karena liat lo pagi-pagi udah sedih." Siska memeluk tubuh Dania dari samping, membujuk agar gadis itu mau mengeluarkan semua masalah yang tengah dirasa.
"Gue nggak kenapa-kenapa," kata Dania, melepas pelukan Siska dan kembali menopang dagu dengan kedua tangannya.
Siska dan Andy saling melirik. "Lo nggak usah bohong sama kita. Ini bukan Dania yang kita kenal," ujar Andy.
"Iya, Dan. Lo harus cerita, apa yang udah terjadi sama lo," sambung Siska.
Kedua mata Siska tiba-tiba saja melirik ke bawah. Ia melihat sebuah paper bag yang tergeletak di lantai.
"Apaan, nih?," tanya Siska sebari mengambil paper bag tersebut.
"What!?." Siska memekik kencang saat melihat jaket milik Fayez yang berada di dalam paper bag yang Dania bawa barusan.
"Ini jaket punya Fayez, kan?," tanya Siska memastikan.
Dania mengangguk lemah. Tatapannya kosong ke depan.
"Kok bisa sama lo?," lanjut Andy.
Dania beranjak sebari menarik nafas dalam-dalam. "Ceritanya panjang," katanya.
"Pasti si Fayez juga yang udah bikin lo sedih kayak gini, kan?," tanya Siska sebari memicingkan kedua matanya.
"Bener, Dan?," sambung Andy.
Dania melirik kedua sahabatnya secara bergantian, lalu mengangguk dan kembali menangkupkan wajah di atas meja.
"Astaga! Cowok itu emang brengsek!." Siska beranjak dari duduknya, kedua tangannya sudah mengepal dan siap menghajar wajah Fayez.
"Lo mau ke mana?," tanya Andy sebari menahan Siska.
"Gue mau cari Fayez. Dia harus tanggung jawab. Enak aja udah bikin Dania sedih kayak gini." Dada Siska naik turun, nafasnya pun ikut memburu karena emosi yang sudah memuncak.
"Udah lo tenang dulu. Kita harus tau cerita yang sebenernya. Nggak boleh menghakimi orang seenaknya," bujuk Andy sebari berusaha menahan Siska.
"Nggak bisa, Ndy! Fayez itu udah keterlaluan. Jelas-jelas dia udah bikin Dania sedih kayak gini. Lo gak liat?."
"Kalian nggak usah cari gue. Gue udah ada di sini."