Chereads / Megan dan Mark / Chapter 17 - Menguntit

Chapter 17 - Menguntit

"Sayang, kamu tambah legit, aku suka," ujar Justin yang langsung mencium jengkal demi jengkal dari leher hingga lengan sambil menggerakkan tubuhnya maju mundur. Pria itu sangat bersemangat dan membayangkan kalau Maya adalah Luna.

"Ah, Justin ... Jangan khianati aku lagi ...." ucap Mama Maya sambil menggigit bibir bawahnya.

Deg! Seketika jantung Justin rasanya terhenti. Ini Maya, istrinya, bukan Luna, selingkuhannya. Justin segera melepaskan diri dari tubuh Maya yang hampir mencapai pelepasan.

"Kenapa bilang gitu? Huh, Ma, Papa mau mandi aja," kata Justin yang berdiri dan segera berlalu pergi menuju ke kamar mandi.

Pria itu terlihat begitu kecewa dengan ucapan dari Maya yang membuat konsentrasi buyar begitu saja. Padahal untuk membangun pikiran dan juga konsentrasi seperti saat bersama Luna itu sangat sulit karena Justin sudah tidak memiliki rasa cinta lagi kepada Maya sama sekali. Bahkan pria itu menjalani kehidupan hingga saat ini hanya demi mempertahankan nama baik dan juga harta dari kedua orang tua Justin dan Maya.

Maya merasa kecewa dan segera duduk bersandar di tempat tidur. "Mengapa kamu seperti itu, Pa? Pasti karena ada wanita lain yang sedang dalam pikiran dan hatimu? Aku sudah hafal dengan semua ini, tetapi aku membantah dan tidak ingin semua kejadian pahit itu terulang lagi."

Maya sungguh tidak menyangka kalau firasat tidak enak belakangan ini ternyata benar-benar membawa pada suatu kecurigaan yang semakin mendalam kalau suaminya kembali berselingkuh. Maya sebenarnya tidak mau kalau sampai hal ini terjadi dan diketahui oleh putranya. Mark sudah memberikan peringatan terakhir jika Justin ketahuan berselingkuh kembali maka Maya harus mau menceritakan semua kepada kedua orang tuanya dan bercerai saja.

***

Keesokan harinya, Maya dan Justin sarapan bersama di meja makan sambil menunggu Mark. Tidak lama kemudian, Mark ikut bergabung untuk sarapan bersama kedua orang tua. "Pagi, Ma. Pagi, Pa."

"Pagi, Sayang. Ayo sarapan dulu. Kamu ada kegiatan apa hari ini?" tanya Mama Maya dengan senyum di wajah menutupi segala luka hati dan kecurigaan terhadap suaminya sendiri.

"Mark ada kerjaan cukup padat hari ini karena teman meminta bantuan dalam proyek lingkar selatan," jawab Mark dengan santai sambil mengambil menu yang tersedia yaitu telur orak arik dan salad.

"Wah, putra Papa ini sungguh sibuk meski sedang liburan," celetuk Justin yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Mark.

Justin tidak merasa apapun tentang hal itu dan melanjutkan sarapan. Mungkin hati pria itu sudah membeku karena nafsu sehingga tidak merasa kalau Mark dan Maya sebenarnya sudah merasakan adanya keganjilan dengan sikap Justin. "Oh iya, Papa nanti mau beli sepatu. Mama mau antarkan Papa?" Justin sengaja berpura-pura bertanya terlebih dahulu kepada istrinya karena tahu Maya sangat sibuk hari ini.

"Maaf, Pa. Mama nggak bisa. Mama ada meeting dan juga bertemu dengan beberapa klien penting hari ini begitu padat jadwal Mama."

"Oh, ya udah. Papa akan meminta Pak Jono mengantarkan."

"Ya, Pa." Maya menahan rasa dan seolah-olah tidak curiga sama sekali padahal sudah tahu semua itu hanya tipu muslihat dan juga pengalihan saja. Maya yakin kalau nanti Justin akan bertemu dengan wanita simpanan. Namun saat ini Maya benar-benar sibuk dan tidak bisa menyelidiki hal itu.

Tanpa disadari, Mark sudah berencana untuk menyelidiki ayahnya. Mark merencanakan semua ini sendirian karena tidak mau terus-menerus melihat mamanya terluka dan kecewa hanya karena perselingkuhan. Mama Maya berhak bahagia seandainya terbukti Papa Justin selingkuh, maka Mark akan bertindak tegas. Kali ini Mark tidak akan berpura-pura tidak tahu tentang permasalahan kedua orang tuanya karena begitu menyayangi Mama Maya dan takut kalau terus-menerus seperti ini akan mempengaruhi psikis Mama Maya.

"Ma, Pa, Mark sudah selesai sarapan dan mau segera pergi. Maaf tidak bisa terlalu lama di sini. Sampai jumpa nanti malam." Mark berpamitan kepada kedua orang tuanya dan berlalu pergi meninggalkan rumah dengan mengendarai mobilnya.

"Mama juga pamit berangkat ke kantor, ya, Pa. Sampai jumpa nanti malam."

"Iya, sampai jumpa."

Maya juga pamit kepada Justin dan berlalu pergi meninggalkan rumah diantar oleh Pak Jono yang merupakan sopir pribadi di rumah tersebut. Saat ini rumah sepi karena asisten rumah tangga juga sedang pergi membeli keperluan dapur yang habis. Justin segera menyelesaikan sarapan dan kembali ke kamar untuk bersiap-siap pergi.

Justin meraih ponsel dan menelepon Luna. "Hallo, Sayangku ...."

"Hallo, Om. Gimana?"

"Ah, kok, tanya gimana. Jelas kangen, lah, sama kamu. Ayo bercinta!"

"Ih, si Om to the point aja. Gimana perkembangan Mark, Om? Mark mau nggak sama Luna?"

"Soal itu, gampang. Nanti Om yang urus. Lagi pula Maya juga bodoh, dia tidak tahu soal ini. Dia mendukung kamu seratus persen!"

"Iya, Om syukurlah kalau begitu."

"Ya, udah. Bertemu di apartemen, ya. Om ke sana naik taksi."

"Oke, Om."

Justin meletakkan ponselnya di meja dan bergegas ganti pakaian. Tidak membutuhkan waktu yang lama pria itu sudah bergaya perlente dan siap untuk pergi berbekal ponsel dan dompet saja. Justin sudah memesan taksi online yang sampai di depan rumah untuk menjemput dan perjalanan menuju apartemen pun dimulai. Justin merasa senang karena Maya dan putranya tidak tahu sama sekali tentang hal ini.

"Aku memang pintar. Bisa memanfaatkan situasi seperti ini," gumam Justin sambil tersenyum.

Setelah perjalanan hampir tiga puluh menit, akhirnya Justin sampai di apartemen. Pria itu segera masuk ke dalam dan naik lift. Tanpa disadari, Mark mengikuti Justin pergi dan sampai di apartemen tersebut.

"Sialan Papa! Beneran ke apartemen. Ini kalau sampai aku pergoki Papa selingkuh, awas aja!!" Mark mengepalkan tangannya merasa kesal melihat papanya masuk ke dalam apartemen.

Mark segera memarkirkan mobil di tempat yang tidak begitu jauh dari apartemen tersebut. Mark tidak habis akal untuk menguntit apa saja yang dilakukan papanya ketika dia dan mamanya pergi dari rumah. Setelah memarkirkan mobilnya, Mark masuk ke dalam apartemen dan melihat lampu lift terhenti di lantai atas. Mark segera masuk lift dan menekan angka yang sama.

Menyelidiki seperti ini memang tidak mudah karena setelah mengetahui lantai berapa Justin berhenti, Mark dihadapkan lagi oleh pilihan nomor kamar. Mark akan berusaha sebaik mungkin untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan membawa bukti kuat.

Luna sudah berada di dalam kamar apartemen saat Justin masuk ke sana. Langsung saja pria paruh baya itu menabrak tubuh Luna yang berbaring di ranjang. "Aduh! Sakit, Om!" Luna terkejut dan menjerit sakit.

"Sakit, ya? Sini, om bikin lebih sakit biar kamu teriak-teriak. Mau?!"

Justin makin terbakar nafsu saat melihat tubuh Luna yang mengenakan mini dress. Tanpa perlu aba-aba dan menunggu waktu yang lama, Justin langsung menanggalkan pakaiannya dan juga pakaian Luna. Pria itu segera melakukan pemanasan yang benar-benar panas. Baru kali ini Luna merasakan seorang pria paruh baya yang tidak pernah terlihat lesu saat bercinta. Mereka pun memulai permainan gila.

Mark sudah sampai di lantai tersebut dan mencoba mencari kira-kira kamar nomor berapa tempat papanya berada. "Aku harus bisa menemukannya. Awas saja, Pa!"

Mark mengetuk pintu pertama kamar di lantai tersebut. Tidak ada jawaban sama sekali sehingga pria itu menekan bel. Beberapa saat kemudian pintu itu pun terbuka. Ternyata bukan Papa Justin yang ada di sana. "Siapa, ya?" tanya seorang pria bertubuh tinggi kurus.

"Oh, maaf. Salah kamar. Aku sedang mencari kamar papaku. Tinggal di apartemen ini, tapi tidak tahu nomornya." Mark sedang berakting siapa tahu pria di hadapannya mengetahui kabar nomor berapa milik Justin.

"Oh, iya, tak apa. Siapa nama Papamu?"

"Justin, namanya."

"Oh, itu yang ujung sebelah kanan."

"Terima kasih, ya."

Mark tersenyum karena sudah mengetahui di mana kamar milik papanya. Segera saja Mark berjalan dengan penuh keyakinan menuju ke kamar ujung sebelah kanan. Bisa atau tidak, Mark akan mengungkapkan perselingkuhan papanya jika memang ada.