Sarkas cahaya matahari tembus melalui celah korden hingga membuat Rachel yang sedang meringkuk di depan dada bidang mengerjab berkali-kali.
Cahaya itu seakan mengingatkan Rachel jika ia telah melewati malam yang indah bersama pria yang berada di sampingnya, memeluknya hangat saat ini.
Rachel menggerakkan sedikit tangannya. Rachel lupa jika sekarang tubuhnya hanya tertutup oleh selimut tebal.
"Eumhmp... jam berapa sekarang?" gumam Rachel melihat sekitar. Rachel langsung mendirikan tubuhnya untuk mengambil ponselnya yang entah ke mana.
Tapi, saat Rachel ingin mendirikkan tubuhnya. Tangan Delon yang masih memeluknya langsung menariknya kembali kedalam pelukan dada polosnya.
"Ka... Kakak? Kenapa kau di sini?" tanya Rachel terkejut. Ia bahkan lupa telah menyerahkan masa depannya kepada Delon.
Delon yang masih setia memejamkan matanya hanya mengulaskan senyumnya lalu mengeratkan pelukannya.
"Terima kasih," ucap Delon dengan nada khas tidurnya, seraya mencium kening Rachel.
Cup
Ketika Rachel merasakan ciuman Delon. Ia baru menyadari apa yang telah terjadi tadi malam.
"A... apa, kita benar-benar melakukannya?" tanya Rachel yang tidak mempercayai apa yang ia liat saat ini.
Delon hanya tersenyum terkekeh seraya melipat kedua tangannya keatas, sebagai bantal kepala Delon sembari melihat wajah kebingungan Rachel.
Rachel sudah mulai panik. Dengan cekatan, Rachel mengedarkan pandangannya. Betapa terkejutnya Rachel mendapati, lingeri hitamnya telah robek. Lalu, Cd Rachel jangan ditanya lagi. Sudah tidak berbentuk.
Rachel menangis sejadi-jadinya melihat benda kesayangannya sudah tidak bisa terselamatkan. Cd itu keluaran terbaru dari merek mahal kesayangan Rachel.
Dan sekarang, pria di sampingnya itu hanya mengulas senyum tidak bersalahnya. Bahkan, seakan tidak ada yang terjadi apapun.
Padahal Delon tahu benar, jika Rachel selalu membeli apapun keluaran dari merek kesayangan itu. Entah itu, tas, baju, atau pakaian dalam. Semua Rachel suka.
"Jangan dekat-dekat! Dasar lelaki hanya mau enaknya saja!"
"Lihat semua hasil perbuatanmu! itu ... itu, itu semuaa adalah barang kesukaanku! Kenapa kamu rusak sih, Kak!" dengus Rachel langsung menjauhkan dirinya dari seringai serigala Delon, seraya menunjuk hasil buah karya Delon, merusak koleksi mewah Rachel.
"Chel, sini ...," Delon bergerak lagi, ia ingin memeluk tubuh Rachel yang saat ini terlihat sangat menggemaskan, ketika sedang marah.
Dengan cekatan, Rachel langsung mempererat selimut yang menutupi tubuhnya, dengan mengapit kedua sisi selimut tebal itu dengan ketiaknya.
"Gak usah mendekat! Aku bilang di sana aja. Bagaimana kakak bisa mengganti rugi koleksiku, hah?! Itu limited edition, hanya satu per produk dalam keluaran satu tahun ...,"
"Astaga, Kak ...," Rachel mulai menangis saat ia mengingat betapa kuatnya perjuangannya untuk mendapatkan koleksinya itu.
Rachel harus rela dijambak.
Rachel harus rela tersiram air oleh salah satu pengunjung yang juga tidak mau kalah dengan Rachel.
Bahkan, dimarahi oleh ibu-ibu yang sedang hamil tua. Sungguh perjuangan yang hebat. Dan kalian bisa merasakan, sesedih apa Rachel sekarang?
Setelah tubuhnya dipakai. Dan koleksinya dirusak ... pria itu hanya tersenyum tampan tanpa bersalah. Benar-benar si Delon.
"Kesini dulu, suamimu butuh pelukan selamat pagi Sayang," ucap menggoda Delon lagi sembari merentangkan tangannya di hadapan Rachel.
Rachel mengernyitkan dahinya mendegar ucapan manja Delon.
"Nih ... ucapan selamat pagi!" Rachel langsung melempar bantal kearah Delon, hingga tanpa sengaja bantal itu mengenai wajah tampan Delon.
Buk
"Aghh... cuma gara-gara itu kamu marah padaku Sayang? nanti akan aku pesankan lagi, tenang saja ...,"
"Memang di pasar mana?" goda Delon pura-pura tidak tahu.
Rachel seketika membulatkan matanya. Ia begitu terkejut mendengar Delon mengatakan ingin membelikan koleksinya di pasar.
"Pasar? Kamu bilang pasar?" Rachel mengulang perkataan Delon. Delon mengangguk mengiyakan.
"Kamu memang menyebalkan, Kak! Sana, pergi dari kamarku!" Rachel langsung menurunkan kakinya tanpa melepaskan selumut tebal yang menutupi tubuh telanjang Rachel.
Delon mengulum senyumnya melihat wajah Rachel semakin marah padanya. Entah kenapa, semakin perempuan itu marah, semakin membuatnya gemas.
Tiba-tiba saat Rachel mulai melangkahkan kakinya. Bagian inti Rachel terasa sangat perih, hampir saja tubuh Rachel terhuyung, untung saja tangannya sudah memegang pinggiran ranjang.
Kenapa sesakit ini sih? Dasar Delon tua! tadi malam dia seperti binatang buas, aku sampai hampir pingsan menuruti dia ...,
"Chel, kenapa? Aku bantu ya, Sayang?" tanya Delon panik. Delon ingin mendekat. Tapi, dengan cepat Rachel melarangnya. Rachel masih sangat kesal dengan pria itu.
"Aku tidak apa-apa. Aku bisa sendiri," sahut singkat Rachel yang masih kekeh berjalan menahan rasa perihnya.
Delon tidak bergeming. Ia tidak akan tega melihat wanitanya menahan sakit sendirian dan sakit itu juga hasil perbuatannya.
Dengan tubuh polos. Delon langsung menghampiri Rachel dan menggendong paksa ala bridalstyle. "Jangan protes, Sayang. Aku ingin membantumu mandi," ungkap Delon.
"Tapi, aku tidak mau!" tolak Rachel.
"Ayolah, Chel. Kamu tidak akan bisa mencapai garis finish tanpa aku," sambung Delon sembari menaik-turunkan alisnya.
"Tapi, jangan macam-macam," kata Rachel memperingatkan Delon, karena tubuhnya masih lemas gara-gara Delon.
"Hmm... Nggak janji, Sayang. Hehehe...." Delon dengan cepat membawa tubuh Rachel masuk kedalam kamar mandi. "Bersiaplah, istriku," lanjut Delon seraya tertawa.
"Dasar mesum!" dengus Rachel.
Regan lagi-lagi mengumpat kasar dalam batinnya. Perempuan yang terlihat sangat menyedihkan di hadapan semua orang, nyatanya lebih berbahaya dari seoarang pemubunuh.
Regan yang semula baru memulai rencana awalnya untuk mengetahui kebenaran Jenny, sekarang Regan semakin ingin membuka topeng kebusukan Jenny.
Sedangkan Jenny terlihat bersyukur saat dirinya mengancam Regan, kedua orang tuanya tidak melihat, apalagi Jeno dan Martha.
Jeno dan Martha terpaksa harus menginap di rumah Tio karena Sesil yang memintanya. Sesil takut jika Jenny akan kambuh lagi, setelah pingsan untuk kali keduanya pada saat mengancam Regan.
Lebih tepatnya Jenny pura-pura pingsan.
Hingga pagi ini, Jeno dan Martha masih ditahan Sesil karena hari ini memang hari libur. Jeno tidak pergi kekantor, dan Martha pasti tidak mempunyai kegiatan yang pasti.
"Jen, kamu sudah memiliki jawabannya? Aku takut Jenn ...," kalimat Tio terputus. Pria paruh baya itu tidak sanggup melanjutkan kalimatnya yang seakan juga akan merenggut nyawanya.
Jeno yang berdiri di samping Tio hanya bisa menepuk halus bahu kakaknya sembari menikmati udara taman yang sejuk.
"Kak, aku tidak tau harus mengatakan apa. Tapi, aku yakin Jenny akan baik-baik saja," ucap Jeno memberi keyakinan yang kuat pada Tio.
"Aku akan memberikan apapun padamu, Jen. Seluruh hartaku juga akan kuserahkan padamu. Asal aku bisa melihat putriku bahagia dengan Delon," sambung Tio yang semakin ingin menikahkan Delon dengan Jenny.
Jeno menghela napas kasarnya. Jeno tidak sampai hati mematahkan harapan kakaknya itu. Tapi, Delon juga sudah menegaskan pada dirinya jika putranya itu tidak bisa menikahi Jenny.
"Kak, tenanglah ... Aku yakin Jenny akan selamat. Tapi, untuk perjodohan Delon dan Jenny, Aku ...," Jeno ragu mengatakan yang sebenarnya kepada Tio.
"Kenapa? Apa kurang seluruh hartaku, Jen?" tanya Tio menegaskan kepemilikan hartanya lagi. "Jenny, baik, cantik, dan pintar. Dia akan serasi dengan Delon, putramu itu."
"Maafkan aku, Kak. Ini bukan masalah harta. Tapi, Delon telah memiliki kekasihnya sendiri," jelas Jeno dengan nada rendahnya. Jeno benar-benar takut kakaknya itu sedih.
"Apa?! Kenapa kamu tidak bilang, Jen! Aku tidak mau tau, Delon harus menikahi Jenny," sarkas Tio masih tetap memaksakan kehendaknya pada Jeno.
"Aku juga seorang ayah, Kak. Aku tidak bisa menuruti permintaanmu. Permisi." Jeno langsung menundukkan tubuhnya sedikit condong di depan Tio. Jeni segera pamit meninggalkan Tio yang sudah sedari tadi menahan amarahnya.
Aku juga seorang ayah, Jeno. Bagaimanapun caranya Delon harus menikahi Jenny, putriku!