Chereads / HE ISN'T MYBROTHER / Chapter 22 - Remo's Time

Chapter 22 - Remo's Time

Akhirnya Rachel sampai di kampus dengan perasaan lega dan kesalnya.

Perasaan lega, akhirnya Rachel tidak akan mengulang kelas profesor Husein di semester depan. Dan perasaan kesalnya karena Rachel harus menebus proposal itu dengan tubuhnya.

Rachel memegang erat proposalnya sembari menyusuri lorong kampus. Ia tidak akan ceroboh lagi seperti waktu lalu. Tidak akan lagi ada pengulangan cerita.

Rachel berjalan sendiri karena kedua sahabatnya sudah berada di kelas. Entah ada angin apa Sellyn dan Vero bisa datang lebih pagi darinya.

Untung kelas profesor Husein di mulai jam 9, jadi Rachel tidak terlalu terburu-buru, apalagi Rachel harus mengurus bayi besarnya dulu.

"Chell ...," teriak seseorang dari belakang Rachel memanggil dirinya.

Rachel memutar badannya, lalu mengulas senyum simpulnya untuk membalas panggilan itu.

"Gue kira lo masih di parkiran," katanya setelah sampai di depan Rachel. Rachel menggeleng, "Gue tadi naik taksi, Kak," sahut Rachel berbohong.

Sebenarnya tadi Rachel yang meminta Delon untuk diturunkan sebelum area kampus. Ia tidak akan mau diserang seluruh fans Delon, jika dirinya ketahuan keluar dari mobil Delon.

"Kak Remo mau apa kesini? Bukan gedung lo di sana?" tanya Rachel yang memang bingung kedatangan Remo saat ini.

Remo tersenyum tampan menanggapi pertanyaan primadona kampus itu. Seakan pertanyaan itu mengulik senyum di bibirnya.

"Lupa?" Remo mencodongkan tubuhnya di depan Rachel. Hingga tubuh Rachel reflek memundurkan tubuhnya. "Hah? Kaget Rachel.

"Kita satu kelas dan satu team. Lo lupa cantik?" jelas Remo lagi yang masih menatap mata Rachel lekat dengan senyum tampan yang belum pudar.

Rachel membulatkan matanya. Ia benar-benar lupa, jika minggu lalu profesor Husein telah memasangkan dirinya dengan senior tampan di depannya itu yang memiliki berjuta fans di kampus.

"Ya Tuhan gue lupa!" Rachel langsung mendorong tubuh Remo menjauh darinya, seraya melirik kesekitar dirinya dan Remo.

Tidak enak juga jika pandangan mematikan para fans Remo membunuhnya saat ini.

"Makanya gue ingetin, yuk masuk!" Remo mengulas pucuk kepala Rachel dengan gemas, lalu menariknya masuk kedalam kelas.

Sontak kedatang senior dan junior terpopuler itu mengundang decak kagum dan kesal seisi kelas.

Ada yang memuji kecantikan dan keserasian Rachel dan Remo. Tidak sedikit pula yang menyinyir keakraban Rachel dengan Remo.

"Cantik banget Rachel ya! serasi sama Remo,"

"Kalau jadian beneran, bisa heboh sejagad raya. Bisa-bisanya kak Remo senyum kayak gitu ke Rachel," tambah mahasiswi lainnya yang juga berbisik.

"Ihh, nggak pantes banget kak Remo sama Rachel. Gue tebak Rachel pasti b*tch"

"Rachel cuma menang fisik doang. Palingan dia miskin. Nggak level banget."

Seluruh mahasiswi saling berbisik dan menatap Rachel tidak suka. Benar-benar situasi yang menyebalkan pikir Rachel.

Namun Sellyn dan Vero tidak memperdulikan mereka yang saling berbisik mengenai Rachel. Dengan wajah sumringahnya, Sellyn dan Vero melambai kearah Rachel untuk segera menghampiri mereka berdua.

"Chel, sini deh!" teriak Vero. Rachel mengangguk dengan langkah kaki yang masih mengayun menaiki anak tangga.

Tapi, di saat Rachel sedang fokus berjalan, tiba-tiba di pertengahan jalan, ada sesuatu yang tiba-tiba membuat Rachel hampir tersandung. Untung Remo masih berjalan tepat di depannya.

"Aaagh ...," teriak Rachel yang langsung membuat Remo bersiaga menangkapnya. "Lo nggak papa?" tanya Remo cemas. Rachel mengangguk lalu dengan cepat melepaskan dirinya di pelukan Remo.

Rachel dengan emosi mencari penyebab dirinya yang hampir mencium lantai anak tangga, jika Remo tidak menolongnya tadi.

Rachel memutar kepalanya. Menatap tajam kearah salah satu mahasiswi yang memang selalu membuat masalah dengannya.

"Ada masalah apa lo sama gue?" tanya dingin Rachel pada Rere yang selalu saja menginginkan dirinya celaka.

Rere bersekedap dada dengan tatapan lurusnya. Rere tadi memang sengaja menaruh kakinya di pertengahan jalan Rachel. Hanya satu tujuan Rere, membuat Rachel malu.

"Lo ngomong sama gue?" Rere tertawa kecil sembari menunjuk dirinya sendiri.

"Emang di sini ada lampir lagi, kecuali lo!"

"Apa lo bilang!" sungut Rere tidak terima.

"Lampir!" Rachel kembali mengulangi panggilannya dengan nada acuh.

Rere langsung mendirikan tubuhnya, seraya mengangkat tangannya keudara sejajar dengan wajah berani Rachel.

"Dasar bi*ch!" Tamparan Rere sudah akan melayang di pipi putih Rachel. Tapi, dengan cepat Remo menyangkal dengan kasar.

"Jangan lo berani nyentuh dia. Sekali lagi gue liat lo nyentuh seujung rambut Rachel. Gue pastiin lo berhadapan dengan gue!" ucap Remo dingin dengan tatapan mematikannya. "Ayo, pergi ...," Remo langsung menarik tangan Rachel pergi dari sana.

Rachel berdecak senang, saat melihat Rere terpaku tanpa bisa melawan dengan ancaman Remo tadi.

Rachel yang masih berada dalam gandengan Remo, meledek Rere dengan menjulurkan ibu jarinya kebawah.

Rere menatap Rachel dengan begitu kesal. Jika tadi tidak ada Remo. Rere pastikan akan membuat Rachel dipermalukan di depan seluruh mahasiswa di kelas.

"Dasar bi*ch! sekali bi*tch tetap bi*ch! Lo akan tau balasan gue, Rachel!" gumam Rere kesal.

"Udah, Re. Lo cepetan duduk! liat tuh, prof. Husein udah hampir datang, jangan bikin gara-gara," ucap Dea mengingatkan Rere.

Dengan terpaksa Rere menurut untuk duduk, dengan perasaan kesalnya. Rere tidak akan mau membuat nilainya turun dan dikalahkan kembali oleh Rachel.

"Selamat pagi semua." Profesor Husein sudah berada di depan kelas dengan wajah dinginnya, seperti biasa.

"Selamat pagi Pak," sahut seluruh isi kelas secara bersamaan.

"Seperti yang saya sampaikan di minggu lalu. Hari ini kumpulkan hard copy proposal kolompok kalian, dan bawa yang asli untuk penelitian," jelas profesor Husein sembari menatap kesepenjuru isi kelas.

Sellyn menyenggol lengan Rachel. Memberi isyarat kepada Rachel untuk mengumpulkan proposal kelompok mereka.

"Aaa--- iyaiya, sans gaes! Gue udah bawa ni. Gue nggak bakal lupa ...,"

"Gimana gue bisa lupa ... kalau harga proposal seharga hidup gue," sambung Rachel dengan bergumam pelan. Hingga membuat Sellyn mengernyit.

"Ngomong apaan lo tadi, Chel?" tanya Sellyn penasaran, tapi ia juga tidak terlalu mendengar kelanjutan kalimat Rachel tadi.

Rachel menggeleng. "Lo salah denger kali. Budek sama tuli beda tipis, Neng," ledek Rachel mencoba mengalihkan pertanyaan Sellyn.

"Sialan lo! Cantik-cantik gini mana ada yang budek," sungut Sellyn sembari membenarkan bedaknya lagi.

Rachel hanya tertawa kecil menanggapi sahabatnya yang satu ini.

Rachel menjadi perwakilan dari kelompoknya untuk mengumpulkan propsal hard copy-nya di depan meja dosen. Lalu, bergantian dengan mahasiswa lainnya.

Rachel dan seluruh isi kelas telah memakai almameter kampusnya yang berwarna biru tua. Rachel nampak cantik dengan setelah almameter tersebut dengan rambut yang ia gulung keatas, hingga memperlihatkan tengkuknya yang putih.

"Kak Remo dan Kak Alvin cari data produksinya. Biar gue, Sellyn, dan Vero cari data pembukuannya," jelas Rachel yang langsung diangguki oleh Remo dan yang lain.

Rachel dan yang lainnya bersiap untuk menuju keprusahaan yang telah ditentukan oleh profesor Husein dengan menggunakan mobil Remo.

Tapi, saat Rachel ingin menyusul ketiga sahabatnya duduk di belakang. Remo langsung menarik tangannya.

"Lo di depan aja. Temenin gue. Gue butuh yang seger-seger," ucap Remo dengan cengengesan.

"Ah, lo bisa ae, Re! dasar modus lo!" sahut Alvin yang berada di samping Rachel.

"Brisik banget, lo!" balas Remo pada sahabatnya.

Rachel awalnya nampak ragu. Tapi, Remo berkali-kali memintanya untuk duduk di sampingnya. "Chel, please ...,"

Akhirnya Rachel mengangguk, dan berpindah duduk di samping Remo.

"Lo di belakang. Jangan ganggu gue," tungkas Remo pada sahabatnya itu. "Baik, pak Boss!" sahut Alvin dengan nada yang dimirip-miripkan dengan petugas kepolisian.

"Bagus." Remo tersenyum samar. Ia tidak akan melewatkan hari ini bersama Rachel.