Aku pernah berpikir seperti ini:
Dari manakah sebenarnya sebuah masalah itu datang?
Ini mungkin merupakan pertanyaan yang terdengar cukup simpel bagi orang-orang biasa.
Ya, sama seperti dengan pertanyaan lainnya.
Namun, itu bisa menjadi rumit karena jawabannya juga dapat bervariasi.
Kebanyakan orang mungkin akan menjawab musuh.
Tidak jarang juga jika ada yang akan menjawab teman atau bahkan keluarga sendiri.
Meskipun begitu, aku akhirnya dapat sampai pada suatu kesimpulan...
Terkadang, kitalah yang menghasilkan masalah pada diri kita sendiri.
"..."
Ya–Yah, pemikiran seperti itu sebenarnya tidak terlalu spesial, sih ... maksudku, setiap orang pasti juga pernah memikirkan hal yang sama.
Kurasa memang karena sedang lari-larian begini, makanya itu menjadi alasan diriku malah jadi memikirkan hal-hal yang tidak biasa.
"..."
Ka–Kalau tidak salah ... tadi dia bilang hanya tinggal lurus saja, 'kan?
Tapi, aku rasa dari tadi aku sudah pernah lewat sini.
Apa mungkin hanya perasaanku saja?
"..."
Tidak, sepertinya tidak.
Aku hanya membuat alasan seperti itu karena sebenarnya aku telah tersesat.
Maksudku, mana mungkin ada tempat yang seperti itu.
Kalaupun memang ada, pasti dibuat dengan sihir.
"..."
Kalau dipikir-pikir lagi ... ah, benar. Sepertinya tempat seperti itu sungguh ada di dunia ini.
Yah, lagi pula, ini adalah dunia lain, sih!
Namun ... ini gawat sekali.
Aku tidak menyangka jika diriku akan tersesat seperti ini.
Yah, berdiam diri saja tidak mengubah apapun.
Lebih baik aku langsung lari-larian tidak jelas saja sampai menemukan petunjuk.
Aku mengatur napasku sembari melihat ke langit. Ketika melakukannya, aku menyadari sesuatu.
"Benda itu sebelumnya tidak ada..."
Sesuatu seperti kabut berterbangan di langit-langit.
Asap!
Benar juga, asap!
Mengapa aku tidak terpikirkan soal itu?
Padahal benda itu sudah jelas-jelas terlihat ketika ada api.
Eh? Tapi ... kenapa asapnya baru muncul sekarang?
Apa mungkin kebakarannya belum menyebar terlalu jauh?
Yah, hutan ini benar-benar sangat luas, sih. Wajar saja jika apinya masih belum terlalu menyebar.
Tu–Tunggu. Kalau bisa, janganlah sampai menyebar juga.
Tidak ada yang mau hal itu terjadi, tentu saja termasuk diriku juga.
Maksudku, kebakaran ini kemungkinan besar disebabkan oleh kawanan kelompokku, loh.
Akan gawat jadinya jika kami malah akan terlilit hutang yang banyak.
Aku menggigil dan dengan spontan memeluk diriku sendiri.
Me–Menyeramkan. Jangan sampai hal itu terjadi pada kami...
***
Aku mengikuti jejak asap yang ada di langit-langit.
"Ah, akhirnya sudah terlihat."
Ini hanya perasaanku saja ... tapi apa memang benar kebakarannya belum terlalu menyebar?
Maksudku, dari yang kuingat tadi kebakarannya sudah cukup luas.
Namun, ketika aku hendak kembali ke lokasi, lokasi kebakarannya tiba-tiba saja jadi menjauh.
Ada yang aneh...
Kebakarannya terlihat seolah-olah telah menyusut dengan sendirinya.
Apa mungkin bala bantuan dari kota sudah tiba?
Aku melihat ke sekitarku dan menyadari tidak ada sedikitpun hawa keberadaan seseorang yang dapat kurasakan.
"Sepertinya tidak..."
Kalaupun mereka sudah datang, seharusnya mereka sudah menemukanku yang sedari tadi sedang mondar mandir di sini.
Aku harus segera mencari Rord.
Dengan berhati-hati, aku perlahan masuk ke dalam lokasi melewati kobaran api yang menyala pekat.
Dikelilingi oleh kobaran api yang hanya diam di tempatnya saja, aku melihat ke sekitar.
"Sudah kuduga, ada sesuatu yang aneh. Ini terasa seolah-olah apinya dihalang oleh sesuatu untuk menyebar."
...?
Dari jarak yang cukup jauh, terdengar suara pohon yang tumbang.
Merasa ada sesuatu yang terjadi, aku pun segera berlari ke asal suara tersebut.
***
"Rasakan ini! Rasakan ini! Rasakan ini!"
Ro–Rord?
Itu dia. Aku yakin itu adalah dia.
Ketika aku menyadari keberadaannya, aku segera berlari menuju ke arahnya.
"Ooi–! Rord!"
Memasang wajah bingung, Rord melihatku seperti itu.
Dalam sepersekian detik ketika ia menyadariku, ia pun mengubah ekspresinya.
"O–Ooh! Hey–!"
"Syukurlah! Aku akhirnya berhasil menemukanmu! Apa kau baik-baik saj–"
Dia memang terlihat baik-baik saja ... tapi, sesuatu yang ada di tanah ini...
Itu benar, di bawah kaki Rord, tidak, lebih tepatnya, mungkin sesuatu yang sedang ia pijaki ... adalah Evil Tree yang sedang tergeletak di tanah.
Sembari menunjuk ke arah bawah roknya, aku bertanya.
"Emm ... apa kau bisa menjelaskannya?"
"Hm? Apa kau sedang menanyakan kondisiku? Tentu saja aku baik! Aku selalu berada dalam kondisi primaku! Di manapun dan kapanpun itu!"
"He–Heeh..."
Padahal bukan itu yang sebenarnya ingin kutanyakan...
"Hey, katakanlah, Rord. Apa kau bisa menggunakan sihir api?"
"Em? Ya. Tentu saja aku bisa."
Aku punya firasat buruk soal ini...
Ada apa dengannya? Perasaan khawatirku padanya terasa seperti sia-sia.
Maksudku, dia terlihat benar-benar sedang baik-baik saja.
Dia seharusnya bisa keluar dari tempat ini meskipun tanpa bantuanku sekalipun.
Maksudku, apa dia bahkan perlu bantuan dariku...?
Tidak ada gunanya aku khawatir padanya...
Ini percuma saja.
Kesampingkan itu dulu, dari awal, kenapa diriku bahkan sampai perlu repot-repot mengkhawatirkannya?
Bahkan aku sampai bisa-bisanya mengesampingkan Lucia juga...
Yah, biarlah. Setidaknya, sekarang aku sudah tahu jika dia baik-baik saja.
"Kau ... mengapa wajahmu terlihat seperti sedang menunjukkan jika dirimu seolah-olah sedang kecewa begitu?"
"Bagaimana kau dapat mengetahuinya? Dasar..."
"Apa yang kau katakan? Tentu saja karena aku melihat wajahmu, tahu!"
Yah, yah, dia masih sama seperti biasanya.
"Yah, ini...–"
"–mari kesampingkan itu dulu. Mengapa kau terlihat ngos-ngosan begitu? Pakaianmu bahkan sampai basah, loh."
"A–Ah, ini dikarenakan aku habis lari-laria– eh, bukan itu! Sudahlah, ayo pergi! Akan kubawa kau ke tempat yang aman."
Merasa ada sesuatu yang janggal di sekitaran kami, aku segera menarik tangan Rord dan berniat untuk membawanya ikut pergi.
"O–Ooi! Lepaskan! Mengapa kau menarik tanganku!? Aku bisa jalan sendiri, tahu!"
"Berisik! Padahal kau sendiri juga tidak memberikanku kesempatan untuk berbicara!"
"... Mengapa kau malah jadi marah begitu?"
Mendengar kata-kataku, Rord semakin memberontak untuk melepaskan gandengan tanganku.
"Ooi! Lepaskan! Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan!?"
Aku meraih kembali tangan Rord untuk membawanya denganku
Itu benar, kami harus segera pergi dari tempat ini sebelum akan ada yang mengetahuinya!
"Hey, katakanlah lagi. Di dunia ini, ketika kau menggunakan sihir, apakah akan ada sesuatu semacam jejak kaki?"
"Huh? Ya–Ya, begitulah. Aku tidak tahu kalau orang lain bagaimana, tapi terkadang aku bisa melihatnya."
I–Ini gawat!
Tidak ada seorangpun yang boleh tahu akan kebenaran yang mengancam in–
Selagi aku berpikir, tanpa kusadari Rord pun memperlihatkan sebuah contohnya.
"Misalnya, apa kau lihat Evil Tree yang ada di belakang kita? Kau mungkin tidak bisa melihatnya dengan mata biasa, tapi jika kau memiliki mata ib– ooi––! Berhenti menarik tanganku!"
Mengabaikan kata-kata Rord, pandanganku terfokuskan ke depan.
"Huh...?"
Dari kejauhan, beberapa orang datang menuju ke arah kami.
Sembari melambaikan tangan, mereka turut menanyakan kondisi kami.
"Ooi–! Apa kalian baik-baik saja?"
Ba–Bala bantuan!?
I–Ini gawat! Ini gawat!
Aku bahkan bisa merasakan jika tubuhku menjadi jauh lebih lemas dari pada saat sedang lari-larian tadi.
Jantungku semakin berdegup dengan sangat kencang. Dan tentu saja ini sudah pasti bukan karena sedang jatuh cinta!
Aah ... tubuhku lemas.
Suhunya juga terasa semakin dingin meskipun sedang berada di tempat yang cukup dekat dengan api.
Bukannya kepanasan, ini terasa sangat aneh.
Mungkin perasaan takutlah yang menimbulkannya, sehingga tubuhku menjadi mengigil seperti ini.
Namun, tentu saja itu hanya berlaku untuk sementara karena aku sudah kembali seperti biasanya setelah beberapa sesaat.
Padahal kami tidak sedang berperang, tapi tetap saja aku merasa seperti akan dijadikan seorang tahanan oleh mereka.
"Ya–Ya! Di–Di sini–!"
Aku membalas sorakan orang-orang tersebut sembari ikut melambaikan tangan.
Mereka pun akhirnya menghampiri kami.
Kelihatannya mereka adalah para bala bantuannya.
Tapi, mengapa Caka dan nona Lev tidak bersama dengan mereka?
Lucia juga tidak terlihat ada di antara mereka.
Yah, Lucia itu terlihat sangat mencolok, jadi aneh juga jika dia tidak kelihatan.
"Apa kalian terluka?"
"Ti–Tidak, kami baik-baik saj–"
"–jadi korbannya adalah seorang remaja laki-laki dan satu orang gadis kecil."
"Oi, siapa yang kau panggil dengan 'gadis kecil'?"
Salah seorang pria di antara mereka menghampiriku dan bertanya:
"Kau memiliki sangat banyak luka. Apa kau masih sanggup untuk berjalan ke kota?"
"A–Ah, aku baik-baik saja."
"Apa kau yakin? Aku bisa menggendongmu jika kau membutuhkannya."
"Ti–Tidak, kok, sungguh."
"Begitukah. Baiklah, aku hargai keputusanmu. Kau masih berani untuk melindungi anak ini meskipun sudah penuh dengan luka seperti itu. Kau pasti memiliki jiwa seorang ksatria."
Oi, bukankah itu terkesan terlalu berlebihan?
Yah, dia tidak tahu kejadian yang sebenarnya, sih...
Kau terlalu melebih-lebihkannya, tahu, tuan. Bukan seperti itu kejadian sebenarnya.
Yah, lagi pula, ini hanyalah luka karena tergores ranting-ranting pohon, sih!
Pria tersebut menyadari sesuatu yang ada di belakangku dan memasang ekspresi terkejut.
"E–Evil Tree!? Apa mungkin kau yang mengalahkannya?"
"A–Ah, ini–"
"–sendirian? Sembari melindunginya?"
Tu–Tunggu sebentar. Kau salah paham!
Aku berusaha untuk menjelaskan, tapi ia tidak memberikanku kesempatan untuk berbicara.
"Apa mungkin kau sengaja masuk ke dalam hutan demi menyelamatkan gadis kecil ini?"
"Oi! Siapa yang kau panggil anak kecil?"
"A–Ah, maaf. Kau tidak suka dipanggil begitu, ya. Maaf-maaf."
Mengeles dari kata-kata Rord, pria tersebut kelihatannya cukup ramah dengan anak-anak.
"Oi, Simp! Pria ini menyebalkan, aku tidak menyukai dirinya."
Mengapa kau malah mengatakannya kepadaku?
Dan juga, jangan mengatakannya di depan orangnya langsung begitu. Kau akan menyakiti hatinya, tahu!
"Ga–Gadis kecil, ini urusan orang dewasa. Jadi mungkin kau belum paham dan bisa menepi terlebih dahulu bersama dengan kakak yang ada di sana."
Pria itu menunjuk ke arah seorang perempuan yang ada di dekat kami.
Memasang wajah cemberut, Rord terpaksa mengikuti kata-katanya dan akhirnya pergi menghampiri perempuan tersebut.
"..."
Tidak punya pilihan, ya...
"Tetapi, kau bahkan terlihat tidak memiliki perlengkapan yang layak. Namun, meskipun begitu dirimu tetap memberanikan diri untuk melakukannya. Benar-benar sosok seorang ksatria sejati."
Tidak. Kau salah paham.
"Tidak mengingat bahaya jika kau bisa saja diserang oleh seekor monster– tidak, kau bahkan sudah mengalahkan salah satunya."
Kumohon, diamlah sebentar.
"Firasatku ternyata memang benar. Sejak kita bertemu di kafe demi-human waktu itu–"
Eh? Kafe demi-human?
Ah, yang waktu itu, ya.
"Apa kau juga ada di sana waktu itu?"
"Ya. Aku ada di sana. Ketika dirimu membuat basah seorang gadis di keramaian."
UWEGH–?!
"Pada waktu itu, aku kira kau hanya seorang lelaki cabul biasa. Namun, siapa yang akan menyangka jika dirimu merupakan sosok seorang ksatria sejati– tidak, kau adalah seorang petualang sejati!"
Itu sedikit menyakitkan untuk didengar, tapi ... kau salah paham!
"Kumohon, maafkanlah prasangka burukku! Sekembalinya kita dari sini, aku pasti akan menebus kesalahpahamanku itu dengan membelikanmu armor yang bagus di toko!"
Tidak, tidak, tidak. Kau memang sedang salah paham, tapi dalam artian yang berbeda, tahu!
Dan juga, mengapa dirinya sangat dramatis sekali...?
"Ka–Kau tidak perlu melakukan itu, tuan. Aku sudah cukup senang dengan perlengkapanku sekarang."
"Be–Begitukah? Kau bahkan tidak memerlukan imbalan apapun dari misi yang sama sekali tidak menguntungkan dirimu."
"Ya, ya, ya, ya, be–begitulah!"
Pria tersebut melihat ke arah kobaran api dan bergumam dengan sendirinya.
"Kebakaran ini terkesan cukup aneh, tidakkah kau berpikir begitu?"
"Ya, ya, kurasa kau ada benarnya."
"Aku tidak pernah tahu jika monster pohon juga bisa menggunakan sihir api. Apa mungkin mereka adalah jenis baru?"
"Ah, kalau soal itu, akulah yang menyebab–"
Ketika dirinya ingin mengungkapkannya, aku segera menutup mulut Rord tepat sebelum ia dapat menyelesaikan kata-katanya.
Gadis kecil ini, sejak kapan dia ke sini lagi!?
Bikin repot saja!
Tidak ada yang boleh tahu bagaimana kejadian aslinya!
Tidak ada! Siapapun itu!
"Hm? Apa yang sedang kau lakukan?"
"A–Ah, ini. Ini adalah metode pengobatan dari tempat asalku."
"Be–Begitukah? Kurasa aku perlu lebih banyak belajar lagi. Sepertinya aku memang masih belum tahu apa-apa soal dunia ini."
Ba–Basah! Mengapa dia menjilat-jilati telapak tanganku!?
Pria tersebut kembali mengalihkan pandangannya ke arah kobaran api.
Setelahnya, ia pun menutup kedua matanya.
"Kau bahkan tahu metode pengobatan yang tidak biasa. Aku tahu kau memang menolaknya, tapi sepulangnya dari sini, aku pasti akan membelikanmu sebuah set perlengkapa–"
Mencoba untuk mengalihkan pandangannya padaku, dirinya terkejut karena aku sudah tidak ada lagi di sana.
"Tu‐Tuan? Ke mana kau hendak pergi?"
"A–Aku tidak enak denganmu, makanya aku pergi duluan–!"
"Se–Setidaknya biarkan aku membelikanmu sebuah senjata–!"
Sembari membawa Rord bersama denganku, aku tetap menggandeng tangannya sama seperti sebelumnya.
Tidak seperti sebelumnya, untung saja kali ini dia tidak memberontak.
Yah, harus kuakui jika itu memang salahku karena asal-asalan menyentuh tangan seorang lawan jenis, sih...
***
Sepertinya, sekarang sudah aman.
Itu benar, aku tidak ingin menerima imbalan karena sebuah kesalahpahaman. Apalagi, yang menyebabkan kesalahpahaman itu adalah kami...
Namun, hutan tadi itu benar-benar terlihat seperti sedang menyusutkan api dengan sendirinyq.
Sepertinya, firasatku memang benar.
Kemungkinan yang kupikirkan, ada sesuatu semacam sihir penghalang yang mengekang apinya untuk menyebar lebih luas lagi.
Tapi, aku tidak melihat seorangpun di sana selain diriku dan Rord, jadi aku tidak bisa mengangkat kemungkinan itu.
Bala bantuannya juga baru saja datang setelah peristiwa itu terjadi, jadi itu juga tidak mungkin.
Kemungkinan paling aneh yang kupikirkan ... aku rasa hutan ini hidup.
Itu benar, memang terdengar sangat aneh, tapi hal itu bisa saja terjadi. Mengingat ini adalah dunia yang diberkahi dengan pedang dan sihir, apapun bisa saja terjadi.
Aku mengintip ke belakang untuk mengecek kondisi Rord.
"A–Apa?"
"Ti–Tidak ... tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin melihat jika kita sudah pergi cukup jauh atau belum."
Yah, mau kemungkinan apapun itu, yang penting kami berdua sudah berhasil kabur.
Aku tidak bisa membayangkan jika diriku dikelilingi api seperti itu lagi.
Yah, setidaknya itu tidak lebih buruk dari dikurung di tempat yang sangat sempit, sih.
"Ooi! Ini sudah cukup, bukan!? Biarkan aku berjalan sendiri!"
"O–Oh, maaf."
Aku membiarkan tangan Rord pergi.
Terlihat seperti seorang anak kecil yang baru pertama kali memakai telepon genggam, Rord melihat-lihati telapak tangannya sebentar disertai dengan ekspresi cukup kebingungan terpasang di wajahnya.
Jari-jari dari tangan mungilnya yang lain pun ia pergunakan untuk menekan-nekan telepon tangan tersebut.
Sungguh, aku benar-benar tidak paham akan hal yang sedang ia lakukan.
Tetapi, di samping itu...
Tanganku ... benar-benar sudah dibasahi penuh dengan air liur.
I–Ini menjijikkan...
Namun, di satu sisi ini juga merupakan cairan tubuhnya.
"Ja–Jadi, Rord. Aku ingin menanyakan sesuatu hal padamu."
"A–Ah, apa yang ingin kau tanyakan? Langsung katakan saja."
"Kau ini ... bisa menggunakan sihir api, 'kan?"
"Aku rasa ini bukan pertama kalinya kau menanyakan hal itu..."
"Maaf. Aku hanya ingin memastikan sesuatu saja."
Menyilangkan kedua tangannya mungilnya ke dada, Rord menutup kedua matanya dan menjawab.
"Yah, setidaknya, aku merasa jika diriku adalah yang terbaik di antara para elemen itu. Mengapa kau bertanya?"
Membuka kembali salah satu matanya, Rord bertanya balik kepadaku.
"Aku minta maaf sebelumnya ... tapi, apa benar jika kaulah yang menyebabkan kebakaran ini?"
"Ya–Yah, begitulah."
Rord mengalihkan pandangannya ke tempat lain selagi menjawabnya.
Sembari melirik-lirik sedikit, ia memasang ekspresi wajah sekira-kira terlihat khawatir akan sesuatu.
Melihat dirinya yang seperti itu, aku akhirnya menyimpulkan jika ia dengan sengaja melakukannya karena marah.
Itu benar, dia mungkin jadi terbawa emosi dan berakhir ikut membakar monster-monster pohon yang lain karena peduli padaku.
Itu benar, dia jadi marah karena lelaki pujaannya tak sadarkan diri karena perbuatan mereka.
Itu benar, itu benar. Mungkin itulah yang sebenarnya terjad–
"–aku kesal tahu ... wajah buruk rupa mereka itu terlihat sangat mengerikan dan aku entah kenapa aku menjadi sangat geram sekali rasanya. Aku benar-benar tidak tahan ingin menghabisi mereka. Itu benar, aku ingin menindas mereka!"
Ah ... begitu rupanya...
Jadi bukan karena...
Tidak, lupakan saja hal itu.
"Bodohnya diriku karena kupikir kau benar-benar peduli padaku."
"Apa yang kau maksudkan...? Begini-begini, aku melakukannya demi dirimu, tahu!"
"Eh? Benarkah itu?"
"Itu benar, tahu. Jujur saja, aku juga merasa kesal karena mereka membuat rekanku dikalahkan dengan cara tidak terpuji seperti itu."
"Rord ... aku tidak menyangka jika kau benar-benar peduli padaku..."
"Ooi! Mengapa kau mendekat!? Ooi! Jangan mendekat!"
Aku mendekatkan diri pada Rord dan meletakkan kepalaku ke perut langsingnya yang empuk.
"Sudah kuduga, kau ternyata memang hanya malu-malu saja ... aku tahu jika kau benar-benar pedulu padaku ... dasar, Tuan Putri tsundere satu ini..."
"Ooi! Padahal sudah kukatakan untuk jangan mendekat ... dasar, kau ini memang benar-benar seorang 'Simp', ya..."
***
"Yah, apapun itu ... yang paling penting sekarang, aku bersyukur karena ternyata kau baik-baik saja."
"Ooh ... jadi rupanya kau benar-benar mengkhawatirkanku, ya?"
Rord tersenyum menyeringai diriku.
"Sepertinya, memang percuma saja aku mengkhawatirkanmu dari awal..."
"... Aku balikkan kata-katamu, jujur saja, terkadang aku merasa bingung jika dirimu ini benar-benar peduli padaku atau tidak..."
"Habisnya, bukankah kau terlihat baik-baik saja? Kau bahkan tidak menerima luka lecet sedikitpun. Daripada dirimu, bukankah akulah yang lebih memerlukan pertolongan di sini?"
"Yah, kalau dipikir-pikir lagi, sepertinya kau benar juga. Lagi pula, kau ini sangat lemah, sih."
Aku tidak bisa melawan balik kata-katanya...
"Aku jadi kesal sekarang ... oh, benar juga. Apa kau tahu sesuatu soal Lucia? Terlebih lagi, kita sama sekali tidak memiliki petunjuk akan lokasi dirinya."
"Aku yakin Lucia pasti akan baik-baik saja."
"Mengapa kau bisa seyakin itu? Kita sedang membahas Lucia yang payah ini, loh!"
"Aku tebak kau pasti sama sekali belum pernah berkaca sejak tiba di dunia ini..."
Menggumamkan hal tersebut dengan suara pelan, aku tidak dapat terlalu jelas mendengarnya.
"...?"
"Apa kau lupa? Dia itu adalah salah satu pahlawan, loh. Bukan seorang kandidat, tapi benar-benar murni seorang pahlawan asli."
"Ya–Yah, aku memang tidak pernah lupa soal itu..."
"Lantas, apa yang sebenarnya kau khawatirkan? Biar kuberi tahu kau sesuatu. Menurut legenda yang ada, seorang 'penerus dari cahaya' tidak akan dapat dikalahkan kecuali oleh cahayanya sendiri."
"Cahayanya sendiri? Apa maksudnya?"
"Entahlah, tapi mungkin artinya ia hanya dapat dikalahkan oleh dirinya sendiri. Setidaknya, itulah yang tertulis di dalam buku."
Sial.
Kenapa dia malah jadi serius begitu...?
"..."
Yah, biarlah.
Selagi dalam perjalanan, kurasa akan lebih baik jadinya jika aku memikirkan tentang bagaimana cara agar Rord tidak dapat diketahui sebagai pelaku dari pembakaran yang baru saja terjadi.