Chereads / Jodoh Sampai Surga / Chapter 10 - Jawaban dari doa

Chapter 10 - Jawaban dari doa

Haura masih terpaku di depan lift. Dia memang sengaja membiarkan Abimayu naik duluan untuk menghindari hal-hal buruk terjadi, apalagi mereka akan menikah sebentar lagi.

Tok tok tok

"Masuk."

Baru saja Haura masuk dan berdiri di depan meja, Abimayu langsung mengeluarkan kata-kata yang membuat Haura bingung.

"Jangan datang ke kantor saya jika tidak ada keperluan. Karena saya menerima perjodohan itu kemarin, bukan berarti kamu seenaknya datang ke sini,"ujar Abimayu.

Abimayu terlihat emosi dengan Haura sampai ia melonggarkan dasi dan membuka kancing lengan bajunya.

"Maaf Pak, tapi tujuan saya …"

"Waktu itu saya juga sudah bilang kalau tanah yang saya beli itu bukan tanah wakaf!" Abi menghela nafas panjang.

"Saya datang kesini untuk menyampaikan amanah dari Pak Indra selaku Dosen Psikologi dengan maksud mengundang bapak sebagai pemateri di acara seminar," terang Haura dengan cepat sebelum Abimayu kembali memotong ucapannya.

Abimayu batuk kecil karena merasa malu dengan apa yang dia lontarkan tadi, sepertinya Abi salah pahamm dengan tujuan Haura ke kantornya. Untuk menghilngkan rasa malu itu Abi melemparkan pertanyaan lain.

"Malam itu kamu tidak bilang kalau kamu masih kuliah?" tanya Abi.

"Kalau saja bapak bertanya malam itu, saya pasti jawab."

"Tanpa saya tanya seharusnya kamu ngomong."

"Iya, Saya yang salah, Pak, tapi bapak tidak akan membatalkan perjodohan itu kan?"

Abimayu tersenyum kecil kepada Haura. "Kenapa kamu terobsesi sekali ingin menikah dengan saya?"

"I-tu Pak, Karena …."

Tok tok tok

"Permisi Pak." Terdengar suara Kemal di depan ruangan Abi. Sontak membuat Abi dan Haura terkejut.

"Bapak mau kan jadi pemateri di kampus saya?" tanya Haura cepat dan besar untuk mengalihkan pembicaraan awal mereka.

"Ya, saya akan datang," balas Abi dengan cepat. Padahal ia tidak tahu bisa atau tidaknya datang. Ia membuat keputusan secara mendadak, semua itu karena Kemal.

Abi menghela nafas panjang, begitupun dengan Haura. "Masuk."

"Bapak harus segera meeting, klien sudah menunggu di ruang rapat," ucap Kemal sebelum menyadari ada Haura di depannya. "Oh, maaf Pak, saya tidak tahu kalau ada tamu."

"Syukurlah." Haura dan Abi secara serempak mengucapkan kata itu, karena ternyata Kemal tidak mendengar pembicaraan mereka tadi. Namun, hal itu membuat Kemal bingung, kenapa Abi dan Haura begitu kompak.

Abi menyuruh Kemal untuk langsung ke ruang rapat tanpa menunggu dirinya dulu. Ia harus menyelesaikan masalahnya dengan gadis yang akan menjadi istrinya nanti.

Haura menyerahkan surat undangan yang di buatnya tadi. Abi juga mau tidak mau harus menerima undangan itu, terlebih Pak Indra adalah dosen yang banyak membantu skripsinya dulu.

"Saya akan datang, dengan syarat waktu saya jadi pemateri, saya ingin ruangan yang saya pakai nanti harus bersih, nyaman, dan Ac-nya berjalan dengan baik."

Haura menghela nafas panjang dan tersenyum. "Baik Pak Abimayu, kalau begitu saya permisi dulu, Assalamu'alaikum," ucap Haura dengan lemah lembut, walau sebenarnya ia sangat kesal dengan permintaan Abimayu.

"Ya Allah belum juga jadi istrinya. Kuatkan Haura nanti, Ya Allah jika seandainya dia memang jadi suami Haura," ucap Haura dalam hatinya.

Setelah Haura balik Abimayu langsung menghampiri klennya. "Siang Pak, Maaf jika membuat anda menunggu lama. Tadi saya masih ada urusan sedikit." Abi mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan kliennya.

"Saya mengerti, Pak. Apa sudah bisa kita mulai?"

"Ya. Mal buka file saya."

"Baik Pak."

Hari ini sangat menguras energi Haura, dari berhadapan dengan Pak Indra sampai bertemu dengan Abimayu yang lebih menguji kesabarannya. Haura menyegarkan tenggorokannya di Kafe Dreamlicious favoritnya. Ia memesan segelas Es Jeruk.

"Udah ganti menu sepertinya," ujar Sisil.

Haura tersenyum manis. "Panas-panas gini enaknya minum yang seger-seger Kak."

Beberapa menit kemudian terdengar suara bel berbunyi. "Es Jeruk datang."

"Kok cepet banget datangnya kak?" tanya Haura yang masih berdiri di depan Sisil.

"Bukan buat kamu, Ra. Tapi buat laki-laki itu," tunjuk Sisil ke arah laki-laki yang sedang menuju mereka.

Betapa terkejutnya Haura setelah menolehkan kepalanya. Ternyata laki-laki yang di maksud adalah Faiz, cinta dalam diamnya yang juga ingin melamar dirinya. "Faiz, tumben kamu di sini." Haura terlihat seperti orang yang kebingungan.

"Dia sering kesini, Ra. Tapi entah kenapa datangnya selalu setelah kamu. Hari ini mungkin keberuntungan kalian bisa ke kafe bersamaan. Kalian saling kenal?" tanya Sisil.

"Aku sekampus dengan Haura, Kak," jawab Faiz. "Kalau begitu aku ambil pesanannya. Aku duluan, Ra."

Haura masih tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan. "Sejak kapan Faiz datang kesini. Apa ini kafe favoritnya juga?"

"Ra?" Sisil menggoyangkan tangannya di depan wajah Haura untuk menyadarkan lamunannya.

"Iya Kak. Apa Es Jeruknya sudah ada?" Pikiran Haura entah kemana. Bahkan Sisil bingung kenapa Haura jadi melamun setelah bertemu dengan Faiz dan sikap Haura juga terlihat canggung. Rasa penasaran Sisil mulai keluar, tapi masih bisa ia tahan.

"Belum, tunggu sebentar lagi."

"Kak Esnya Haura bawa pulang aja. Haura lupa kalau masih ada yang harus Haura kerjakan."

"Kok buru-buru sih. Ra. Biasanya juga kamu ngerjainnya disini. Apa gara-gara ada Faiz?" Sisil memberanikan diri untuk bertanya.

"Bukan Kak."

Bersamaan dengan Es Jeruk yang baru saja datang Haura bergegas pulang setelah berpamitan dengan Sisil. Dan di sisi lain Faiz yang duduk di kursi yang mengarah keluar itu hanya bisa memandang Haura dari Jauh.

"Mungkin aku terlambat," ucap Faiz seiring menghilangnya Haura dari pandangannya.

Kehadiran Faiz di Kafe tadi mengganggu pikiran Haura. Ia harus segera menjawab pertanyaan Faiz, semakin lama ia menjawab maka akan semakin memperburuk keadaan. Hati Haura ingin sekali memilih Faiz, namun disisi lain ia sudah menerima perjodohan itu.

DIi sepanjang perjalanan pulang Haura tidak berhenti memikirkan itu. Karena mau tidak mau ia harus memberikan jawaban kepada Faiz besok. "Mungkin dia jawaban dari doaku."

"Assalamu'alaikum. Haura pulang, Ayah, Kak Hera, Baim," panggil Haura.

Semua orang yang sedang duduk di kursi tengah menoleh kearah Haura. Semua anggota keluarganya ada di situ, termasuk Firhan. Wajah mereka terlihat begitu tegang, berbeda dengan Herman yang menyambut kedatangan Haura dengan senyuman.

"Kok semua pada ngumpul disini?" tanya Haura kebingungan. Ia melirik ke arah Firhan dan Hera, tapi mereka tidak memberikan respon apapun.

"Duduk dulu putri, ayah."

Haura akhirnya duduk di samping Herman. "Ada apa, Yah?" tanya Haura.

Firhan menghela nafas panjang. Terlihat dari wajah Firhan yang sangat mengkhawatirkan keadaan adik kesayangannya itu. Ia harus mengorbankan banyak hal dalam hidupnya, terlebih saat ia mengetahui kalau Haura sudah mempersiapkan beasiswa S2 nya.

"Nanti malam keluarga Abimayu akan datang untuk membicarakan pernikahan kalian."

"Oh, Iya Ayah." Dalam lubuk hati yang paling dalam Haura sangat terkejut dengan ucapan ayahnya, tapi dengan segala ketegarannya ia menahan kesedihannya.