*Sebuah Penyesalan*
❣️❣️❣️❣️
Aku menatap pintu yang terbuka. Masuklah mama dan papa dengan raut wajah kebingungan dan cemas. Aku tau mereka mencemaskan diriku kenapa tiba-tiba aku masuk ruang BK.
Papa masih memakai pakaian rapinya setelah ia pulang dinas meskipun sudah melepaskan jas dokternya.
Tak lama kemudian selang beberapa menit kemudian kedua orang tua Raihan datang. Aku bisa melihat bagaimana raut wajah Tante Aiza yang begitu pucat. Tidak ada polesan bedak atau lipstik seperti biasanya. Apakah Tante Aiza begitu panik sampai-sampai dia tidak berpoles?
"Jadi ada apa ini pak? Kenapa putri kami bisa masuk ruang BK? Apakah putri kami melakukan kesalahan di sekolah ini?"
"Iya pak. Apakah putra saya juga melakukan hal yang sama dengan Raisya?"
Aku menatap Mama dan Tante Aiza yang langsung bertanya pada Pak Ridwan. Posisi Pak Ridwan kali ini duduk di sebuah sofa dengan raut wajah tegasnya. Sementara Raihan dan Papi maminya duduk berhadapan denganku. Dan aku duduk berada diantara Mama dan Papa.
"Lebih dari itu!"
"Maksud Bapak?" tanya Mama dengan heran.
Aku sudah deg-degan. Aku sudah cemas dan aku sudah gelisah. Berbeda dengan Raihan yang kini masih duduk dengan tenang. Raut wajahnya tetap sama. Datar.
"Saya melihat Putri Anda berada didalam toilet khusus siswa laki-laki disekolah ini."
"APA?!"
Tanpa diduga Papi Raihan yang awalnya duduk kini berdiri. Dia berkacak pinggang lalu menatap Raihan dengan tajam.
"Mas. Tenanglah. Ini-"
"Apa benar yang dikatakan Pak Ridwan Rai?"
"Pi, Rai bisa jelasin-"
"Iya atau tidak?!"
Raihan berusaha membela diri. "Pi, Raihan-"
"JAWAB RAI!"
Aku terkejut. Aku memegang degup jantungku yang hampir saja melompat. Suara Om Arvino begitu nyaring saat membentak sehingga membuatku dag dig dug ketakutan.
"Pak Arvino harap tenang. Saya akan menjelaskan secara detail."
"Mas.. istighfar mas. Tenang. Jangan emosi dulu."
"Tapi Aiza-"
"Izinkan Pak Ridwan menjelaskannya."
Ntah apa lagi yang harus aku katakan saat ini. Om Arvino benar-benar marah. Jika saja Tante Aiza tidak menenangkanya, mungkin nasib Raihan akan lebih parah. Sekali lagi, aku melirik ke arah Papi yang tetap tenang. Tapi tidak dengan kedua tangannya yang mulai terkepal kuat diatas paha.
Mama menggenggam punggung tangan Papa yang terkepal kuat. Jari-jarinya sudah memerah. Jujur, aku semakin takut dan cemas. Pak Ridwan belum menjelaskan semuanya, tapi guruku itu sudah membuat suasana menjadi tegang.
"Salah satu murid kami bernama Bejo berniat menuju toilet. Dia sempat heran kenapa pintu toilet tersebut tertutup dan terkunci dengan rapat karena sebelumnya tidak pernah terjadi. Lalu dia mencari penjaga sekolah untuk meminta tolong membukakan pintunya hingga akhirnya petugas sekolah kami terkejut begitu berhasil membuka pintu dan mendapati posisi Raisya berada di atas tubuh Raihan. Situasi tersebut sempat membuat beberapa siswa heboh sehingga membuat saya harus mendatangi toilet dan melihat kejadian itu secara langsung."
Arvino beralih menatap putranya. "Apa benar yang dikatakan Pak Ridwan?!"
Raihan mengangguk. "Iya Pi. Tapi Rai-"
PLAK!
"Ya Allah mas!"
Aku terkejut. Tanpa diduga Om Arvino menampar pipi Raihan. Tante Aiza langsung merengkuh pundak Raihan dan melindungi putranya dari amarah suaminya.
"Ini benar-benar keterlaluan!"
"Tapi mas. Aku yakin Raihan tidak seperti yang mas pikirkan."
"Semua sudah jelas Aiza! Putramu sudah benar-benar bikin malu kita satu sekolah sebagai orang tua!"
Tiba-tiba om Arvino berdiri dengan raut wajahnya yang memerah padam.
"Papi mendidikmu sejak dulu untuk menjaga batasan kepada yang bukan mahrammu. Papi menyekolahkanmu ke sekolah pilihan dengan pendidikan agama Islam Rai! Papi kecewa sama kamu! Jangan pernah pulang lagi kerumah! Pak Ridwan. " Om Arvino beralih menatap Pak Ridwan. "Saya serahkan semuanya pada Bapak untuk hukuman Raihan. Maaf saya harus pergi sekarang."
"Mas.. mas jangan pergi. Bagaimana-"
Om Arvino pun dengan paksa menarik pergelangan tangan Tante Aiza.
"Biarkan saja putramu Aiza! Dia sudah dewasa. Usianya sudah 17 tahun! Ini hukuman buat dia karena sudah bertindak kelewatan! Bahkan dia sudah berjanji padamu untuk tidak mencari masalah agar kamu bisa tenang dan tidak stress selama hamil!"
Aku terkejut. Dan aku tidak menyangka bila Tante Aiza sedang hamil. Aku memberanikan diri menatap Raihan yang terlihat syok. Pipinya terlihat merah bekas tamparan Papinya. Aku tidak menyangka dibalik sikap Om Arvino yang suka bercanda tapi saat begitu marah semuanya benar-benar mengerikan.
"Raisya." Aku terkejut begitu Pak Ridwan beralih menatapku. "Apa tujuan kamu masuk kedalam toilet laki-laki?"
"Saya.. saya tidak menyadarinya Pak." ucapku penuh penyesalan.
"Tidak sadar? Apakah kamu yakin? Seharusnya kamu bisa melihat dan membaca jika toilet tersebut khusus laki-laki."
"Maafin saya pak. Tadi pagi saya lari dari hukuman Pak Bayu saat jam pelajaran olahraga. Lalu jam istirahat saya kembali menghindar. Pak Bayu mengejar saya sehingga membuat saya panik dan bersembunyi. Maafin saya yang tidak memperhatikan bahwa toilet yang saya masuki adalah toilet siswa laki-laki."
"Tapi tetap saja Raisya kamu itu salah nak." Mama terlihat kecewa denganku. "Sekarang semua sudah terjadi. Segala fitnah sudah tersebar di sekolah ini."
"Dan kamu sudah bikin Papa dan Mama malu." ucap Papa yang akhirnya banyak berdiam sejak tadi.
"Maaf Pak Devian dan Ibu Adila. Saya mau tanya.. apakah Raihan dan Raisya sedang dekat?"
"Tidak pak! Kami sedang tidak dekat!" ucap ku membela diri.
"Kalian harus menikah!"
"Apa?!" Mama terkejut. Begitupun denganku.
"Mas Dev, mereka masih sekolah mas. Itu tidak mungkin!"
"Tidak masalah Bu Adila. Itu lebih baik agar mereka segera terhindar dari fitnah. Saya yakin kejadian yang menimpa Raihan dan Raisya akan menjadi bahan perbincangan satu sekolah."
Mendadak kepalaku pening. Astaghfirullah. Papa menyuruhku menikah? Mama bilang tidak mungkin dan itu benar. Lalu Pak Ridwan menyutujuinya?
Tidak! Tidak! Tidak!
Aku masih muda. Aku masih ingin menunjang masa depan. Masih banyak cita-cita yang harus aku raih. Apalagi Papa akan menguliahkanku di bidang kedokteran. Mama juga akan mengajariku bagaimana berbisnis usaha butik di usia muda agar aku bisa memiliki uang tabungan pribadi.
Bahkan.. aku tidak sudi menikah dengan Raihan. Bagaimana dengan Kak Bejo? Aku suka sama dia.
Uminya Kak Bejo sudah memberi lampu hijau dengan menyukaiku beberapa waktu lalu dan aku tidak akan pernah mau menyutujui usulan Papa!
"Itu hanya sekedar saran dari saya Pak Devian. Selebihnya itu akan menjadi urusan anda bersama keluarga Raihan."
"Raisya dan Raihan.." Pak Ridwan kini beralih menatap kami.
"Kalian akan saya hukum dengan membersihkan toilet selama seminggu setelah jam pulang sekolah. Jangan mengulangi kesalahan terutama untukmu Raisya. Jangan lagi masuk ke toilet cowok. Kalian mengerti?"
"Iya Pak."
"Iya Pak."
Akhirnya semua perbincangan kami yang sempat menegang selesai. Tapi tidak dengan Papa yang terlihat marah. Bahkan setelah berjabat tangan dengan Pak Ridwan Papa pun meninggalkanku tanpa sepatah katapun bersama Mama.
Kami pun akhirnya keluar ruangan BK. Aku memberanikan diri menatap Raihan yang sedang memakai sepatunya.
"Rai.."
"Jangan pernah mendekatiku lagi!"
Raihan berdiri menatapku tajam. Aku bisa melihat raut wajahnya yang dingin. Tapi ia tidak bisa menutupi rasa sedihnya.
"Aku.. aku.."
"APA?!"
"Aku minta maaf." lirihku.
"Untuk apa? Ck. Percuma. Maaf mu akan terulang lagi bila kamu kembali melakukan kesalahan!"
"Tapi Rai-"
"Kamu adalah gadis tersial ! BIANG MASALAH DAN MEMBUAT PAPI MENAMPARKU!"
Raihan pun berbalik. Dia meninggalkanku dalam keterdiamanku membeku. Aku Tak bisa berkata. Bibirku Kelu. Hatiku perih. Sesak. Dan aku menyesal. Aku menyesal sudah membuatnya seperti ini. Aku menyesal sudah membuat orang-orang disekitarku bermasalah karenaku.
"Maaf.."
"Maafkan aku Raihan.."
Dan air mata mengalir di pipiku.
❣️❣️❣️❣️
Tu kan akhirnya Raisya nyesel. Ini author jadi kasihan loh sama dia 😭😭
Moga Raisya tetap sabar supaya bisa jadi pribadi yang baik dan dewasa.
Makasih sudah baca. Sehat selalu buat kalian ya
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
lia_rezaa_vahlefii