Safira menghempaskan bobot tubuhnya di atas ranjangnya. Tiga jam lebih ia merenung dan menangis meluapkan semua kegundahan dalam hatinya. Ia malu, malu pada Ammara yang ternyata bukan pelakunya. Ia malu karena sudah menuduh Ammara dan berburuk sangka padanya. Ia sangat malu karena menganggap dirinya lebih baik dari orang lain sehingga ia hanya memandang pada keburukan Ammara.
Ia kesal. Tapi, pada siapa ia harus kesal?Sedangkan saat ini dirinya pun belum tahu siapa pelaku sebenarnya. Walaupun semua yang Ammara katakan memanglah masuk akal, tapi ia tak mau lagi berburuk sangka untuk ke dua kalinya. Indah tentu tak mudah untuk ia curigai. Karena selama ini wanita itu tak pernah menyakiti hatinya. Dan, jika pun benar pelakunya adalah Indah, atas motif apa dia melakukan itu?
"Ini sulit. Yaa Rabb!" jerit Safira dalam hati. Ia memejamkan mata, tapi pikirannya kalut dan kacau.