Justin berdiri depan Anisa yang terbaring di tempat tidur rumah sakit. Layar detak jantung terdengar pelan, alat bantu pernapasan masih terpasang di hidungnya. Tidak ada tanda-tanda Anisa bakal bangun. Jay Dee bernafas lega jika ingin bicara banyak, ini waktunya.
"Paman, aku harap kamu membawa Anisa pergi dari tempat ini"
"Aku tidak bisa"
"Karena Riu?"
Orang buta juga dapat bisa merasakan bahwa Justin sangat mencintai Riu, mana mungkin membawa wanita lain dengan status melingkar atas nama orang.
"Jay, paman..."
"Dia kakak sekaligus temanku, paman. Aku berhutang budi banyak padanya. Jika aku tidak membantu, apa aku bisa perlihatkan wajah padanya?"
"Kamu membiarkan Rozak mengoperasi. Apa Anisa akan beranggapan baik jika tahu kamu yang mendorongnya kehilangan rahim, anakku dan pergelangan kakinya! bahkan suaranya diputuskan!"
"Aku-- tahu tapi aku bisa apa paman? Paman, tahu keluarga kami seperti apa"