Plak!
Pipi Anisa memerah seketika, tangan Justin mengetatkan di samping badan setelah memukulnya. Anisa terkejut sambil memegang pipinya, rasa sakit menyebar seluruh hatinya. Justin bersikap dingin.
"Apa yang kamu pikirkan, buang!"
"Kamu-- "
Justin berdiri tegak menatap tajam arah Anisa yang kebingungan, terlihat mata muncul kilau sedih.
"Kamu menyakiti Riu"
"Kamu-- apa bagusnya dia padamu selain sebagai beban? aku-- , kamu harus menikahi ku, Justin"
"Berulangkali, aku katakan jika kamu hamil maka aku akan menikahi"
"Justin! kamu mempermalukan aku dihadapan banyak orang, aku diam saja. Kamu lakukan apa saja, aku ikut. Apa menikahi aku terlalu sulit?"
Justin merapikan pakaiannya, otaknya berfikir keras dimana Riu saat ini. Kekhawatiran semakin bertambah tak ada kabar dari kepala pelayan.
"Sulit! bertahun-tahun kamu mengikuti aku tapi tidak ada tergerak padamu. Apa kamu bodoh atau tidak, kamu yang tahu"