Nafas yang memburu seiring kemarahan yang memasuki semua indera saraf menganggu.
"Justin!"
Anisa hendak turun dari tempat tidur, Justin kesal langsung menindihnya. Mata berkilat saling marah dan menguji ketahanan masing-masing.
"Anisa, aku belum buat perhitungan padamu. Berapa kali kamu bercinta dengan pria sialan itu?"
"Apa maksudmu? dia suamiku"
"Aku tidak mengakuinya"
"Justin, lepaskan aku"
"Tidak!"
Justin menutup jarak di antara mereka berdua. Otaknya terbakar cemburu berat, keinginan memukul orang sangat kuat. Belum pernah dirasakan selama ini.
"Anisa, jangan kabur lagi dariku"
Nafas Anisa pendek ketika di lepaskan oleh Justin, desakan bagian bawahnya dirasakan sangat kuat.
"Dua puluh tahun Justin! aku menunggu tanpa kepastian, sekarang aku sudah menemukan orang yang bisa menyenangkan hatiku dan membahagiakan aku, mengapa kamu ribut?"