Desti mengigit kukunya dengan cemas. Eki memperhatikan pintu ruang kerja Carlo. Berbagai pikiran jelek masuk mengusik seperti gelombang dingin dan panas.
"Aku-- boleh bicara denganmu?"
"Untuk apa?"
"Kamu-- apakah biasa lakukan itu pada wanita lain?"
"Tidak. Aku sudah punya istri"
"Tapi, mengapa kamu lakukan itu padaku?"
"Ayun yang minta"
"Jadi, kalau Ayun yang minta lagi lakukan itu padaku, apakah kamu mau lakukan?"
"Kenapa? kamu menyukai pelayanan dariku?"
Eki menoleh ke arah Desti. Pandangan matanya melihat wajah Desti yang memerah seperti tomat matang. Ia laki-laki normal. Jelas lihat wanita semacam Desti, siapa yang menolak.
"Aku suka. Aku baru main sekali dengan Carlo"
"Benarkah?"
"Ya, apa istrimu keberatan jika tahu?"
"Tidak. Istri dan anakku ada di kampung"
"Ah, begitu. Bisakah kamu membantuku? aku ingin memiliki anak. Aku takut Carlo berpaling dariku jika tak ada anak"
"Kamu baru saja menikah. Untuk apa khawatir? waktumu masih panjang"