Hingga beberapa menit berlalu, tubuh Christ masih tidak bisa bergerak sesuai keinginannya. Ketika dia ingin mendekat kepada Denise, yang ada justru dia bergerak menjauh. Begitu seterusnya.
Tapi Christ tidak putus asa. Dia masih berusaha untuk bergerak dan mengeluarkan sihir. Yang kemudian sihir itu kembali tidak terkontrol dan balik menyerang tubuhnya sendiri.
'Kalau tidak salah, dia berkata kalau dia bisa memanipulasi hati. Dia memberi rasa kosong dan sakit hati. Itu berarti aku harus melakukan sesuatu untuk menghilangkan rasa sakit dan kosong yang terlanjur tertanam dalam hatiku. Tapi ... bagaimana caranya?' batin Christ berpikir keras.
Sebetulnya, sangat mengherankan bila Denise bisa memanipulasi hati Christ. Pasalnya, Christ kira dia selama ini dia tak memiliki hati. Tapi entah bagaimana Denise bisa memberikan rasa sakit dan kosong kepada hati Christ.
Apakah karena sihir rasa sakit hati Denise sangat kuat hingga mempengaruhi Christ, ataukah ... jangan-jangan selama Christ sebenarnya 'masih' punya hati?
Tapi mustahil. Karena menurut Raja Leon, semenjak Christ melakukan perjanjian dengan Raja Devilaro dulu saat ia masih kecil, Christ sudah dinyatakan tidak memiliki hati dan perasaan.
Sementara Christ berpikir keras untuk membuatnya kembali mengendalikan sihirnya, Denise semakin mendekat. Menatap lekat-lekat pada manik mata merah gelap milik Christ, Denise pun mengukir senyum remeh.
"Aku paham sekarang ..." Denise melipat tangannya di dada. Masih mengamati bola mata Christ yang masih memancarkan aura kemarahan. "... sudah kuduga. Kau pasti si manusia terkutuk yang melakukan perjanjian darah dengan Raja Iblis itu. Aku benar, kan?"
DEG!
Christ melotot. Merasa keberatan karena Denise mengatainya manusia terkutuk. Ucapan Denise itu mengingatkan Christ pada julukan yang pernah ia dapat sewaktu masih kecil dulu.
Semasa hidup Christ saat masih anak-anak, dia memang kerap dihina dan direndahkan sebagai manusia terkutuk. Tapi itu jauh sebelum Christ mengadakan perjanjian darah dengan Raja Devilaro. Justru nyatanya, Raja Iblis itu malah menyelamatkan hidup Christ dan memberikan kekuatan agar Christ bisa membalaskan dendam kepada teman-temannya yang dulu pernah berbuat jahat padanya. Yah, walaupun setelah itu Christ agak menyesal setelah membunuh teman-temannya itu.
"Aku bukan manusia terkutuk!! Berhenti mengatai aku seperti itu!! Akan aku bunuh kau!!" geram Christ dengan suara menggema.
Seolah mengerti pertanyaan di kepala Christ, Denise pun tersenyum remeh. Mengabaikan omelan Christ, Denise berkata.
"Asal kau tahu. Meski kau telah melakukan perjanjian darah dengan Raja Iblis, tetap saja kau tidak bisa menyalahi kodratmu sebagaimana seorang manusia. Dan seperti yang kukatakan sebelumnya, bahwa semua manusia itu pasti memiliki hati ... Tidak peduli kau terikat janji apapun dengan makhluk gelap."
Christ refleks menelan ludah. Christ mengerti sekarang mengapa dia bisa terpengaruh oleh sihir manipulasi hati. Itu karena Christ sejatinya masih manusia. Yang artinya, dia masih punya hati. Terbukti, Christ dulu pernah memiliki rasa sesal saat membunuh teman-temannya ketika membalaskan dendam dulu. Hati manusia milik Christ masih tidak hilang sepenuhnya, karena bagaimanapun Christ adalah manusia.
Dan tepat setelah Denise menyelesaikan penjelasannya itu, mendadak Christ merasakan hawa dingin dari belakangnya. Bukan karena dingin hujan salju, tapi sesuatu yang lain.
Seketika itulah Christ menyadari kalau sesuatu kan datang. Dan dia pun mencoba peruntungan untuk diam-diam membuka gerbang gaib.
Christ kira dia tidak bakal berhasil, mengingat energu cakranya saat ini sedang kacau. Tapi nyatanya, gerbang itu bisa terbuka. Dan seketika ribuan kelelewar hitam pun muncul keluar dari gerbang gaib, mulai menyerang dan mengerubungi Denise.
"Brengsek!" umpat Denise yang kemudian berusaha melawan para kelelawar itu.
Denise yang masih sibuk dengan para kelelawar itu tidak menyadari kalau sihir manipulasi hati yang ditanamkan di hati Christ itu berangsur-angsur menghilang. Ternyata sihir itu memiliki batas waktu tertentu.
Christ pun tidak mau membuang kesempatan dan segera melanjutkan pencarian Liza. Kembali mrnaiki rusa tunggangan dan masuk ke wilayah Bernsberg.
"Aku tidak ada waktu untuk melawannya! Aku harus bergegas menemukan perempuan itu!" ucap Christ seraya mengenakan kembali topeng iblisnya.
Denise yang kemudian menyadari kalau Christ kabur darinya itu bergegas menyusul masuk juga ke wilayah Bernsbergh. Dia khawatir kalau pria itu melakukan sesuatu yang buruk. Karena Denise sangat yakin kalau manusia yang bersekongkol dengan iblis dan jin, pasti bakal berbuat keonaran.
**
Kembali dengan Liza, yang saat ini sudah berada di rumah Kakek Ten. Liza masih tidak tahu Christ sedang dalam perjalanan menuju pintu masuk Bernsbergh.
Sebenarnya Liza sudah punya firasat buruk dan berencana ingin cepat pergi, semenjak ia mendengar suara di white valley tadi. Tapi dia tidak enak menolak undangan Kakek Ten untuk mampir sejenak di rumahnya. Dan lagipula, Liza juga butuh makan dan istirahat sejenak setelah sekian perjalanan perlariannya yang melelahkan.
"Tidak biasanya kau kembali kemari dengan cepat. Apa ada sesuatu, Liz?" Kakek Ten bertanya usai menyodorkan segelas coklat panas kepada Liza.
Liza memang sangat jarang bahkan hampir tidak pernah pulang kemari semenjak ia pindah ke Wina untuk bekerja. Kesibukan kantor dan kunjungan ke kota-kota untuk peliputan membuatnya tak bisa leluasa pulang kampung. Beberapa bulan lalu saja, Liza meliput ke wilayah sekitar Bernsbergh dan hanya mampir sebentar ke panti. Itu sebelum Bu Rose meninggal. Makanya tidak heran kalau Kakek Ten bertanya mengapa tiba-tiba Liza pulang lagi kemari dengan jarak waktu yang lumayan dekat.
"Sebenarnya--"
"ADA ORANG GILA YANG MENGHANCURKAN TEMPAT INI!! SEMUANYA LARIII!!"
"LARI KE TEMPAT PENGUNGSIAN!!"
DRAP DRAP DRAP!
Dari arah luar, mendadak saja ada suara teriakan dari penduduk yang sangat ramai. Mereka seperti tengah berlarian dari sesuatu. Kedengarannya mereka sangat panik.
Liza yang tanggap segera menyadari apa yang terjadi. Dia pun bergegas mengajak Kakek Ten untuk segera keluar rumah.
'Pasti pria gila itu! Bagaimana dia bisa menemukanku sampai disini?' batin Liza.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa semua orang berlarian?" Kakek Ten bertanya kepada salah satu warga pria yang kebetulan berlari di depan rumahnya.
Tidak menjawab pertanyaan Kakek Ten, warga itu menoleh kaget kepada Liza. "Astaga! Liza? Sejak kapan kau datang?"
Liza menyengitkan dahinya bingung. "Aku baru saja datang sekitar satu jam yang lalu. Memangnya ada apa--"
"Cepat pergilah dari sini! Ada seseorang yang sedang mengincarmu! Keluarlah dari desa ini! Cepat!" Pria itu mendorong-dorong Liza agar gadis itu segera pergi dari tempat itu.
Untuk beberapa saat, Liza terdiam. Menatap Kakek Ten bergantian dengan pria itu.
"Pak Russel ..." kata Liza. "... aku ingin kau membawa kakek Ten bersamamu ke tempat pengungsian."
Pria yang ternyata bernama Pak Russel itu pun menjawab. "A-apa? Tapi kenapa--"
"Pak Russel ..." Liza menatap beliau dengan sorot mata memohon. "... saya mohon dengan sangat, Pak."
"Tapi--"
Sebelum Pak Russel melanjutkan, Liza sudah lebih dulu pergi. Gadis itu justru berlari kearah berlawanan. Menuju sumber keributan.
"LIZA! JANGAN!"
Pak Russel sangat panik.
"SIAPA SAJA! TOLONG HENTIKAN LIZA!"
Para warga yang tadi berlarian pun seketika berhenti. Beberapa ada yang mengejar Liza. Tapi tak sedikit dari mereka yang kembali melanjutkan pelarian mereka ke tempat pengungsian.
"LIZAAA! BERHENTI!! JANGAN PERGI!!"
Liza menoleh ke belakang. Kaget ada beberapa warga yang mengejar di belakang.
Dan tepat disaat Liza hampir sampai ke tempat Christ, Liza mempercepat larinya. Hendak memanggil nama Christ, tapi tiba-tiba ...
BRUKKKK!
"HUWAAAA!"
Karena terlalu fokus dan terburu-buru untuk sampai ke tempat Christ, Liza malah terperosok ke satu jurang yang tadinya tertutup oleh tumpukan salju. Pintu masuk wilayah Bernsbergh memang terdapat jurang di sisi kiri-kanannya. Yang kalau tidak hati-hati, orang yang lewat sana bisa kesana.
BRUUGGH!
Nyaris saja tubuh Liza menyentuh dasar jurang, kalau tidak segera ditahan oleh sesuatu yang tiba-tiba datang dan berada dibawah jurang.
Sesuatu yang empuk berbulu. Liza jatuh di perut seekor beruang besar.
Liza sempat ketakutan setengah mati karena bisa-bisanya dia mendarat di perut binatang buas. Tapi ketakutan itu seketika berganti menjadi kebingungan, lantaran dia mendengar suara yang tidak pernah ia sangka.
"Sudah saya bilang untuk pergi, mengapa Anda masih tidak mengerti juga, Mha?"
DEG!
Liza mengerjap. Mencari-cari sumber suara, tapi tak ia temukan. Lagi-lagi dia mendengar suara yang sama dengan suara yang menyuruhnya pergi. Sebenarnya ada apa ini? Siapa yang berbicara?
Sebelum pertanyaan dalam kepala Liza terjawab, beruang itu sudah lebih dulu membawanya pergi. Jauh ke dalam lembah hutan pinus.
Liza tentu sangat panik. Dia tidak mau jafi santapan beruang itu. "Tidaaakk tolong lepaskan aku!! Aku tidak mauuu!! Tolooong--hemph!"
Tapi tiba-tiba mulutnya dibekap kuat oleh salah satu tangan beruang itu.
"Mha! Anda sangat gegabah, Nona. Tidak seharusnya Anda mencoba melawan manusia terkutuk itu, Mha. Jadi sebaiknya kita harus cepat pergi dari sini, Mha!"
Dari ucapan itu, Liza pun segera menyadari kalau yang berbicara itu jelas adalah beruang yang kini menggendongnya pergi ini.
"Kau ... bisa bicara?" tanya Liza ragu-ragu kepada beruang itu. "... si-siapa sebenarnya kau? Dan mengapa kau membawaku?"
"Mha ... sebenarnya saya tidak berbicara. Lebih tepatnya, komunikasi, Mha. Setiap hewan tentu bisa berkomunikasi satu sama lain dengan hewan lain, Mha. Tapi tidak semua manusia bisa menjangkau komunikasi batin dengan kami, Mha!" jawab Beruang itu dengan aksen nadanya yang tegas namun lucu itu. "Nama saya Yui! Saya tahu kalau Anda adalah Nona Adera, seorang penyihir bermata ungu yang tersisa! Saya ini dulunya adalah salah satu prajurit yang kerap membantu Tuan Mangatta, penyihir bermata ungu legendaris semasa perang di jaman abad pertengahan!"
Liza mengerjap. "Y-Yui? Prajurit yang membantu Tuan Mangatta semasa perang abad pertengahan?"
Liza kenal sekali dengan nama itu. Mangatta. Beliau adalah kakek dari Raul dan Adera.
Tapi meski dijelaskan seperti itu, Liza masih sangat bingung dengan semua situasi yang terjadi sekarang. Dia juga tidak mengerti mengapa Yui ini menyelamatkannya.
Belakangan ini Liza terus-menerus dihadapkan oleh hal-hal aneh dan masuk akal. Tidak heran kalau dia masih merasa sangat kebingungan.
Mulai dari roh dan arwah. Dimensi Astral. Para penyihir. Adera. Christ yang memburunya. Semuanya membuat Liza merasa sangat bingung dan tertekan. Sampai ia meremas rambutnya sendiri karena tidak tahu harus berkomentar apa.
Ingin rasanya Liza keluar dari semua keanehan yang menimpanya ini. Tapi sepertinya akan sangat sulit, karena Liza sudah terlanjur tenggelam dalam semua masalah dunia sihir ini.
"Pria manusia terkutuk itu mungkin memang berbahaya, Mha. Tapi, gadis keturunan penyihir yang melawan pria itu lebih berbahaya, Mha! Jadi sebaiknya kita menghindar dari mereka!"
Sebelum Liza jatuh ke jurang tadi, dia memang sempat melihat Christ berhadapan dengan seorang perempuan. Tapi saat Liza ingin melihat wajah gadis itu, dia sudah keburu jatuh.
"Anu ... Tuan Beruang ... Kalau boleh tahu, mengapa perempuan tadi bisa lebih berbahaya? Bukankah dia sepertinya berusaha menahan pria itu agar tidak merusak desa?" tanya Liza kemudian.
Sampai di depan bukit putih, beruang itu berhenti. Lalu menoleh kebelakang, melihat ke wajah Liza.
"Perempuan itu ... dia bernama Denise. Aku pernah mendengar kalau Denise sangat membenci penyihir dan keturunan penyihir yang memiliki hati hangat dan penuh cinta dari Anda, Mha. Jadi cepat atau lambat, dia pasti akan menyadari kehadiran Anda dan tidak segan membantai Anda, Mha!"
"Apa??"
**
To be continued.