Rasa sakit yang mendera perut Christ sudah hilang sepenuhnya. Namun kini tergantikan oleh rasa lapar yang teramat sangat.
Christ lapar. Beberapa hari ini Christ tidak makan energi jiwa manusia, karena ia terus mengejar perempuan berambut amber misterius yang kini malah menolongnya dari hukuman.
Seekor pemangsa ganas diselamatkan oleh mangsanya? Benar-benar situasi yang menggelikan menurut Christ.
Lalu apa Christ harus berterimakasih kepada mangsanya itu? Tentu tidak mungkin.
Coba kau bayangkan bagaimana menjadi posisi Chris sekarang. Ketika kau sedang kelaparan dan melihat seenggok makanan tepat di sebelahmu.
Namun saat kau hendak menyentuh makanan lezat itu untuk memakannya, timbul perasaan asing bernama kenyamanan. Dimana perasaan nyaman mengalahkan rasa laparnya. Tentu situasi seperti ini membuatmu sangat tersiksa bukan?
Membingungkan. Itulah yang Christ rasakan saat ini. Dia terjebak dengan perasaan nyaman dan lapar. Dan Christ sangat benci kondisi seperti ini.
Dan apa iya dia harus bersentuhan terus dengan Liza untuk mengalihkan laparnya? Itu tidak mungkin! Christ tidak mau bergantung pada mangsanya sendiri.
Jadi jangan harap Christ mau berterimakasih pada Liza, sedangkan dia harus tersiksa oleh dilemanya sendiri.
"Christ?"
Liza memanggil nama Christ dengan begitu lembut. Satu tangannya terangkat, hendak menyentuh lengan Christ. Yang sontak membuat Christ terkesiap dari kebingungannya.
Mencegah agar Liza menyentuhnya, Christ langsung bangkit dan menjauh beberapa langkah dari perempuan itu.
Liza kira Christ tersinggung karena ia memanggil namanya dengan lancang. Namun ternyata tidak demikian, sampai Christ berkata.
"Persetan dengan ini! Aku sudah tidak bisa menahannya lagi! Aku benar-benar lapar sekarang!" geram Christ dengan suara parau.
Layaknya predator yang bersiap menerkam, Christ menatap nyalang kearah Liza, menampakkan kilatan merah menyala di iris matanya yang membuat sekujur tubuh Liza merinding. Liza betul-betul merasakan perubahan mendadak pada diri Christ itu.
"Apa maksudmu? Lapar?" Liza malah mendekati pria itu.
Hingga mencapai tiga langkah, barulah keraguan Liza muncul. Tepat saat ia merasakan hawa membunuh Christ yang sangat besar. Terasa kencang sekali. Bahkan Liza bisa melihat kristal cahaya di dada Christ berubah meredup. Seperti terselimuti oleh kegelapan. Saat itulah Liza sadar kalau dia dalam bahaya.
"Ka--kau mau apa?" Kali ini Liza memundurkan langkahnya. Wajahnya memucat. Getaran di tubuhnya tidak bisa ia bendung lagi.
Sedangkan Christ semakin mendekat ke Liza. Dengan tangannya yang mengarah ke depan, bersiap mencekik leher Liza.
Persetan dengan rasa penasarannya pada Liza. Persetan dengan larangan Raja Iblis itu. Yang Christ butuhkan hanya makan energi jiwa manusia yang besar.
Makanan sudah didepannya, dan Christ tidak ada pilihan selain menyantap mangsa. Sebelum Christ menggila dan tidak terkendali, terpaksa dia harus melakukan ini.
SRET!
Yang pertama Christ lakukan, adalah menyambar kalung di leher Liza dengan cepat. Lalu melemparnya ke sembarang arah.
"Tidak! Kalungku!" jerit Liza histeris.
Dan benar saja. Begitu kalung itu terlepas, energi jiwa Liza langsung terlihat oleh mata Christ. Sangat besar. Sangat menggoda. Hal itu tentu memicu gejolak lapar dari perut Christ. Air liurnya yang menetes. Bersamaan dengan gigi taringnya yang memanjang.
'Aku hanya harus membunuh tanpa menyentuhnya, agar perasaan nyaman itu tidak mempengaruhi rasa laparku dan membuatku ragu untuk membunuhnya!' batin Christ menggumam.
Disaat Christ bersiap mengeluarkan sihir dari tangannya, Liza sudah mengantisipasi untuk membuka pintu apartemen. Yang sialnya dikunci. Liza tidak tahu sandinya.
Brak brak brak!
"Tolong! Tolong buka!" Liza berteriak minta tolong sambil menggedor pintu.
"Nona? Apa yang terjadi?" Jeremy menyahut dari luar.
"Jangan masuk!!" hardik Christ kencang. Satu tangannya melayangkan tembakan sihir api yang hampir saja menghanguskan Liza--kalau perempuan itu tidak menghindar.
Bwoossh! Bwossh!
Liza terus berkelit menghindari serangan sihir Christ, hingga ia berada di depan jendela luar apartemen. Melihat ada tenda kanopi yang tidak jauh dari sana, Liza berinisiatif untuk melompat dan mendarat di tenda itu.
Namun sebelum Liza melompat, ia sempat membacakan mantra pembuka gerbang gaib, dengan harapan salah satu atau dua Jin liar bisa terpanggil dan agar mengalihkan perhatian Christ supaya tidak mengejarnya.
"Otkroyte vorota!"
Dan ternyata tidak hanya satu Jin liar yang datang. Terhitung lima, dan masih ada lagi yang hendak keluar melewati gerbang gaib.
"Hup!" Dengan penuh keberanian, Liza akhirnya berhasil melompat dan mendarat dengan selamat.
"Sial! Perempuan itu kabur!" geram Christ.
**
Setelah semua peristiwa aneh yang baru saja menimpanya, Liza memilih untuk pergi sejauh-jauhnya. Liza tentu tidak ingin meresikokan nyawa dengan kembali di apartemennya sendiri. Setidaknya untuk sementara ini.
Berjalan hingga sampai perbatasan kota, Liza memilih melangkahkan kaki masuk ke wilayah hutan. Entah dorongan dari mana, Liza cukup yakin kalau hutan adalah tempat teraman untuk menyembunyikan diri. Christ mungkin tidak akan berpikiran kalau Liza bakal masuk ke hutan.
"Hah ... Hah ... Hah ..." Napas Liza terengah-engah sehabis berlarian. "Sepertinya ini sudah cukup jauh. Semoga dia tidak mengejarku sampai kemari."
Dan disinilah Liza sekarang. Tepat di tengah hutan pinus yang lebat. Hanya ada suara gemerisik dedaunan akibat sapuan angin bercampur hujan salju. Dan sayup-sayup Liza bisa mendengar lolongan serigala. Makin merindinglah Liza.
"Astaga ... Jangan katakan kalau aku keluar dari kandang singa, tapi malah masuk kandang serigala ..." panik Liza.
Ada sedikit penyesalan mengapa Liza kabur ke hutan. Apalagi Liza hanya membawa badan. Tanpa senjata. Hanya ada buku sihir di tangannya.
"Grrr!"
Dan benar saja. Muncul satu ekor serigala hitam yang cukup besar, menggeram kelaparan.
Alih-alih lari, tubuh Liza malah membeku ketakutan. Kemudian tangan dan kakinya bergerak, seperti ingin menggertak si serigala. Tapi hewan itu tidak takut dan semakin mendekat kearah Liza, bersiap menerkam.
"Jangaaan!!" teriak Liza seraya memejamkan mata rapat dan memeluk tubuhnya sendiri.
Di detik dimana Liza pasrah dengan hidupnya, saat itulah kilatan cahaya kembali muncul tepat di hadapan Liza. Kilatan cahaya itu kemudian membentuk siluet arwah manusia. Yang ternyata itu adalah ...
"Raul??"
Raul muncul tepat waktu sebelum serigala itu menerkam Liza.
Serigala yang semula ingin menerkam Liza pun seketika lari tunggang langgang melihat penampakan arwah Raul yang mirip hantu gentayangan itu.
"Tunggu. Bagaimana bisa kau ada disini? Aku kan tidak memanggilmu?" bingung Liza.
Raul menoleh lalu tersenyum. "Aku mendengar laporan dari penyihir bermata hijau yang kebetulan tinggal di dimensi astral yang tidak jauh dari tempat kakak membuka gerbang gaib tadi. Jadi aku langsung datang dan menyeberang kemari melalui gerbang gaib yang kakak buka itu. Memastikan kalau manusia yang membuka gerbang itu adalah kakak. Dan ternyata benar. Lalu aku mengikuti kakak hingga kemari."
Liza tersenyum senang. "Syukurlah akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi! Banyak yang ingin kutanyakan padamu. Terutama soal pria gila tadi yang berusaha membunuhku untuk dijadikan makanan. Apa kau tahu siapa dia? Mengapa dia memburuku? Apa dulu dia musuh Adera di masa lalu?"
Raul menghela napas dalam-dalam. Mencoba mengingat raut wajah pria sempat ia temui saat keluar melalui gerbang gaib tadi. Lalu ia menggeleng.
"Maaf ... Tapi kalau untuk soal itu aku juga tidak tahu, Kak. Aku tidak pernah tahu kalau Kak Adera punya musuh. Dan aku sama sekali tidak mengenal pria tadi."
Ekspresi wajah Liza refleks berubah kecewa.
"Tapi ... Kakak mungkin bisa menanyakan semua ini pada Kakek kita. Mungkin kakek tahu siapa pria itu dan apa tujuannya memburu kakak. Beliau mungkin tahu sesuatu soal itu. Dan mudah-mudahan beliau juga tahu mengapa kakak bisa dihidupkan kembali."
Mendengar itu, Liza langsung sumringah lagi. "Dimana aku bisa menjumpai kakek?"
"Semua keluarga penyihir bermata ungu tinggal di dimensi astral di wilayah hutan kota Innsbruck. Jadi kakak harus pergi ke kesana dan membuka gerbang gaib disana," jelas Raul.
Dari penjelasan Raul itu, Liza jadi paham kalau untuk menarik arwah tertentu, dia harus melakukan pembukaan gerbang gaib di tempat arwah tersebut tinggal.
"Tapi ada satu hal tentang kakek ..."
Liza mengerutkan dahi. "Apa?"
Raul menghela napas berat. "Mudah-mudahan kakek bisa diajak bicara dan mau diajak bertemu kakak. Karena semenjak beliau meninggal dan arwahnya tinggal di dimensi astral, beliau jadi suka diam dan pemarah. Bahkan beliau memilih untuk tinggal menyendiri, walaupun masih berada di satu wilayah dengan keluarga kita."
Liza tersenyum seraya menyentuh pundak transparan Raul dengan lembut.
"Aku akan coba membujuknya kalau begitu."
Kali ini dahi Raul yang menyerngit. "Kakak tidak mungkin bisa ke dimensi astral, kecuali kalau kakak sudah mati--"
"Kau bisa mengajariku bagaimana caranya agar roh manusia bisa pergi ke dimensi astral?" potong Liza.
Menyadari maksud pertanyaan Liza, Raul spontan membelak. "Jangan katakan kalau Kakak ingin melakukan astral projecton? Itu terlalu beresiko, Kak! Roh kakak akan kesulitan kembali kalau terlalu lama di dimensi astral. Kakak bisa betulan mati!"
Liza menggeleng. "Tidak akan lama. Kita bisa atur waktunya. Dan lagipula, aku juga ingin menyembunyikan diri dari pria gila itu untuk sementara waktu."
Liza lantas mengacungkan buku sihir miliknya. "Aku sempat membaca ini dan menemukan beberapa gerakan bela diri dan mantra. Kakekmu pasti paham dengan ini, kan?"
Raul tersenyum. "Ya. Beliau adalah ahli sihir yang hebat."
"Bagus. Mungkin aku bisa belajar banyak darinya!" sahut Liza senang.
**
To be continued.