Saat itu masih dinihari, dan Kenzi sedang duduk di pangkuannya dengan Sinta di pelukannya. Di atas meja pendek di sampingnya, kopi yang baru diseduh dipenuhi uap, yang membuat orang-orang rileks tanpa sadar.
Awalnya, keduanya hanya berciuman tanpa bicara, dan aroma pahit berangsur-angsur menghilang di antara satu sama lain.
Dia memeluk pria di sebelahnya, Sinta menempelkan wajahnya ke bahunya.
Kenzi menempelkan dagunya ke dahinya: "Apakah dingin?"
"Awalnya dingin," kata Sinta, "tidak akan dingin lagi jika kamu di sini."
Dia tidak berani membayangkan bagaimana dia bisa mempertahankannya malam ini jika Kenzi tidak bersamanya.
Dengan tangan besar melingkari pinggangnya yang sempit, suara Kenzi membuat suara yang dalam: "Ini benar-benar tidak dingin lagi?"
Suaranya diwarnai dengan nafsu, dan itu sangat menyentuh hati orang.
Begitu pipinya terbakar, Sinta berkata dengan suara rendah, "Aku tidak akan bangun."