Perhatian Shanna terhadap dosen di depan kelas menjadi terganggu karena ada hal yang lebih menarik bagi Shanna. Seseorang yang duduk di deretan keempat itu menjadi fokus Shanna saat ini. Bukan karena gaya berpakaiannya, tetapi lebih kepada noda darah yang merembes di lengan dari pakaian biru mudanya. Tidak hanya itu, Shanna melihat lebih jeli lagi bahwa baju tersebut sobek dengan membentuk garis seperti bekas gigitan. Yang lebih anehnya lagi adalah, tangan wanita itu terus bergetar. Wanita itu adalah Kella. Shanna mengenalnya karena Kella juga tinggal di gedung apartemen yang sama dengannya. Shanna semakin khawatir dengan Kella saat dia tidak juga mendengarkan kekhawatiran salah seorang teman yang duduk di sebelah Kella. Ya, Rilanda masih terus saja mempertanyakan keadaan Kella. Terlihat oleh Shanna, beberapa kali Rilanda menggoyang-goyangkan lengan Kella. Namun, tak ada jawaban apapun. Kella hanya duduk terdiam dengan tangan yang bergetar.
Shanna berdiri dari tempat duduknya, dia merasa khawatir dengan keanehan pagi ini yang dilakukan oleh Kella. Shanna bermaksud untuk mendekati Kella. Belum juga berjalan, Shanna menghentikan niatnya karena merasa ngeri dengan erangan yang dikeluarkan Kella. Kella memalingkan mukanya dengan perlahan kepada Rilanda masih dengan erangan yang semakin kuat dari mulutnya. Rilanda terkejut, dilihatnya wajah Kella yang menyeramkan dengan lumuran cairan dari mulut Kella. Mata Kella menatap Rilanda dengan tajam. Di tengah ketakutannya, Rilanda masih berusaha menanyakan keadaan Kella dan menawarkan untuk berobat. Namun di luar dari prasangka Shanna juga Rilanda, Kella membalas perlakuan baik itu dengan menggigit leher Rilanda. Rilanda berteriak kesakitan, dia berusaha mendorong tubuh Kella. Teriakan Rilanda tentu saja membuat seisi orang di kelas itu memalingkan mukanya ke arah sumber suara. Mereka terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Kella, tak terkecuali Shanna. Dia masih memilih untuk diam terpaku melihat beberapa teman kelasnya yang panik. Beberapa dari mereka ada yang langsung menuju ke tempat Kella dan Rilanda untuk memisahkan mereka. Ada pula yang berteriak ngeri. Ada juga yang memaki tindakan Kella yang menggigit Rilanda itu, tetapi mereka tak juga menolong. Pertanyaan dosen "ada apa ini?" tidak ada satupun mahasiswa yang menjawabnya. Pada akhirnya banyak di antara mereka yang mulai mengerumuni Kella.
Shanna memerhatikan segala situasinya dengan seksama. Dia hanya berdiri terpaku dengan tangan kanan yang menutup mulutnya. Tentu dia seharusnya berteriak saat itu, tapi yang keluar hanyalah napasnya yang memburu dengan tersenggal-senggal. Dia melihat dengan jelas bagaimana susahnya teman-temannya melepaskan gigitan Kella dari Rilanda. Dengan jelas juga dia melihat ketika Kella telah berhasil melepaskan gigitannya dari Rilanda, Kella justru menerkam salah satu mahasiswa lain yang mengerumuninya. Dia juga melihat respon serupa yang muncul beberapa saat setelah Rilanda tergigit. Tubuhnya mulai mengejang, tangannya bergetar hebat. Shanna menyadari sesuatu, cairan yang keluar dari mulut Kella, Rilanda dan juga bekas gigitan itu adalah cairan yang serupa pernah dia lihat sewaktu menolong seseorang dari apartemennya tepat semalam.
Ruang kelas semakin ramai hiruk pikuk, mereka berteriak pada hal di mana Kella yang mulai menggigiti orang lain, dan berteriak ketika melihat Rilanda yang mulai mengejang. Teriakan yang lain muncul dari orang yang tergigit. Ya, salah seorang yang tadi menenangkan Rilanda justru tergigit olehnya yang beberapa saat sadar dari kejangannya. Shanna masih berdiri dengan linglung melihat segala pemandangan keos di ruangan kelas itu. Beberapa temannya sudah ada yang melarikan diri dari kelas. Dosen yang tadi mengajar juga buru-buru lari keluar kelas untuk meminta bantuan.
Shanna mulai tersadar bahwa dia juga harus segera melarikan diri dari tempat tersebut. Dia segera mengambil tas punggungnya, dan keluar dari kelas. Shanna sangat terkejut ketika melihat di gedung fakultasnya juga banyak yang tengah berlarian untuk melarikan diri keluar dari kelas. Ternyata biter itu bukan hanya terjadi pada Kella dan Rilanda, tetapi beberapa orang telah terjangkit oleh entah virus apa. Tapi yang Shanna tahu adalah, virus itu menular dari orang yang telah tergigit kepada orang yang lebih dulu tergigit. Kali ini Shanna tidak lagi memerlukan waktu lama untuk memutuskan berlari dengan menuruni anak tangga. Dia melihat pemandangan yang teramat sangat mengerikan, di mana beberapa orang menggigit orang lain. Entah apakah masih pantas orang itu untuk disebut sebagai orang.
Teriakan di luar kelas membuat orang-orang yang berada di kelas berhamburan keluar. Mereka bertanya "ada apa?" dengan setiap orang yang lewat di depannya. Tentu saja dalam kondisi panik, mereka tidak akan mendapatkan jawaban. Tapi pertanyaan "ada apa?" itu segera tergantikan oleh teriakan ngeri dari mereka. Ya, Shanna tidak memedulikan suara teriakan apapun itu. Shanna bahkan juga tidak peduli dengan orang yang beberapa kali meminta pertolongannya ketika sedang digigit oleh salah satu biter. Yang Shana pedulikan saat itu hanyalah dirinya harus segera pergi dari gedung itu untuk menemui Alena. Dia sadar bahwa di apartemennya adalah besar kemungkinan juga sedang terjadi hal serupa. Dia sangat mengkhawatirkan Alena. Suasana di kampusnya tidak lagi cocok disebut suasana kampus. Shanna masih terus berlari.
Sangat susah bagi Shanna untuk segera keluar dari gedung itu. Shanna harus keluar dari kelasnya yang berada di lantai paling atas dari gedungnya. Selain berdesak-desakkan, Shanna juga harus berlari dengan menghindari diri dari orang-orang yang menurutnya telah menunjukkan tanda-tanda gejala dari virus tersebut. Mereka saling dorong ketika berada di tangga yang membuat beberapa dari mereka terjatuh. Di tengah tangga yang menuju lantai ke dua, beberapa orang justru berbalik arah untuk berlari ke atas. Tentu saja itu membuat Shanna terjepit, karena yang dari lantai atas berusaha mendorong untuk ke bawah, sementara yang dari bawah mendorong untuk dapat kembali ke lantai atas. Teriakan yang keluar dari mulut Shanna bukan lagi teriakan sakit lantaran sesak yang dirasakan, melainkan menjadi teriakan ketakutan karena dia melihat lantai dua sudah banyak dipenuhi oleh biter. Shanna memutuskan untuk kembali menuju lantai tiga, menurutnya sama saja dia akan mati kalau sampai melewati lantai dua yang telah dipenuhi oleh "mereka."
Shanna menyelinap pada setiap orang yang ada di anak tangga di atasnya. Keringatnya menetes melebihi saat dirinya sedang berolahraga. Dengan susah payah, Shanna berhasil keluar dari tangga persetan itu. Dia berlari menuju salah satu tangga lain yang berada di sisi Timur, berharap bahwa tangga itu akan memuluskan langkahnya untuk pergi dari gedung. Dia tidak sendiri, beberapa orang di depannya juga mempunyai pemikiran yang sama dengannya. Meskipun tangga di sebelah Timur juga tentunya akan menuju di lantai dua, tapi ia berharap tidak menemukan banyak dari "mereka" yang siap memangsa dari bawah, karena sejauh yang Shanna tahu, tangga itu bukanlah tangga utama yang sering digunakan orang-orang.
Shanna berlari di koridor ruangan untuk menuju lantai kedua melewati tangga di sebelah Timur. Saat berlari itu, tangan kanan Shanna berusaha merogoh saku di celana kanannya untuk meraih handphone. Dia masih tetap berlari sembari melihat layar handphone miliknya. Dia mencari nama Alena pada layar handphone tersebut. Shanna memanggil nomor kekasihnya dengan segera, berharap menemukan suara dari seberang sana.
"Halo Shan?" kata Alena dari telepon seberang. Shanna bersyukur dari nada suara tersebut tidak menandakan kekhawatiran sedikitpun. Sementara Alena merasa khawatir, karena justru mendengar deru napas Shanna.
"Shan, kamu kenapa Shan?" kata Alena lagi setengah berteriak.
"Al, aku akan segera pulang, tolong kamu ikutin apa kata aku sekarang!" kata Shanna yang entah Alena mendengarnya dengan jelas atau tidak. Karena saat ini, Shanna menelpon sembari berlari dan dari suara yang didengar Alena, jelas bahwa Shanna sedang ketakutan.
"Kamu kenapa? Di kampus? Aku ke sana sekarang!" kata Alena yang mengkhawatirkan kondisi pacarnya. Bagaimana Alena tidak khawatir, sementara Alena mendengar napas kekasihnya yang tersenggal-senggal juga deru langkah yang keras yang sudah dapat dipastikan bahwa langkah kaki itu adalah suara langkah kaki dari kekasihnya. Ditambah beberapa teriakan yang dilontarkan oleh orang-orang yang berada di sekitar kekasihnya saat menelpon tadi.
"Jangan!, hah hah hah" teriak Shanna dengan napas yang memburu.
"Kenapa? Kamu tenang disitu jelasin. Bentar Shan, di luar seperti ada yang berteriak." Kata Alena. Shanna mendengar teriakan orang lain juga melalui telepon itu, buru-buru Shanna menyuruh agar Alena tidak keluar dari apartemen.
"Al, jangan keluar aku mohon!, Al dengerin aku. Ini nggak beres. Susah aku ngomongnya, kamu lakuin aja apa yang aku suruh ok? Kamu siapin segala makanan dan minuman yang cukup, kamu bawa apapun yang bisa dijadiin senjata buat kita! Kita akan segera pergi dari apartemen. Oh ya, satu lagi, kamu jangan sekali-kali keluar dari kamar, segera kunci pintu, jangan pernah bukain pintu itu sekalipun ada yang mengetuk dan minta tolong, kecuali itu suaraku!." Jelas Shanna yang mengatakan hal ini dengan terengah-engah.
"Shan? Hah? Oke." Kata Alena yang berusaha menurut walaupun masih memiliki tanda tanya besar dalam kepalanya. Alena menuju pintu apartemen untuk menguncinya.
"Oh Shit!" Shanna tidak sadar bahwa dia mengatakan hal tersebut saat masih dalam kondisi menelepon. Shanna baru saja melewati tangga kedua dan didapatinya terdapat beberapa makluk penggigit yang mulai menuju ke arahnya. Tentu saja makhluk-makhluk itu mendengar teriakan juga deru langkah orang-orang yang berlarian di depan sebelum Shanna.
"Shan, ada apa?" tanya Alena yang sadar bahwa Shanna terdengar seperti sangat ketakutan. Shanna tidak menjawab pertanyaan Alena, dia buru-buru memasukkan handphone-nya kembali di saku. Shanna semakin mempercepat langkah kakinya dengan berlari. Beberapa kali dia menoleh ke belakang, dan dilihatnya biter itu juga semakin bergairah untuk memakannya. Shanna semakin menggebu dalam pelariannya, ketakutan yang melanda sedari tadi, seperti dia balas dengan pacuan lari. Sementara itu, teriakan suara yang memanggil-manggil "Shana" yang berasal dari saku tempat handphone-nya tak diindahkannya.
Dengan kondisi yang sangat panik, Shanna berhasil sampai pada lantai terakhir. Shanna berteriak terkejut ketika tangan kirinya diraih oleh biter itu yang telah menunggunya dari lantai terakhir. Dia melepaskan tas punggungnya dari tangan kanan dan menghempaskannya berkali-kali ke arah biter itu. Bersyukur, Shanna berhasil melepaskan diri dari makhluk tersebut, meski harus kehilangan tasnya. Shanna segera berlari menuju pintu yang tidak jauh darinya. Pintu itu akan mengantarkan dirinya keluar dari gedung keparat itu. Ya, Shanna berhasil keluar dari gedung tersebut masih dengan kondisi berlari karena dia tahu, di belakangnya masih ada yang mengejar dia.
Shanna menuju ke tempat parkiran untuk mengambil motornya. "Shit!" makian itu dia lontarkan karena dalam kondisi panik, dia justru tak kunjung menemukan kunci motornya. Shanna melihat ke arah samping, beberapa biter itu sudah hampir mendekatinya. Beruntung kunci motornya segera ditemukan dari saku celananya. Shanna langsung memacu motornya se-kencang mungkin. Shanna mengendarai motornya dengan mengebut. Ya, jalanan di kampusnya rupanya sudah tidak aman lagi. Pemandangan yang sama dengan yang Shana lihat dari dalam gedung kampus fakultasnya. Banyak yang berlarian dan pengendara lain juga sama mengebutnya dengan dirinya, tentu saja hal ini disebabkan oleh biter sialan itu. Shanna berusaha fokus, dia ingin segera menuju apartemennya untuk menemui Alena. Padahal jarak antara kampus dengan apartemen cukup dekat, tapi terasa lama.