Pintu tersebut semakin terbuka lebar. Shanna telah siap dengan sebilah pisau di tangan kirinya. Dia tidak mampu lagi menahan pintu tersebut. Dia akan melawan beberapa biter itu. Satu per satu biter itu berusaha meraih tubuh Shanna. Tangan-tangan mereka melayang ke arahnya. Shanna telah bersiap untuk mengayunkan pisau dari tangannya. Dia berhasil merobek sebelah dadanya. TIDAK MEMPAN!. Biter itu tetap hidup meski telah banyak mengeluarkan darah dari tubuhnya. Darah itu muncrat di pakaian Shanna.
Shanna bingung. Bukankah seharusnya makhluk apapun akan mati ketika mulai kehabisan darah atau ketika mengalami kerusakan di organ vital. Tetapi mengapa biter yang ada di depannya tidak demikian? Sepertinya dia memang akan mati sekarang. "Mereka" berdesakan untuk masuk memperebutkan daging lezat yang menjadi selimut bagi tulang Shanna. Tangan makhluk itu semakin mendekat. Bukan hanya tangan milik salah satu diantara biter itu, tapi semua.
Shanna berhasil mengelak ketika salah satu tangan milik biter itu akan meraihnya. Dalam usalah mengelaknya, tanpa sengaja Shanna menancapkan pisaunya dibagian kepala salah satu biter. Biter yang telah tertancap pisau tersebut jatuh. Shanna memerhatikannya. Makhluk itu mati, ya mati!. Otak Shanna merespon dengan cepat. Sasaran untuk melumpuhkan biter itu ada di kepalanya, mungkin juga OTAKNYA!. Benar, otak merupakan salah satu organ tubuh yang sangat vital keberadaannya. Shanna mulai mengambil sebilah pisau yang satunya. Pisau yang tadi tertancap telah jatuh bersama dengan lumpuhnya biter itu. Shanna mendengkuh setiap kali dia berhasil menancapkan pisaunya tepat di kepala makhluk-biter yang menjadi lawannya.
"Ugh... AAAAGGHHHH" teriak keras Shanna. Ini merupakan biter yang terakhir di depannya. Semua lawannya berhasil dilumpuhkan. Kini Shanna tahu, bagaimana cara membunuh makhluk-makhlum penggigit. Tepat di bagian otak. Shanna menutup pintu saluran tersebut dengan rapat. Dia menghela napasnya. Rasanya dia harus segera turun. Selain karena tenaganya sudah benar-benar terkuras, dia juga harus menemui Alena yang mungkin masih menunggunya. Shanna menuruni ruangan itu dengan perlahan.
Dadanya berdegup cepat. Shanna ingin segera menemui Alena. Shanna merasa sangat khawatir. Bagaimana tidak, beberapa kali dia memanggil-manggil nama "Alena" tapi tidak menemukan jawaban apapun. Hampa. Dia semakin mempercepat langkahnya untuk turun. Shanna memaki-maki ruangan ini dalam hatinya karena dia tidak bisa bergerak dengan cepat.
Shanna mendapati suara rengkuhan yang berasal dari lantai bawah. Shanna menunduk dengan lesu. Dia bersiap siaga kalau-kalau suara itu bukan berasal dari Alena tetapi justru dari salah satu biter. Dia melihat orang yang amat dikenalnya. Alena. Dia tersenyum bahagia. Helaan napas yang tersimpul menyeruakkan nada kelegaan.
"Shanna" dalam ucapannya ini menyiratkan ungkapan bahagia dari Alena. Dia tidak menyangka bahwa kekasihnya ini berhasil selamat. Teriakan keras yang didengarnya tadi itu rupanya tidak seperti apa yang dibayangkan oleh Alena. Bukan merupakan hal yang buruk. Sementara Shanna tidak menjawab panggilan dari kekasihnya. Dia menghela napas lega. Napas bahagia. Matanya membendung. Rupanya Tuhan masih menyetujui pertemuan mereka.
"Aku akan keluar," ucap Alena.
"Hati-hati Al," pesan Shanna dengan nada lirih.
Sesungguhnya, saat ini mereka berdua benar-benar ingin memeluk satu sama lain. Mungkin hatinya meronta, menyalahkan luas ruangan saluran air ini. "Mengapa harus sempit sih!" desah Alena dalam batin. Tapi itu tetap tidak mengurangi rasa syukur dan bahagia mereka. Perlahan, Alena membuka pintu tersebut.
"Krekk," sedikit macet, Alena membuka pintu itu tentunya dengan perlahan-lahan. Dia menggigit bibir bawahnya. Degup jantungnya bergetar lebih keras. Beberapa biter mendengar suara gesekan pintu. "Mereka" mulai mengerlingkan mukanya ke arah sumber suara. Suara serak dan erangan mulai beradu. Semakin semangat karena mendengar suara dari salah satu mangsanya. Ada yang mulai berjalan menuju ke arahnya.
Pintu tersebut sudah dibukanya dengan lebar, Alena keluar dari ruang saluran air itu. Alena terkejut karena sudah banyak biter itu yang menuju ke arahnya. Memang belum dekat. Deru napasnya makin memburu. Dia menoleh ke belakang. Disuruhnya Shanna untuk segera keluar.
"Shan! Keluar cepat!" teriak Alena. Biter itu semakin bergairah karena melihat dua manusia yang akan mengenyangkannya. Alena mengayunkan kakinya dengan cepat. Shanna juga melakukan hal yang sama. Dia berada tepat di belakang Alena. Sebenarnya kali ini mereka bukan lagi berhadapan dengan segelintir biter. Ya! Lebih banyak!. "Mereka" datang dari berbagai arah. Mereka berdua telah siap dengan sebilah pisau di tangan kanan mereka masing-masing.
Shanna mengayunkan pisaunya tepat di kepala biter yang hendak mencengkramnya dari arah kiri. Seperti yang sudah Shanna ketahui sebelumnya. Sepertinya dia harus bersyukur karena telah ditempatkan pada posisi yang rumit dan mencekam tadi. Shanna benar-benar bertarung untuk memperebutkan hidupnya.
Salah satu biter itu berusaha untuk menggigit Shanna dari arah depan. Posisinya tidak menguntungkan. Biter yang lain sudah berada tepat di belakang Shanna. Shanna menyadarinya. Dia mendorong biter yang di depannya dengan menggunakan tangan kirinya untuk menghindari biter yang berada di belakangnya. Shanna mendorong sampai di sebuah dinding penyangga gedung. Biter yang di belakangnya masih mengejar Shanna. Sesegera mungkin Shanna menacapkan pisaunya tepat di otak biter itu. Bersyukur biter itu dapat dilumpuhkan dengan mudah. Shanna segera berbalik arah. Dilihatnya biter yang mengejarnya telah berada tepat di depannya. Tanpa dikomando Shanna segera menusukkan pisaunya. Semakin banyak biter yang mulai berdatangan.
Shanna menoleh ke arah Alena. Alena sedang berusaha melumpuhkan biter yang kini berada tepat di depan Alena. Berkali-kali Alena menancapkan pisaunya ke tubuh biter itu, tapi tidak berhasil dilumpuhkan. Shanna segera berlari mengejar Alena, karena dilihatnya di belakang Alena telah terdapat beberapa biter yang hendak menggigit Alena. Alena tidak menyadari hal tersebut. Alena masih berusaha dengan keras menghabisi lawan yang kini tengah berada di depannya.
Jarak Shanna telah dekat dengan Alena. Yang pertama yang harus dilakukan Shanna adalah membunuh biter yang sedari tadi masih berjuang untuk menggigit Alena. Shanna lari dan segera saja dapat melumpuhkan biter tersebut karena tepat menancapkan pisau di kepalanya. Napas Shanna memburu. Dia menoleh ke arah Alena. Alena paham sekarang. Biter itu hanya dapat dibunuh jika mengenai otaknya. Kali ini, Alena telah siap!.
Shanna dan Alena bersiap menghadapi beberapa biter lainnya. Satu per satu berhasil dilumpuhkan. Pertarungan yang sangat sengit. Pertarungan yang sebenarnya tidak sebanding. Tetapi GAWAT!. Biter itu semakin banyak bermunculan. TENTU SAJA! "Mereka" merespon dari suara kegaduhan pertarungan-pertarungan tadi. Mereka berdua tidak akan mampu menghadapi lawan sebanyak ini. Degup jantung mereka bergidik kencang. Napas mereka saling menonjolkan siapa yang paling memburu.
"Al, sebaiknya kita pergi!" ucap Shanna dengan nada keras. Sesaat, Alena masih memandang banyaknya biter tersebut. Alena meng-iya-kan perkataan Shanna. Benar, mereka tidak akan mampu bertahan jika harus berhadapan dengan puluhan biter itu.
Shanna berlari diikuti oleh Alena yang berada di samping kirinya. Tidak mungkin mereka bisa keluar dari gedung apartemen. Banyak biter yang berjalan dari luar apartemen untuk masuk ke dalam gedung ini setelah mendengar kegaduhan-kegaduhan tadi. Hal ini membuat mereka tidak bisa keluar melewati pintu yang menuju ke halaman.
Mereka berdua bingung harus pergi ke arah mana. Mereka berdua berlari mengikuti langkah kaki mereka. Hanya lurus. Sampai pada sebuah tangga yang akan mengarahkannya ke basement. Di sana merupakan area parkir untuk kendaraan roda empat. Ya, sepertinya mereka harus bersembunyi terlebih dahulu di basement, atau barangkali tempat itu yang justru akan membawanya kabur.
Mereka menuruni anak tangga tersebut. Alena tepat berada di belakang Shanna. Hentakan kaki mereka kasar di dengar. Seperti seorang penjahat yang tengah di kejar polisi saja. Tetapi ini lebih berbahaya, sepertinya. Entahlah, mereka berdua belum pernah merasakan dirinya sebagai penjahat. Atau mungkin begini rasanya dikejar oleh sesuatu yang mengerikan?! Mereka terus berlari, tetapi tangan mereka telah siap dengan sebilah pisau. Suara hentakan kaki mereka saat ini tidak menutup kemungkinan akan membuat semakin banyak biter yang menuju ke arahnya. Bisa jadi "mereka" berjalan dari basement.
Benar saja!, satu per satu biter itu datang dari arah basement menuju tangga darurat yang dilewati oleh Shanna dan Alena. Mereka berdua tetap berlari dengan siaga. Apalagi Shanna yang berada di depan. Dia telah siap menggorok isi kepala biter yang berada di depannya. Samar-samar mereka berdua mendengaran suara erangan khas dari biter.
"Grhhhhh..." Tangan kanan Shanna mulai beranjak naik dengan sebilah pisaunya. Suara khas itu semakin terdengar dengan jelas. Satu biter itu telah telihat di pelupuk mata Shanna dan Alena. Semakin dekat, dengan berani Shanna mendorong biter itu dengan tangan kirinya. Tangan kanannya menancapkan sebilah piasu di kepala sebelah kiri biter itu. Saat Shanna tengah sibuk menghabisinya, biter yang lain datang. Kini giliran Alena, dengan sigap dia mempraktikkan kebolehannya.
Kali ini mereka berdua mungkin pantas disebut sebagai penjahat. Mereka telah mahir membunuh. Entah apakah "mereka" masih pantas disebut manusia? Biter yang tadi mengejarnya semakin dekat dengan mereka berdua. Kali ini mereka harus lebih mempercepat durasi dalam hal membunuh makhluk-biter yang menghalangi jalannya.