Rain menghela napas berat ketika masuk ke mobilnya yang sudah menunggu di lobi. Sopirnya menutup pintu di sebelahnya sebelum kembali masuk ke kursi kemudi dan melajukan mobil meninggalkan kantor.
"Apa ada masalah, Tuan?" tanya Noah yang duduk di kursi depan, di samping sopir.
"Apa kau mendapat informasi baru tentang gadis itu?" tanya Rain.
"Tidak ada informasi baru, Tuan. Saya juga menyadap telepon dan chat-nya, tapi tidak ada yang mencurigakan. Dia tidak melapor pada siapa pun sejauh ini, Tuan," lapor Noah.
Rain mengangkat alis. "Kau sudah berhasil menyadap ponselnya?" Rain takjub juga dengan kecepatan Noah.
"Tepatnya ketika tadi saya menemuinya untuk menjelaskan pekerjaannya, Tuan," terang Noah. "Gadis itu … sepertinya mudah percaya …"
"Tidak," Rain mendebat. "Dia tidak mudah percaya. Dia hanya takut akan kehilangan pekerjaan ini. Dengan kata lain, dia sangat membutuhkan pekerjaan ini."
"Ah, sepertinya begitu. Saya melihat chat-nya dengan karyawan klub malam bernama Silla yang mengatakan jika nanti malam dia akan pergi ke klub untuk bekerja seperti biasa, Tuan," beber Noah.
Rain mendengus tak percaya. "Apa kau bisa menyambungkan ponselnya ke ponselku, jadi aku bisa mengawasi telepon dan chat-nya?"
"Bisa, Tuan. Akan saya sambungkan ke ponsel Tuan," ucap Noah. "Tapi, sepertinya gadis itu masih belum meninggalkan kantor, Tuan."
"Dia memang sedang melakukan pekerjaan tambahan," timpal Rain.
Sebenarnya, di kantornya ada ruang loker khusus karyawan. Namun, entah kenapa Rain malah membiarkan gadis itu menyimpan pakaian barunya di ruang ganti Rain.
Namun, memang ruangan Rain adalah tempat paling aman. Jika gadis itu menyimpannya di loker, bias saja pakaian barunya hilang juga dicuri karyawan lain. Itu adalah keputusan paling logis dengan membiarkan gadis itu menyimpan pakaiannya yang mahal di ruangan Rain.
***
Jeanna sebenarnya paling tidak suka jika harus mendapat tugas mengantar ke ruang VVIP. Seringnya, orang-orang yang menyewa tempat itu berbuat seenaknya hanya karena mereka punya uang. Pernah dulu ketika Jeanna mengantar pesanan ke ruang VVIP, dia pernah dipaksa untuk menemani orang-orang itu dan dicekoki minuman. Untungnya, Silla segera datang dan menggantikannya.
Namun, menurut manajer klubnya, orang yang memesan ruang VVIP ini adalah orang penting dan dia hanya meminta Jeanna yang mengantar minuman ke sana. Meski manajernya berjanji akan segera mengirim Silla nanti.
Jeanna membawa nampan berisi botol minuman mahal ke ruang VVIP tujuannya. Namun, ketika Jeanna masuk ke ruangan itu, bahkan dalam cahaya remang ruangan itu, Jeanna bisa melihat sosok yang duduk dengan angkuh di sofa kulit ruangan itu.
"Pa-Pak Rain?" Tangan Jeanna bahkan sampai gemetar ketika ia melihat pria itu. Terlebih, melihat cara pria itu menatapnya.
Rain menelengkan kepala pada Jeanna. "Apa yang akan kau lakukan untukku malam ini?"
Jeanna terbelalak kaget mendengar itu. "Ma-maaf, Pak, saya tidak …"
"Apa kau akan duduk di pangkuanku dan merayuku? Atau, kau akan menuangkan minum untukku dan mabuk bersamaku? Atau, kau akan menari telanjang di depanku?"
"Sa-saya tidak melakukan hal seperti itu, Pak!" Tanpa sadar, suara Jeanna meninggi.
Rain mengangkat alis. "Benarkah?"
Pria itu kemudian menghampiri Jeanna. Jeanna mundur ketika Rain semakin dekat. Hingga punggung Jeanna menabrak pintu yang tertutup.
"Kenapa kau sok suci di depanku ketika kau masih bekerja di tempat ini setelah aku memberimu uang sebanyak itu?" sinis Rain. "Dengan kata lain, kau mengincar hal selain uang. Apa? Seks?"
Jeanna memekik kaget ketika Rain meraih pinggangnya dan menabrakkan tubuh mereka, hingga nampan di satu tangan Jeanna terlepas dan jatuh. Botol minuman mahal itu seketika pecah di bawah mereka.
"Tapi, kenapa kau begitu menolakku menyentuh tubuhmu?" bisik Rain di telinganya. "Apa aku bukan seleramu?"
Jeanna semakin panik ketika tangan Rain yang melingkari pinggangnya bergerak turun.
"Pak, tolong hentikan …" Suara Jeanna bergetar.
Ketika tangan Rain menaikkan rok seragam waitress klub yang dikenakan Jeanna, Jeanna refleks mengayunkan tangannya menampar pipi Rain. Bersamaan dengan itu, pintu ruangan itu terbuka dan Silla masuk. Sementara, Jeanna buru-buru melepaskan diri dari Rain dan kabur dari sana.
Di luar ruangan itu, Jeanna langsung jatuh terduduk. Ia shock karena tindakan Rain tadi. Namun, ia lebih shock lagi mendapati tangannya berani menampar wajah pria itu. Matilah Jeanna. Berakhir sudah.
Tidak mungkin Rain tidak memecat Jeanna setelah kejadian ini. Kecuali pria itu sudah mengosongkan otaknya sendiri.
Namun, kenapa? Kenapa tiba-tiba Rain melakukan ini pada Jeanna? Kenapa?
***