Chereads / Marrying Mr CEO / Chapter 9 - 9 – Takut Hilang 

Chapter 9 - 9 – Takut Hilang 

Setelah bersusah payah masuk ke ruangan Rain untuk mengikuti bosnya itu, meski harus membuka pintu sendiri dengan tubuhnya karena kedua tangannya penuh dengan bertas-tas pakaian yang dibeli Rain tadi, Jeanna dikejutkan dengan bentakan Rain yang sudah duduk di kursi kerjanya,

"Kenapa kau ikut kemari?!"

Saking kagetnya, semua tas di tangan Jeanna langsung terlepas. Tuhan … kuatkanlah jantung ini untuk menghadapi bosnya yang jika tidak berbicara dengan nada dingin dan kejam, hanya bisa berteriak-teriak pada Jeanna.

"I-ini … barang-barangnya mau ditaruh di mana, Pak?" tanya Jeanna hati-hati.

Rain mengembuskan napas kesal. "Mulai besok, kau hanya boleh ke kantor memakai pakaian itu. Jangan pernah membuatku malu lagi seperti tadi."

Ah … jadi pria itu malu karena Jeanna memakai pakaian murah?

Jeanna menunduk menatap tas-tas di bawahnya itu. Entah Jeanna harus senang atau sedih. Senang karena mendapat pakaian baru yang pantas dan mahal, bahkan tadi ada stelan yang sempat membuat Jeanna terpesona. Di sisi lain, sedih juga karena ia merasa seperti pengemis.

Meski begitu, Jeanna mengangguk pada Rain dan berkata, "Terima kasih, Pak."

Jeanna lantas mengambil tas-tas itu dan berbalik, akan keluar, tapi di depan pintu, Jeanna seketika teringat sesuatu. Ia tak bisa membawa barang-barang mahal ini ke rumah atau istri dari ayah tirinya akan mengambil semua barang ini untuk dia gunakan sendiri.

Jeanna kembali memutar tubuh dan menatap Rain. Pria itu juga menatap Jeanna dengan mata menyipit.

"Pak, sebelumnya saya mohon maaf, tapi … apa boleh saya menitipkan pakaian-pakaian ini di ruangan Pak Rain?" Jeanna memberanikan diri bertanya. Daripada semua pakaian mahal ini direbut istri ayah tirinya dan Rain menyalahkan Jeanna yang kembali memakai pakaian miskin.

"Apa kau sudah gila?" Rain memaki Jeanna lewat tatapannya juga.

"Sa-saya takut kalau saya bawa pulang nanti hilang, Pak," terang Jeanna. "Saya janji, saya tidak akan mengganggu Pak Rain." Jeanna lantas menatap sekeliling ruangan itu. Ada dua pintu lain di sana. Jeanna menunju ke salah satu pintu itu. Itu pasti toiletnya. "Saya akan menyimpan ini di pojok kamar mandi. Saya akan berganti pakaian setiap pagi sebelum Pak Rain datang agar tidak mengganggu Pak Rain."

Rain kembali mengembuskan napas. Jelas pria itu tampak kesal. Namun, pria itu tidak berteriak pada Jeanna dan malah menujuk pintu yang tadi ditunjuk Jeanna. Pintu yang sejajar lurus dengan meja kerja Rain.

"Kau bisa menyimpan pakaianmu di sana. Tapi ingat, kau sudah harus keluar dari ruanganku sebelum aku sampai ke ruangan ini setiap pagi, dan kau baru bisa masuk ke sini setelah aku pergi sorenya. Kau mengerti?" tegas Rain.

Jeanna mengangguk kuat. "Baik, Pak!" jawabnya tak kalah tegasnya.

Rain kemudian berdiri dari kursi kerjanya dan menghampiri Jeanna.

"Minggir!" perintah Rain kasar. "Aku akan pulang sekarang. Pastikan kau melakukan apa yang kukatakan tadi besok."

"Baik, Pak."

Jeanna menepi agar Rain bisa lewat, tapi salah satu tasnya jatuh ke kaki Rain. Jeanna membungkuk akan mengambil tas itu, tapi Rain sudah menendang tas itu. Lalu, tanpa mengatakan apa pun lagi, Rain meninggalkan Jeanna yang masih membungkuk di depan pintu ruangan itu.

Jeanna menarik napas dalam, lalu menegakkan tubuh. Enak sekali jadi orang kaya. Bisa seenaknya menendang barang-barang mahal. Jeanna menyabarkan diri sembari mengambil tas yang tadi ditendang Rain dan masuk ke pintu ruangan yang tadi disebutkan Jeanna.

Namun, begitu Jeanna masuk ke sana, ia mendapati dirinya tidak berada di kamar mandi, melainkan di ruangan yang penuh dengan pakaian. Ia ber-wow ria melihat deretan pakaian mahal di rak-rak yang ada di ruangan itu. Jeanna menyempatkan berkeliling ruangan itu. Ada stelan mahal berbagai model dan warna. Mulai dari kemeja dengan bahan yang berbeda-beda, begitu pun dengan jasnya, hingga tuksedo. Bahkan, ada rak pajangan kaca yang berisi berbagai macam jam tangan mahal dan dasi.

Jika istri ayah tirinya ada di sini, dia pasti sudah memboyong semua barang-barang ini pulang. Jeanna hanya menghela napas, lalu mencari tempat di mana ia bisa menyimpan baju-baju barunya. Tatapannya jatuh ke ruang kosong di samping sepatu-sepatu mahal yang mengkilat di bagian terbawah rak pakaian itu.

Jeanna memutuskan untuk menyimpan pakaiannya di sana saja.

***