Sinar mentari sudah tenggelam ketika datang waktu menjelang malam, cahaya indah mentari masih ada namun mulai beranjak dan menghadirkan jingga, semburat langit mulai menghitam.
Kedua saudara ini berhenti di Masjid sudah dari tadi, melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim. Kewajiban bagi hamba sebagai bentuk syukur. Wajah pemuda dengan kemeja biru muda itu terlihat suntuk dan letih pemuda yang dibilang persis Aktor luar negri yang berperan sebagai tokoh utama di Film transformers. Ya banyak yang bilang dialah Shia LaBeouf nya Indonesia.
"Lelah Gus?" tanya Sofil ikut duduk bersama Kakaknya, diserambi Masjid besar dan indah.
"Lumayan ..." ucap pemuda yang mulai serius. Kedua saudara ini sangat bertolak belakang. Sofil urakan, malas, pemabuk.
Sedang Fatih pendiam, baik, dan selalu menjadi kebanggaan orang tua.
"Sebenarnya banyak rasa iri, aku iri dengan Gus yang berprestasi dan aku tidak," ujar Sofil penuh pengakuan. "Tapi ya salahku sendiri, tidak pernah bertindak dan berjuang untuk mencapai hasil yang membanggakan," imbuhnya dengan raut wajah sesal.
"Tidak ada kemauan yang mendorong, jika hanya mau tapi tidak ada usaha ya gila, Sofil tanamkan rasa ingin sedalam-dalamnya lalu majulah perlahan, tapi jangan berbalik arah. Belajar satu hal dulu, berhentilah minum hamr. Itulah yang penting, kamu memang dapat mencegah zina, tapi tidak tau kedepannya nanti takutnya saat keadaan mabuk, kamu tidak terkendali lalu melakukan itu, jadi ... Pikirkan ucapan saudara sedarahmu ini," ujar Fatih sangat serius.
"Enjjih ... Gus ponselmu dipenuhi Chat dari Zahra, siapa itu?"
"Teman,"
"Gadis itu yang memikat hatimu, tapi tong," belum selesai mulut Sofil dibungkam dengan tahu. "Haem, haem, mantul Gus," ia menikmati makanan itu.
"Jangan menilai orang dari fisik, kalau kamu menghina seseorang karna fisik, kamu juga menghina yang menciptakan, nau'dubillah ..., dia sangat cerdas dan banyak pria yang mengaguminya. Fisik tidak akan terlihat kala seseorang penuh dengan prestasi. Ingat itu, postur keren, gagah, macco tapi tidak ada yang dibanggakan, sama saja tidak ada manfaatnya, benar tidak kataku?" pertanyaan Fatih menimbulkan ekpresi aneh dari Sofil.
"Kenapa wajahmu?" tanya Fatih menahan tawa.
"Kenapa wajahmu?" Sofil mengikuti Fatih.
"Lo kok malah mengikutiku?" tanya Fatih, Sofil tertawa.
"He he he. Kamu menyindirku Gus," ucap Sofil sadar bahwa dia memang belum berguna untuk siapapun.
"Kamu sadar?" tanya Fatih.
"Kamu sadar?" Sofil mengikuti, Fatih tertawa karna Sofil mengikuti perkataannya.
"Maaf Gus, lalu Zahra itu sekarang menikah? Gus ccerita dong Gus, kepo nih ..." pinta Sofil.
"Satu Jam bayar satu juta ya," ujar Fatih bercanda.
"Oke deh nanti kalau sudah jadi Presiden," ceplos Sofil pasrah.
"Disebuah acara ada sosok Gadis yang melamun dekat dengan kaca, ada orang berlarian dan menarik sesuatu darinya. Butiran tasbih berserakan aku ikut mengambil satu persatu, setelah selesai aku memberikan dan gadis itu pergi. Aku tanpa sengaja melihat gemerlapan dilantai, tempat gadis tadi berdiri. Sebuah liontin, berbentuk oval, aku mengambil dan berlari aku keluar dari keramain, aku terus berlari namun tidak aku temukan. Aku pulang kehotel, dalam perjalanan pulang aku melihat gafis itu berdiri disebuah jembatan. Aku minta turun dan berlari menyusul gadis itu. Aku kira dia akan nekat dan menghabisi diri-sendiri, namun ternyata tidak, dia sedang berseteruh didalam telpon, aku tidak ingin mendengar, aku melangkah pergi dan ternyata dia melihatku.
"Ada yang ingin kamu sampaikan?" dia berbicara sedikit keras pada malam yang dingin itu, aku menoleh lalu berjalan dan sesegera aku mengembalikan liontin itu. Pertemuan pertama ya seperti itu, membosankan kan?" tanya Fatih setelah bercerita.
"Lumayan garing kalau aku, aku beri kesan tersendiri, seperti tadi pagi, saat aku berpas-passan dengan gadis, jempol kakiku sampai begini, ini adalah kesan benci tapi membuat aku mengingatnya. Dan jadi sebuah kenangan," ujar Sofil, Fatih melihat jempol adiknya lalu menggenggamnya.
"Sakit Gus ... Kejam, saudara sedarah yang tega," keluh Sofil mengangkat kaki lalu meniupi.
"Yang meninggalkan kenangan dia bukan kamu. Tapi ya Fil, kadang pikiran ku seperti ini, pacaran, rayu merayu, pengorbanan,penantian itu akan terasa saat benar ditakdirkan dengan seseorang yang diinginkan dalam doa. Namun paling sering terjadi sekenario Allah Subhanahuwata'ala, bukan seperti itu. Kadang kita berhubungan dengan sangat lama dengan seseorang, membina, membangun, pada akhirnya dia menjadi milik orang lain. Aku tidak patah hati banget saat Zahra menikah, tapi aku terluka tidak berdarah,"
"Ha ha ha," Sofil tertawa mendengar pengakuan Kakaknya.
"Tertawalah sepuasmu. Cinta karna rasa nafsu itu semu dan sebentar, kalau cinta benar petunjuk dariNya ya abadi. Banyak insan salah menilai soal cinta kelain jenis. Pertemuan perkenalan memuaskan hasrat dengan dan sampai melakukan semua tanpa terlendali, lalu bosan, itulah sebuah rasa semu. Kesenangan yang sementara hanya memuaskan hasrat. Kenangan saat jatuh cinta kepada Zahra adalah ketika kita hanya saling diam dan tidak memaksa satu sama lain. Kamu mengenalku Fil, aku tidak bisa seperti dirimu yang membuai para kaum Hawa dengan kata-kata puitis. Karna takut dosa juga, kenangan yang aku buat sangat sederhana, aku dan Zahra hanya saling bertukar cerita hidup didalam buku, kami bertemu tiga kali, lalu berpisah dan dia menikah. Dia pergi ke Kairo karna seuatu pekerjaan yaitu disain baju muslimah, awalnya dia tidak setuju akan perodohannya, karna juga sudah menyimpan rasa kepadaku, entah apa yang menarik dariku,"
"Banyak," sahut cepat Sofil.
"Jangan disebutkan, ini semua milik Allah ... Ketampanan hanyalah titipan singkat, jika misal Allah memberikan sebuah kecelakan, dan menjadikan wajah rupawan ini, menjadi memgerikan. Atau lagi kecelakan yang sampai melumpuhkan, tubuh kekar, gagah pun tiada berarti kalau hanya duduk di atas kursi roda maka dari itu jangan sombong, selalu bersyukur dengan apa yang sudah diberi," perkataan Fatih membuat Sofil berpikir.
'Aku tidak bisa berpikiran seluas Gus Fatih, makanya juga aku belum ada rasa takut yang terlalu, ya Allah hamba masih angkuh dengan keadaan hamba, tidak bersyukur dengan kesehatan yang Engkau beri. Ya Allah ... Engkaulah yang memberi siksaan, siksa hamba sekarang ya Robb,' barin pemuda itu seperti sudah luluh dan tidak akan mengulangi minum lagi.
"Lalu dia kenapa bisa menerima perjodohannya," lanjut Sofil bertanya soal Zahra.
"Hanya satu alasan, petunjuk dari Allahlah yang mengalahkan nafsunya ingin bersamaku. Hal itu membuat aku semakin kagum dan meredam cinta kita, cinta tidak harus memiliki. Eh tunggu Sofil, apa kepulanganku memang rencana Abah untuk menjodohkanku dengan Neng Bilqis? Soalnya Abah tiba-tiba menyuruhku pulang, karna keadaannya kurang baik,"
"Itu modus Abah agar Gus pulang, Abah baik sih tapi ya sering serangan jantung karna ulahku," jawaban Sofil melegakan namun juga mengejutkan. Keduanya lalu tertawa kecil.
Bersambung.