Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang dan mobil Habib masih terparkir di bahu jalan depan rumah bang Fahri. Kenapa dia tidak pergi juga? Apa dia tidak ada jadwal mengajar hari ini? Tapi ini hari Rabu, dan seharusnya dia mengajar beberapa kelas, kecuali hari jum'at.
Aku yang melihatnya masih duduk di bawah pagar sambil mengusap keringat hanya bisa menggigit bibir, berharap dia segera pergi. Bukan apa-apa, nantinya dia bisa sakit kalau terus-terusan ada di sana.
Matahari sedang terik-teriknya, dan Habib hanya duduk di dekat pagar sejak tadi. Aku sendiri tidak tahu apakah dia sudah sholat zuhur apa belum. Karena setiap kali aku melihatnya, dia masih ada di tempat.
"Sudahlah, biarkan saja. Nanti juga pergi sendiri," kata mbak Anisa ketika memergoki-ku mengintipi Habib dari balkon.
"Bukan begitu, Mbak. Aku hanya takut Habib sakit kalau dia panas-panasan di luar."
"Habib itu kuat, mana mungkin dia sakit."