Aku terus kepikiran tentang masalah amplop itu. Antara rasa penasaran dan juga takut kalau harus membukanya, tapi tanganku juga gatal ingin cepat-cepat membuka dan tahu apa isinya.
Sampai jam sebelas malam, aku masih berdiam diri ditempat tidur sambil memandangi amplop cokelat besar pemberian bunda. Dasar bodoh, dari dulu ingin tahu siapa ibu kandungku, tapi giliran sudah dapat petunjuk, malah tidak dibuka.
Kugelengkan kepala dan segera bangkit untuk membuka amplop yang ada di atas nakas. Habib sendiri sudah tertidur lelap di sampingku sejak tadi. Aku tak berniat membangunkannya karena memang dia kelihatan sangat lelah.
Meraih amplop di atas nakas, dan bersiap untuk melihat isinya. Di dalamnya ada buku nikah, kartu keluarga, dan juga beberapa foto. Tapi ada satu benda yang membuatku sangat tertarik, yakni sebuah buku diary usang bersampul hitam tanpa corak, kecali tulisan 'Book Diary' yang di cetak warna emas.