"Baiklah." Habib menggigit martabak bekas gigitanku. "Katakanlah," imbuhnya lagi sambil mengunyah.
"Bunda memintaku untuk mencabut laporan Farida dan membebaskan dia dari penjara, katanya itu sebagai bukti kalau aku memang masih sayang sama bunda."
Entah apa yang ada di pikiran Habib saat ini, dia langsung berhenti mengunyah dan menelan martabak dalam mulutnya bulat-bulat. Mungkin dia kaget, marah atau bingung dengan permintaan dari bundaku.
Segelas air yang ada di nakas dia telan sampai habis tanpa menyisakan satu tetes pun untukku. Ekspresinya berubah yang tadinya ceria menjadi sedikit mendung, maksudku sedikit tegang dan ... juga gelisah.
"Tapi kamu tidak menyetujuinya 'kan?" tanya Habib melihatku dari jarak yang cukup dekat.
Aku menggeleng. "Aku keburu pingsan waktu itu," jawabku.
Habib berjalan ke arah jendela dan menutupnya, melarang angin malam masuk semakin banyak ke dalam kamar karena khawatir itu akan semakin memperburuk keadaanku.