Pagi ini Habib akan langsung pulang ke Jakarta. Pekerjaannya sebagai seorang dosen mengharuskan dia untuk terus ada di kota metropolitan itu, sebab jam mengajarnya sekarang sedang ada perubahan, hingga masih tak tentu.
Belum lagi dia juga harus mengurus caffenya yang ditinggal sang manager ke luar kota. Aku tidak tahu seberapa sibuknya Habib, dan dia masih sempat mencari tahu tentang pelaku penembakanku waktu itu. Sepertinya dia memang sangat peduli padaku.
"Hati-hati dijalan," pesanku padanya sebelum dia pergi.
Dia mengecup pucuk kepalaku sebelum akhirnya melaju dengan mobilnya. Mbak Anisa baru keluar saat Habib sudah pergi. Dia merangkul dan mengelus pundakku dengan pelan.
Kakak iparku itu tersenyum, memberikan dorongan untukku untuk ikut tersenyum juga. "Mertuamu mencari, sebaiknya kamu cepat temui dia," katanya pula.