Farida membuang muka dengan kesal setelah mendengar perkataan Umar. Dia masuk kedalam rumah dengan hentakan kaki yang membuat suara bergema. Tentu saja adikku itu marah, sebab dia tahu kalau suaminya memang belum sepenuhnya melupakan aku.
Suasana makin keruh sekarang. Habib terduduk lemas dilantai sambil bersimbah darah, sementara Farida dan Umar bertengkar. Aku tidak tahu mana yang harus kudahulukan, entah menyelesaikan pertengkaran adikku atau menolong suamiku.
Tapi aku sama sekali tidak tega melihat Habib merintih kesakitan seperti itu. Dia bahkan sampai muntah darah akibat pukulan Umar yang begitu kuat menyerang perutnya. Cepat-cepat kuhampiri dia untuk membantunya bangun, tapi aku terlambat.
Aisyah sudah lebih dulu memegang lengan Habib dan membantunya berdiri. Gerakan tangan ini terhenti seketika, langkah kakiku juga berhenti. Terdiam mematung sambil menyeka sisa-sisa air mata di pipi.