"Ayah, bunda, Farida dan Umar akan datang ke Jakarta besok," kata bang Fahri.
Aku sedikit terkejut mendengarnya. Makanan di tangan kutaruh begitu saja dan langsung menghampiri bang Fahri yang berdiri agak jauh dariku. Padahal aku baru saja menyantap makan malamku bersama mbak Anisa dan Azka dijam satu malam, tapi mendadak bang Fahri menerima telepon dan berkata demikian.
"Mereka mau ke Jakarta?" tanyaku memastikan.
Bang Fahri mengangguk. "Mereka lihat berita penembakan Habib di tv, dan katanya mereka akan ke Jakarta besok pagi," info bang Fahri lagi.
"Umar? Dia datang?"
"Kenapa? Apa kamu takut?"
Aku menggeleng. Bukan takut, aku hanya tidak mau jika kedatangannya nanti membuat dia semakin mudah menekanku untuk meninggalkan Habib. Selama masih di Bandung saja dia selalu mengirimi pesan singkat dan berbagai macam peringatan untuk segera bercerai, apalagi kalau bertemu.
"Kenapa Umar harus datang? Aku tidak mau bertemu dengannya, Bang," ucapku.