Sampailah mereka dikediaman Nenek itu, "Silakan masuk Nak." sambil mempersilahkan Larman dan Arwan untuk masuk ke dalam rumahnya yang megah bagai istana kecil itu.
"Baik nek," jawab Larman dan Arwan serentak.
Ketika mereka masuk, mereka dibuat kagum dengan banyaknya barang-barang dan pernak-pernik mewah nan berkilau. Benda-benda mahal yang mungkin baru mereka lihat seumur hidup.
"Ini semua barang-barang Nenek ya??" tanya Larman sembari melihat barang-barang yang ada di kiri dan kanannya.
"Tentu saja anak muda, ini semua adalah harta nenek yang sangat berharga, kalian mungkin keheranan ya bagaimana cara nenek bisa mendapatkan kekayaan seperti ini? Hahaha ...." jawab Nenek itu dengan tertawa kecil.
Mereka tiba di sebuah ruangan yang luas dengan meja yang panjang. "Silakan duduk Nyonya." kata seorang pelayan di ruangan itu yang sudah menunggu di dekat kursi.
"Kalian berdua, silakan bersantai dulu di sini dan mari kita berbincang-bincang tentang tujuan kalian kesini," kata sang Nenek setelah duduk.
Larman dan Arwan juga dilayani oleh para pelayan yang ada di ruangan tersebut, "Wahh ... seumur-umur baru kali ini aku diperlakukan seperti raja Man," bisik Arwan kepada Larman yang ada di sampingnya.
"Iya Wan, aku juga. Hebat ya Nenek itu, kira-kira apa ya usahanya di dunia ini hingga bisa memiliki kekayaan seperti ini???" jawab Larman dengan wajah penuh keheranan.
Mereka semua sudah duduk dan kembali bertatap-tatapan bertiga, hingga sang nenek yang mulai berbicara lebih dulu.
"Ekhem, jadi ... darimana asal kalian anak-anak muda??"
"Kami dar ...." seketika Larman memberi tanda ke Arwan agar tidak berbicara, seakan-akan mengisyaratkan bahwa dirinya yang akan menceritakan semua.
"Jadi begini Nek, sebenarnya kami dari dunia yang lain. Disana kami hidup seperti biasa hingga salah satu teman kami menghilang, kabar yang kami dapat bahwa ia datang ke bangunan yang bernama Bandarsia. Sampai kami bisa berada disini juga karena seorang pria berjas hitam yang mengatakan bahwa teman kami masuk ke dunia ini," jawab Larman dengan penuh keyakinan berharap mendapat jawaban dari sang Nenek.
"Ohh ... begitu rupanya. Memang pria berjas hitam itu seperti perantara dunia ini dengan dunia kalian, jadi ... kalau boleh nenek tau siapa nama teman kalian itu nak???" Tanya sang nenek kembali.
***
Sekumpulan orang-orang yang menggunakan naga terbang disebuah padang rumput yang luas, yang paling depan sebagai pemimpin mereka adalah Marton, "Bagaimana? Apa sudah kalian lacak keberadaan mereka??" tanya Marton pada para bawahannya.
"Sudah tuan, mereka ada di kediaman nyonya Surti yang ada di sekitar sini," jawab salah seorang dari mereka.
"Ohh, rupanya nenek yang baik hati itu yang menampung mereka untuk sementara. Baiklah semuanya, kita kesana!!" seru Marton dari atas naga.
"Baik tuan!!" jawab para pasukan secara serentak.
***
"Nama teman kami itu Suhndi Nek, apa Nenek mengenalnya??" tanya Arwan dengan sedikit cemas.
Seketika raut wajah Nenek itu berubah sedikit terkejut, sebelum ia menjawab pertanyaan dari Arwan, ia menghela nafas panjang. "Suhndi, teman kalian itu pernah berada disini juga dalam situasi yang persis sama seperti kalian saat ini," jawab sang Nenek.
"Oh, begitu ya Nek?? Jadi di mana dia sekarang nek?? Kenapa dia tidak ada disini??" tanya Arwan kembali dengan tergesa-gesa dan tidak sabar.
"Tenang Wan, biarkan Nenek jelaskan pada kita," tahan Larman sambil meletakkan tangannya di dada Arwan yang sedari tadi hampir beranjak dari tempat duduknya.
Tiba-tiba seorang pelayan datang dengan tergesa-gesa dan memberi kabar kepada sang nenek. "Nyonya, ada pasukan dari istana Cavalliar datang ke tempat ini. Pemimpinnya ingin bertemu dengan anda Nyonya," lapor sang pelayan dengan wajah yang panik.
"Baiklah, biar aku yang menangani, kalian berdua tunggu disini saja ya." kata sang nenek sambil berjalan meninggalkan ruangan itu.
Larman dan Arwan kembali saling menatap, mereka masih bingung dengan apa yang sedang terjadi dan apa yang sedang menunggu di depan rumah Nenek itu. "Hei Wan, gimana menurutmu?? Apa mungkin Suhndi sudah pergi jauh??" tanya Larman yang sedari tadi terus menundukkan kepalanya dengan lemas.
"Entahlah Man, intinya bagaimanapun caranya kita harus merebut kembali Suhndi dan kembali ke dunia kita," jawab Arwan dengan penuh keyakinan.
Sang nenek sudah sampai di depan gerbang rumahnya, Marton turun dari naganya dan mulai berjalan mendekat ke arah sang nenek. "Permisi Nek Surti, maaf mengganggu hari anda yang tenang dan damai ini, tapi kami di sini atas perintah dari tuan kami Suhndi untuk meminta agar dua temannya itu diberikan kepada kami," kata Marton memulai percakapan.
"Maaf, jika aku boleh bertanya ... untuk apa ia menginginkan kedua temannya itu ke tempat Suhndi berada??? Bukankah ia bisa saja langsung datang kesini dan melihat mereka?" jawab sang Nenek dengan tenang namun dengan wajah yang waspada.
"Anda sangat pintar seperti biasanya Nenek, tentu saja tuan kami itu ingin agar mereka melihat hasil dari kesuksesan yang telah ia raih selama di dunia ini," jawab Marton sembari tersenyum lebar.
"Maaf, aku tidak tahu rencana kalian. Tapi aku tidak bisa membiarkan kalian membawa kedua tamuku itu, karena mereka baru saja sampai dan mereka juga kelelahan," kata sang nenek dengan wajah yang serius.
Marton menghela nafas panjang dan kembali mencoba bernegosiasi, "Nek, anda tahu kan?? Tuan kami itu jika sudah meminta maka harus dikabulkan, jika tidak maka kami yang akan terkena imbasnya, apa anda tega pada kami??" Marton mencoba mengiba pada sang Nenek yang sedari tadi menatap matanya dengan penuh keseriusan.
"Yaa ... itu bukan urusanku, kau sendiri yang memilih Suhndi menjadi tuanmu kan??" jawab sang Nenek dengan ketus.
Marton menutup mata dan menggelengkan kepalanya, mencoba berdiam sejenak. "Apa mungkin harus ku ambil secara paksa mereka?!?" tantang Marton sambil mengambil pedang yang ada di pinggangnya.
Para pelayan dan penjaga rumah mulai bersiap-siap bertarung dengan semua senjata yang mereka bawa, ada yang menggunakan pistol, senapan, pedang dan lainnya. Begitu pula dari kubu pasukan Marton yang sudah siap dengan segala senjata beserta naga-naganya.
"Kukatakan sekali lagi ya Nek, serahkan mereka atau akan terjadi pertumpahan darah disini!" ancam Marton dengan pedang di tangan kanannya mengarah ke Nenek Surti. "Aku tidak takut, kalian yang seharusnya pergi dari sini!!" jawab sang nenek tanpa gentar.
"Cihh ... keras kepala sekali, walau tuan kami pernah utang budi padamu Nek tapi kau tidak berhak menahan mereka sahabat-sahabatnya. Jangan halangi kami!!" jawab Marton dengan nada yang tinggi dan wajah sedikit kesal.
"Aku tidak peduli soal itu," jawab Nek Surti dengan lantang.
"Serang semuanya!!! Habisi mereka!!" perintah Marton kepada para pasukannya yang sedari tadi sudah siap bertempur. "Nyonya masuklah, biar kami yang hadapi mereka." pinta beberapa orang pelayan yang ada di dekat Nek Surti.
Pertempuran dari kedua kubu sudah tidak dapat terelakkan, naga-naga dari pasukan Marton dengan cepat menyemburkan Api dari mulutnya ke arah pelayan-pelayan sang nenek, "Ahhh ... panas ... panas ...." teriak beberapa dari mereka yang terkena serangan.
Sementara itu para pelayan juga berhadapan dengan Marton yang bertarung menggunakan pedangnya. Larman dan Arwan pun terkejut mendengar keributan yang ada di luar.