Renata berada di pinggir jembatan. Berkali-kali ia meletakkan telapak tangan ke pipi.
"Ada apa ini? Kenapa wajahku memanas?"
"Hey! Maaf, untuk yang tadi, gua gak maksud bentak lu dan buat lu sedih."
Renata menoleh. Siji sudah berada di sampingnya. Mengangguk kecil, Renata lantas berucap, "Maaf juga sudah membuat Siji khawatir."
Siji tersenyum, ia mengacak kasar rambut hitam milik Renata.
"Hentikan, Siji! Kau merusak tatanan rambutku!" Renata merapikan rambutnya kembali. Sekelebat ia melihat ke arah Siji. Ia benar-benar merasa gugup.
"Oh iya, kenapa lu lari, hah?! Setidaknya kalau nolak gua, lu bisa bilang lebih lembut, kan?" Siji mengusap kasar wajahnya. "Hasshh! Lu benar-benar cewek jahat!"
"Ah, bukan begitu, Siji. Sepertinya aku punya penyakit mematikan."
"Apa?" kejut Siji.
Renata kembali memegang dadanya, menjaga agar jantungnya tak melompat keluar.