Wanita itu tiba-tiba melayangkan tinjunya dan telak mengenai perut Ardha Candra. Untuk kedua kalinya pria itu melenguh pendek, dan hanya sepersekian detik, Ardha Candra terlempar ke belakang, membentur dinding dengan keras, lalu ambruk ke lantai.
Tepat di saat itu Clara Dimitrova telah berhasil memasuki rumah tersebut, melihat tubuh yang melayang membentur dinding itu, sang detektif wanita segera merapatkan tubuhnya ke dinding di belakangnya. Ia perlu bersembunyi untuk sesaat demi memastikan apa yang sedang berlaku di ruang tengah itu.
Brengsek!
Ardha Candra memaki panjang-pendek di dalam hati. Tidak habis-habisnya ia mengalami kesialan semenjak siuman dari konsisi koma beberapa hari yang lalu.
Karma buruk apa sebenarnya yang telah aku lakukan?
Ia mencoba bangkit, namun kembali terempas ke lantai sebab ia merasa kejang di bagian perut yang sudah dua kali menerima pukulan, juga punggung yang terasa remuk akibat membentur dinding dengan keras.
Padahal dia terlihat seperti gadis yang belum genap 20 tahun, kekuatan dari mana yang ia dapat itu? Bahkan ia mampu membuatku terlempar dengan sekali pukulan saja?
Sinting! Aku siuman di tengah dunia yang sinting!
"Biar kutunjukkan padamu, Ardha," ujar Eredyth seraya menyeringai lebar. "Agar kau bisa mengingat apa yang sudah kau lakukan!"
Eredyth menggerakkan sedikit kepalanya kepada kedua temannya itu.
Pria muda yang berpakaian ala atlit bola basket itu mendekati Ardha Candra dan memaksanya untuk berdiri. Satu tangannya mencengkeram bagian belakang baju, dan tangan lainnya mencengkeram dagu Ardha Candra, memaksa pria itu memandang ke arah pria yang berdiri di samping kiri Eredyth.
Pria yang berpakaian serbakasual di samping kiri Eredyth maju selangkah, dan seiring langkah kakinya itu, tubuhnya pun terlihat menggelembung di beberapa titik, membesar dan semakin membesar. Permukaan kulit di tubuhnya retak dan pecah-pecah, lalu dalam sekejap sosok itu telah berubah sepenuhnya menjadi makhluk yang mirip seperti bunglon dengan warna tubuh sedikit kemerah-merahan.
Pengalaman ini tentu saja pernah dialami oleh Ardha Candra. Bola matanya membesar. Sama sekali tidak ia duga, ternyata orang-orang ini adalah teman dari makhluk jejadian yang ia bunuh di kamar sebuah rumah sakit tempo hari.
Tapi, tentu tidak begitu dengan Clara Dimitrova. Ketika ia menyaksikan bagimana sosok pria muda itu seketika berubah wujud menjadi makhluk setengah bunglon, ia hampir saja berteriak karena terkesiap sekaligus ada ketakutan yang langsung menjalar di dalam tubuhnya.
Hanya saja, sebagai seorang detektif polisi, Clara tidak ingin rasa takut mengalahkan dirinya. Dan hal ini pun setidaknya membuka pikiran Clara tentang apa yang pernah disampaikan oleh Ardha Candra.
Ternyata dia tidak berkata bohong, gumam Clara di dalam hati.
"Kau sudah ingat sekarang?" Eredyth menyeringai lagi.
"Jadi, kalian adalah teman dari makhluk jejadian itu?" Meski berada dalam ketakutan, namun Ardha Candra tidak memperlihatkan hal itu. "Siapa kalian sebenarnya, hah?!"
"Kau tahu…"
Eredyth mendekati Ardha Candra, sementara makhluk serupa manusia-bunglon setinggi hampir dua meter itu berdesis-desis di belakang dengan ekornya yang panjang dan bergerak-gerak perlahan.
"…Aku lebih suka membunuhmu sekarang juga, meminta salah satu dari mereka memakan otak dan jiwamu. Sayang sekali, kalau tidak karena laki-laki itu menginginkanmu hidup-hidup—"
"Cukup sampai di sana!"
Perhatian semua orang tertuju kepada Clara Dimitrova yang keluar dari persembunyiannya dengan pistol yang teracung dan kapan saja siap untuk ditembakkan.
"Detektif?" ujar Ardha Candra, dan ini sedikit mendatangkan asa baginya.
"Wah, wah, wah…" Eredyth menyeringai sembari melipat tangan ke dada. "Ternyata ada seseorang yang mengawasi kita. Kalian menyadarinya?"
Pria yang memegangi Ardha Candra menggeleng dengan seringai serupa, begitupula makhluk serupa bunglon itu.
"Lepaskan pria itu sekarang juga!" ujar Clara memberikan perintah. "Aku tidak main-main dengan ucapanku!"
"Atau apa?" tantang Eredyth. "Kau akan menggunakan senjata primitif itu untuk menyerang kami? Silakan saja!"
Makhluk serupa bunglon itu lantas melangkah ke arah Clara Dimitrova. Dua tangan yang terlihat lebih panjang dan tidak proporsional itu terlihat sedikit mengembang dengan cakar berkuku tajam yang hanya memiliki empat jari di masing-masing tangan.
"Berhenti di sana!" teriak Clara. "Jangan mendekat!"
Tapi makhluk itu tidak mendengarkan ucapan sang detektif wanita sama sekali, ia terus mendekat dan mendekat.
Bang!
Bang!
Bang!
Tidak ingin mengalami hal yang buruk, Clara Dimitrova pun melepaskan beberapa kali tembakan ke tubuh makhluk jejadian tersebut.
Dan sang detektif menjadi terkesiap sebab tiga peluru yang menembus tubuh makhluk tersebut tidak membuat sang makhluk berhenti apalagi tersungkur. Seolah-olah makhluk itu kebal terhadap tembakan.
"Bodoh!" dengus Eredyth.
Tiba-tiba saja makhluk itu mengaum dahsyat, dan sebuah benda kemerah-merahan melesat dari dalam mulutnya. Lidah. Lidah yang sangat panjang itu berhasil melilit salah satu kaki sang detektif.
Clara Dimitrova terpekik ketika makhluk itu menyentakkan lidahnya sedemikian rupa dan itu membuat sang detektif terlempar ke arah ruang tengah.
Tubuh Clara membentur dinding di atas televisi, membuat jam dinding terpental, dan ia ambruk menimpa televisi dan meja rendah di bawahnya sebelum akhirnya terguling ke lantai.
Saat itu terjadi, dan sebelum Clara Dimitrova dilemparkan oleh makhluk serupa bunglon raksasa itu, Ardha Candra yang menyadari bahwa semua ini adalah kenyataan dan membuatnya kembali mengingat ucapan makhluk bersayap putih yang mengaku sebagai Malaikat Jibril itu.
Dan pada seketika itu juga ia langsung membayangkan bentuk dari Divine Sword seraya menyeru nama pedang tersebut di dalam hatinya.
Pria muda yang berpakaian ala atlit bola basket yang memegangi Ardha Candra sedikit lengah. Perhatiannya tertuju pada sang rekan yang mendekati Clara Dimitrova sehingga ia tidak menyadari bahwa Divine Sword muncul di dalam genggaman tangan kanan orang yang ia pegang.
Begitupula dengan Eredyth, karena menganggap Ardha Candra tak lebih sebagai seorang yang lemah, ia telah berlaku abai.
Begitu Clara Dimitrova dilemparkan makhluk jejadian itu, Ardha Candra mengambil kesempatan dengan berputar cepat dan menebaskan pedang hitam di tangannya.
Crash!
Pria muda itu melolong setinggi langit ketika menyadari tangan kirinya buntung ditebas pedang di tangan Ardha Candra.
Hal ini pun membuat Eredyth dan makhluk serupa bunglon terkesiap.
Momen yang hanya sesaat itu dimanfaatkan Ardha Candra untuk mendekati Clara Dimitrova dengan cepat. Lalu menyeret sang detektif ke arah dapur.
"Bangun! Cepat!"
"Kau—" Namun Clara Dimitrova sadar akan situasi, ia tidak mungkin mengabaikan keberadaan tiga sosok di sana.
Clara masih merasa beruntung sebab tidak merasakan adanya luka di tubuhnya kecuali rasa remuk akibat membentur dinding itu. Dan juga, ia bersyukur senjata apinya tidak terlepas dari genggaman tangannya.
Segera keduanya bersiaga di dapur menghadap ruang tengah, pada ketiga sosok di sana.
"Pedang macam apa yang kau pegang itu?!" ujar Clara setengah berbisik dengan pandangan tetap mengawasi ketiga sosok di ruang tengah.
Pria muda yang tangannya buntung masih meraung-raung kesakitan, lalu dengan sekejap sosok itu pun berubah. Kini wujudnya menjadi seperti seekor kadal dengan tangan kiri yang buntung.
TO BE CONTINUED ...