"Be—benarkah?" bola mata Ardha Candra membelalak lebar. "Si—siapa gadis kecil itu sebenarnya?"
"Kau tahu," kata sang malaikat, "tidak semua hal di dunia ini bisa kau ketahui dan harus kau ketahui. Jadi, lupakan saja."
"J—jika itu yang Anda kehendaki," sang pria kembali menunduk.
"Sekarang," kata sang Malaikat Kematian, ia mengacungkan Divine Sword. "Aku harus memberikan pedang ini kembali padamu."
"A—apakah aku masih pantas?"
"Pantas atau tidak," kata sang malaikat, "kau sendiri yang menentukan."
"M—maksud Anda?"
"Kenapa kau menghentikan langkahku tadi, hemm?"
Ardha Candra melirik ke arah pintu kamar tidur utama di mana Clara Dimitrova sedang tertidur lelap, atau pula memang terhenti seperti jarum jam yang ada di dinding itu, seperti televisi itu. Ia menelan ludah.
"A—aku, aku pikir Anda hendak mencabut ny—nyawa kekasihku."
"Kalau memang itu yang harusnya terjadi, kau bisa apa?"