"Aku heran kenapa Pak Surya masih melajang?" ujra Ardha Candra yang mengemudikan mobil sembari mengikuti mobil yang ada di depan, mobil Surya Admaja. "Ini, agak aneh saja bagiku."
"Jangankan kau Ardha, aku sendiri juga tidak mempercayai hal ini," kata Clara Dimitorva yang duduk di bangku belakang secara menyamping agar luka di paha kirinya itu tidak terganggu. "Selama ini kupikir Pak Surya—yaa, setidaknya memiliki satu dua orang anak, itu sebabnya aku sangat senang dia menganggapku seperti putrinya."
"Kau tahu, tidak saja rekan-rekanmu mengintimidasiku, Pak Surya juga mengancamku," Ardha Candra mendesah panjang, hal ini membuat Clara tertawa-tawa pelan. "Hidupku memang menyedihkan."
"Menyedihkan?" ulang Clara dengan tatapan menyipit tajam.
Ardha Candra mengendikkan bahu seraya melirik Clara dari kaca sipon dalam itu. "Begitulah," ujarnya. "Berada di bawah tekanan orang lain, apakah ini tidak menyedihkan menurutmu?"