"Eeh…" Ardha Candra seolah baru sadar dengan apa yang ia ucapkan barusan kepada Clara Dimitrova. "Tidak—maksudku, maaf… Sayang."
"Maaf?" ulang Clara dengan kening semakin berkerut.
Dan ya, si wanita yang masih berada di dekat Ardha Candra itu semakin tidak memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi pada pria yang baru saja menyelamatkan kehormatannya itu.
Situasi macam apa ini?
"Maaf," kata Ardha Candra, lagi.
"Hei!" sahut si wanita. "Bukankah kau bilang akan menghubungi polisi?"
"Aah, benar," Ardha Candra menggaruk kepala yang tidak gatal sementara si perampok itu masih saja mengerang-ngerang, dan ada untaian darah yang keluar dari penutup wajahnya itu, tepat di bagian hidung dan mulutnya.
"Siapa itu?" tanya Clara pada Ardha Candra. "Aku mendengar suara perempuan, Ardha. Jangan bilang tidak!"
"I—iya, iya," ujar Ardha Candra. "Aduh, maafkan aku, Sayang. Pikiranku sedang kacau."
"Apa yang kau katakan itu, Ardha? Kau membuatku jengkel, kau tahu itu?!"
"Iya, iya, maaf."