Pagi-pagi sekali Jack bangun lebih dulu ketika sinar matahari menyelusup di antara tirai kamarnya menembus kaca dan menyinari wajah tampannya. Ia langsung melirik wajah gadis di sampingnya yang meringkuk karena dinginnya udara kamar, walau ia sudah di selimuti kain tebal.
Jack menelpon ke lantai satu rumah nya yang langsung di angkat oleh nyonya Emily. Dengan suara pelan. "Tolong bawakan sarapan untuk dua orang!" pinta Jack kemudian mematikan ponselnya.
Nyonya Emily dibantu satu pelayan untuk menaikan sarapan itu. Ia mengetuk dengan pelan kemudian masuk ke sana. "Sut!" Jack menaruh telunjuknya di depan bibir, menyuruh nyonya Emily untuk tidak berisik.
Pelayan yang menemaninya masuk sampai kaget, melihat Karina masih tidur dengan pulas nya di samping Tuan Jack.
Nyonya Emily menaikan kedua alisnya, ia hanya menaruh nampan berisi makanan itu kemudian kembali turun bersama pelayan itu.
Karina bangun dan menggeliat. Sembari meregangkan tubuhnya ia membuka mata dan menatap langit-langit. Kemudian ia melirik ke sebelah nya. "Tuan, sudah bangun?" Karina kaget dan langsung turun dari ranjang itu.
"Cuci muka, ayo kita sarapan!"
Hanya itu ucapan Jack yang terdengar. Karina menurut begitu saja.
Jack ingin sekali duduk di kursi meja makan. Ia di bantu Karina dengan susah payah. Mereka makan bersama untuk kesekian kalinya.
Tatapan Jack fokus pada rintik hujan yang mulai jatuh membasahi kaca kamarnya, "Ah hujan, padahal aku mau belajar berjalan hari ini!" lirihnya.
Karina hanya menatap sembari mendengarkan. Sampai mereka selesai makan, Karina tetap diam! Kemudian menyeka wajah dan tubuh Jack, sembari menyuruhnya menggosok gigi.
"Tuan?" tanya Karina.
"Kenapa?"
"Mau belajar jalan?"
"Diluar hujan," jawab Jack sembari menatap ke jendela.
"Disini saja!"
Jack mengalihkan pandangannya ke arah Karina. "Hah? di kamar?"
Karina mengangguk. Tanpa aba-aba ia menghampiri Jack dan meletakan tangannya di antara badan Jack kemudian membantu nya berdiri.
Karina memberikan tongkat untuk Jack. Hanya satu kaki saja yang di topang yaitu kaki kirinya. Sedangkan bagian tubuh kanan nya, Karina yang menopangnya.
Jack juga menjadi penurut sekali, kamar Jack yang luas menjadi arena dia belajar berjalan.
"Pelan-pelan saja," lirih Karina.
Jack tampak meringis karena rasa sakit di kakinya. "Apakah sakit sekali?" tanya Karina.
Jack mengangguk. "Masih nyeri." jawabnya singkat.
Mereka terus berjalan dan memutar sekitar setengah jam. Karina tidak banyak bicara. Namun ia melihat wajah Jack tampak tidak bersemangat. "Mau dengarkan lagu?" tawar Karina.
"Lagu?"
"Ya, ayo kita dengarkan lagu."
Karina meninggalkan Jack sebentar kemudian kembali ke kamar itu. Ia membawa sebuah MP3 kemudian memberikan satu earphone di telinga Jack. "Ini hadiah dari Kakak ku saat dia gajian pertama di perusahaan mu, dia bilang ini untuk mengobati rinduku padanya! Atau bisa untuk semangat juga agar kita tidak menyerah dalam hidup." Karina mengatakan itu dengan menyunggingkan senyumnya memperlihatkan sederet gigi rapih gadis itu.
Jack menatap nya dengan seksama. Menerima perlakuan Karina padanya. Kemudian satu lagu di putar, dan senyuman Karina menjadi lebih soft, mereka kembali berjalan dengan pelan. Jack juga lebih santai sembari menikmati lagi yang baru kali pertama di dengarnya itu.
Satu hari, dua hari, kini satu Minggu berlalu. Jack sudah melepas tongkatnya. Karina menjadi penopang satu-satunya tubuh dia.
Namun baru saja ia belajar melangkahkan kakinya. Jack hampir terpeleset dan memeluk Karina didepannya. Karina yang sontak kaget. "Tuan, apa kau baik-baik saja?" gadis itu menyentuh punggung Jack.
Jack mengangkat wajahnya. menatap Karina yang menengadah. Tanpa sempat Karina berbicara lagi, ia melesatkan sebuah ciuman di bibir gadis itu. Sebuah kecupan lembut, Karina membelalakkan matanya kaget.
Namun Jack tak berhenti, ia begitu menikmati walau tidak ada balasan dari Karina yang kini mematung begitu saja.
"Ah, maaf!" ucap Jack begitu sadar telah melakukan itu.
"Em, ah! Tuan apa kamu lapar?" Karina salah tingkah dan kebingungan.
"Tidak!"
"Kalau begitu istirahat lah, saya akan mengambil obat untuk Tuan."
Jack hanya diam melihat Karina pergi dari kamarnya.
Keesokan paginya. Jack sudah rapih dengan jas yang ia kenakan. "Tuan, apa mau kemana?" tanya Karina.
"Aku ada meeting penting hari ini di perusahaan. Jadi aku harus datang,"
"Tapi bukankah Tuan belum sembuh total, bagaimana jika terjadi sesuatu."
Jack menatap kaca, melihat pada bayangan Karina di cermin itu. "Ikut denganku ke kantor."
"Hah?" Karina kaget.
"Panggil Nyonya Emily!"
Hitungan menit saja, nyonya Emily sudah berada di kamar Jack. "Nyonya, aku akan membawa Karina ke kantor. Tolong dandani dia dengan baju yang cocok." ucap Jack.
Dengan satu kali anggukan. Nyonya Emily mengajak Karina berganti pakaian.
Walau setengah ragu, Karina merasa tidak perlu berlebihan hanya untuk menemani Tuan muda itu ke kantor. Namun, bahkan nyonya Emily mengeluarkan puluhan pakaian dari lemari.
Ada tiga pelayan yang membantu Karina. Ada yang memilih sepatu, make up, juga merubah tatanan rambutnya.
Ketika Jack sedang menunggu di ruang tamu. Karina turun dari lantai dua, membuat Jack terpaku dengan kecantikan gadis itu.
Dress yang digunakan Karina berwarna putih tulang, selutut tanpa lengan juga di sempurnakan dengan sepatu yang senada. Rambutnya yang di ikat sedikit membuat rahang nya terlihat sempurna.
"Tuan, apakah ini tidak berlebihan?" tanya Karina.
"Mengapa?"
"Aku hanya menjaga anda, tapi pakaian nya seperti mau berangkat pesta."
Jack tertawa mendengar itu. "Tidak masalah, ini cantik luar biasa."
Mendengar Jack memujinya membuat Karina dan pelayan yang ada di sana mengulum senyum, membuat Jack malu karena keceplosan.
"Aku akan duduk di depan!" ucap Karina setelah Jack masuk di kursi belakang.
Ia memilih duduk di sebelah Han.
Diperjalanan, Karina ingin sekali menegur Han yang selalu bersikap dingin itu. "Tuan Han, apakah anda punya pacar?" tanya Karina tiba-tiba.
Membuat Han hampir keselek Saliva nya sendiri. "Apa yang kamu tanyakan?" jawab Han, ia pura-pura membetulkan dasinya sembari memegang stir mobil.
"Aku bertanya, bukankah laki-laki tampan selalu punya pacar!"
"Aku tidak punya." jawab Han.
"Benarkah, aku senang mendengarnya."
Mendengar jawaban Karina Han dan Jack langsung melirik gadis itu, yang malah tidak merasa berdosa karena menjawab dengan arti ganda, membuat Han dan Jack berpikir secara tidak langsung.
"Jika Han tidak punya pacar, dia juga tidak ingin kamu menjadi pacarnya." lirih Jack.
"Siapa yang tahu, kami belum mencoba." Karina lagi-lagi menjawab tanpa beban.
Jack merasa kesal sekali dengan jawaban Karina.
Mereka berdiam diri, sampai di depan kantor.
Jack berjalan seperti biasa, Karina dan Han mengikuti dia dari belakang.
Resepsionis yang berjaga menatap ke arah Karina. "Bukankah dia perempuan waktu itu?" tanya nya pada rekan kerjanya.
"Ah, gadis yang mencari kakaknya itu?" jawab temannya.
Semua karyawan memberikan hormat dengan sedikit membungkukkan tubuhnya ketika Jack melewati mereka.