Mata Hindun yang terpejam menandakan kini dia sudah menyusul sang suami. Pecahnya tangis Dinda membuat keluarga yang berkumpul di ruang tengah sebagian berlari ke kamar Hindun.
"Kenapa?" koor paman dan bibi Dinda yang masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya.
"Inalillahi wa innailaihi rojiun," seru mereka hampir bersamaan saat melihat Hindun yang terbaring dengan mata tertutup.
"Mbak Hindun begitu mencintai Mas Dul, hingga cintanya membuat dia menyusul bapakmu, Din. Sabar sayang," bisik salah satu bibi Dinda di telinganya.
Sabar, Ikhlas. Bahkan kedua kata itu tak mampu menghentikan raungan tangis Dinda. Anak keduanya, bahkan sama sekali tak bertemu dengan sang nenek dan kakek yang begitu menantikan kelahirannya.
"Ibu ....," raung Dinda dengan suara yang begitu menyayat hati siapapun yang mendengarnya.
Dinda kembali tak sadarkan diri. Nyatanya ikhas tak semudah dipraktikan. Dua orang yang begitu berharga dalam hidupnya pergi hampir bersamaan.