Masriah menuntun Mutim keluar dari kamar, mata Alif tak berkedip memandang gadis yang sudah membuat malam-malam mencekam membayangkan dirinya harus merelakan Mutim menikah dengan pria lain. Beruntung semua tidak menjadi nyata karena kenyataan yang sebenarnya adalah sekarang. Sekarang dia yang akan melamar gadis yang sudah setahun ini mendiami sebuah ruang di hatinya, memintanya untuk menjadi bagian dari hidupnya, menyempurnakan agama untuk beribadah bersama sebagai pasangan suami istri.
"Cantiknya, Alif sampai nggak berkedip," ledek Bu Nyai yang berdiri menyambut Mutim dan mengajaknya duduk di sisi beliau.
"Mutim, tadi Mama sudah menyampaikan maksud kedatangan kami ke walimu, ingin melamar kamu untuk Alif," kata Bu Nyai sambil menggenggam tangan Mutim yang terasa begitu dingin.
"Mutim bersedia menerima lamaran kami atau sangat bersedia, Nak?" tanya Bu Nyai yang membuat seisi ruangan tersenyum mendengar kalimat tanya yang dipilih Bu Nyai.
