"Kok tahu sih, Mas?" selidik Yesa.
Yesi malah menertawakan sang kakak, "Teteh mah teledor, Mas Alam ya nggak mau kecolongan lagi, makanya dia ikut memperhatikan siklus menstruasi istrinya."
"Iya gitu Mas?"
"Sudah ah, itu Yesi sama Ardi ditawarin makan dulu," suruh Alam pada istrinya.
Yesa malah meringis menatap sang suami, "Aku belum masak," celetuknya kontan membuat Yesi kembali tertawa.
"Udah gih, bawa ke bidan saja Mas, gejala anehnya dia sudah terlihat beneran ngidam," pekik Yesi di tengah tawanya.
"Ngakak mulu, nggak lucu tahu," cebik Yesa dengan bibir mengerucut.
"Pulang ya, biar mereka cepat ke bidan," ajak Yesi pada Ardi.
"Yuk, kita balik ya, Mas, Teh." Ardi berdiri dari duduknya. Dia menyalami Yesa dan Alam bergantian diikuti Yesi.
Yesi belum puas juga meledek sang kakak, sejak dia pindah ke rumah Ardi. Intensitas pertemuan mereka memang sangat jarang. Biasanya, waktu sama-sama masih kerja di gudang rongsokan Dulmana, mereka bisa ketemu dan bercanda setiap hari.