"Maaf Nyonya! tolong bisa di lepas kacamata anda, biar anda bisa melihat jelas kalau aku sudah menekan tombol merah." ucap laki-laki itu berdiri tegak menatap penuh wajah Zaskia.
"Kamu!! kamu sangat kurang ajar sekali! apa kamu tidak pernah di ajari untuk bisa menghormati orang yang lebih tua?" ucap Zaskia dengan kemarahan meluap-luap.
"Nyonya!! cukup! jangan..." ucap laki-laki muda itu tidak meneruskan ucapannya saat temannya datang dengan tatapan tajam kepadanya.
"Ayub... cukup jangan di teruskan. Mintalah maaf pada Nyonya ini." ucap Laki-laki tampan bertubuh tinggi dan berkulit putih memakai jubah putih dengan sebuah sorban di lehernya.
"Tapi Ustadz Gibran, Nyonya ini yang menabrakku. Lihat Ustadz semua belanjaan kita berserakan dan banyak yang kotor." ucap Ayub santri kepercayaannya Gibran.
"Sudahlah, aku tahu... Nyonya ini sudah menabrakmu. Tapi kamu tidak terluka kan? sekarang kamu minta maaf karena kesalahan yang kamu perbuat." ucap Gibran dengan tenang.
"Apa kamu juga menuduh aku telah sengaja menabraknya? Aku tahu pasti kalian berdua telah sekongkol ingin menjebakku dengan cara seperti ini! agar aku bisa membayar ganti rugi pada kalian! benarkan apa yang aku katakan?" ucap Zaskia menatap Gibran dan Ayub secara bergantian.
"Dengar Nyonya, anda telah salah paham. Kita tidak meminta ganti rugi sama sekali." ucap Gibran berusaha menekan kesabarannya agar tidak emosi pada wanita.
"Cukup!! aku sudah mengerti maksudmu. Aku akan memberi uang pada kalian untuk biaya ganti rugi! kalau masih kurang kalian datang saja ke kantorku!" ucap Zaskia berjalan ke mobilnya kemudian mengambil uang lima lembar seratus ribuan juga kartu nama suaminya yang kebetulan ada di dalam mobil.
"Anggap masalah ini sudah selesai." ucap Zaskia kembali berdiri di hadapan Gibran dan memberikan uang dan kartu nama suaminya.
"Nyonya! tunggu!" panggil Gibran saat Zaskia kembali berjalan ke mobilnya.
Karena tidak berjalan hati-hati, hampir saja Zaskia terjatuh ke tanah aspal kalau tidak ada Gibran yang sudah ada di dekatnya. Dengan reflek kedua tangan Zaskia memeluk leher Gibran agar tidak terjatuh.
"Nyonya, hati-hati." ucap Gibran sambil memeluk pinggang Zaskia yang hampir saja jatuh ke tanah aspal.
"Lepaskan tanganmu!" ucap Zaskia dengan wajah merah padam dan sedikit panik.
Dan Gibran masih tidak melepaskan tangannya.
"Kamu!! kenapa kamu masih memelukku?" tanya Zaskia dengan tatapan rumit.
"Bagaimana aku bisa melepaskan tanganku, kalau Nyonya memeluk leherku sekuat ini." ucap Gibran berusaha untuk tetap tenang.
Tanpa membalas ucapan Gibran, Zaskia melepas kedua tangannya bersamaan dengan Gibran melepas pelukannya.
Dengan wajah merah padam, Zaskia masuk ke dalam mobilnya. Untung saja sebelumnya Zaskia sudah meminggirkan mobilnya di sebelah kiri sebelum menghampiri Ayub.
Gibran mengetuk kaca Zaskia agar membuka kaca jendelanya.
Perlahan jendela kaca mobil Zaskia terbuka.
"Ada apa lagi? apa uang itu masih kurang? kamu datang saja ke kantor, aku tidak membawa dompet." ucap Zaskia tanpa memberi kesempatan Gibran bicara sudah menjalankan mobilnya meninggalkan Gibran yang berteriak memanggilnya.
"Wanita sombong. Apa dengan uang dia bisa membeli semuanya?" ucap Ayub berdiri di samping Gibran sambil membawa belanjaannya yang sebagian masih bisa di bawa pulang.
"Sudahlah Ayub, kenapa kamu tidak bisa bersabar menghadapi seorang wanita?" ucap Gibran sambil memandangi uang dan kartu nama yang ada di tangannya.
"Bagaimana aku bisa bersabar pada wanita yang sombong dan pemarah seperti dia Ustadz? sudah tahu salah masih saja marah-marah." ucap Ayub sambil melirik yang ada di tangan Gibran.
"Ustadz sebaiknya kita belanja lagi dengan uang itu. Oleh-oleh yang kita beli ada yang hancur." ucap Ayub memberi pendapat pada Gibran.
"Tidak Ayub, ini uang Nyonya itu. Aku akan mengembalikannya. Untuk oleh-oleh Ustadz Yusuf dan Ustadz Ridwan, cukup yang ada sekarang saja." ucap Gibran yang berniat pergi ke Pondok Pesantren Al Ikhlas untuk Pertemuan rutin hari Jumat.
"Baiklah Ustadz." ucap Ayub mengiyakan ucapan Gibran.
"Ayo kita kembali, pasti Ustadz Fajar sudah menunggu kita." ucap Gibran sambil berjalan ke tempat motornya berada.
Dengan naik motor Gibran dan Ayub kembali ke pondok pesantren untuk bersiap-siap pergi ke kota M.
Tiba di Pondok Pesantren, Gibran tidak menemukan keberadaan Fajar di kamarnya.
"Kenapa Ustadz Fajar belum kembali? apa ada masalah dengan gadis itu?" tanya Gibran dalam hati mengingat ucapan Fajar kalau akan menjemput Alief putrinya Tuan Azhari orang kaya di kota M.
"Assalamualaikum Ustadz." sapa Ustadz Fajar baru saja datang sambil memegangi lengannya.
"Waalaikumsallam. kenapa dengan lenganmu Ustadz?" tanya Gibran dengan kening mengkerut saat melihat lengan Fajar ada luka cakar dan gigitan seseorang.
"Gadis yang bernama Alief itu mengamuk di mobil, mencakar dan menggigitku. Dia tidak mau datang ke sini, sedangkan orang tuanya memaksaku untuk menjemputnya. Lalu aku harus bagaimana selain hanya bisa membujuk gadis kecil itu." ucap Fajar sambil mengusap pelan bekas gigitan Alief.
Gibran tertawa pelan sambil mengusap bahu Fajar. Fajar Ramadhan adalah Ustadz termuda di antara mereka berempat.
Ustadz Yusuf, Ustadz Ridwan, Ustadz Fajar dan Ustadz Gibran adalah sahabat dekat. Sudah hampir lima tahun persahabatan mereka terjalin. Dari kelebihan dan kekurangan masing-masing mereka saling melengkapi. Bahkan mereka berempat berencana akan tinggal bersama dan mendirikan Pondok Pesantren baru khusus untuk para remaja yang hidup di jalanan dengan menjadikan mereka remaja yang berpotensi dan berakhlak baik.
"Ustadz, Ustadz mendengarku kan?" ucap Fajar dengan tatapan rumit ingin mendapat saran dari Gibran yang punya masa lalu paling jago melemahkan hati banyak wanita.
"Tenang saja Ustadz, Ustadz harus tenang menghadapi kemarahan seorang wanita. Terutama gadis remaja seperti Alief. Membutuhkan kesabaran dan perhatian yang besar untuk menjadikan Alief gadis yang baik dan solehah." ucap Gibran dengan tersenyum.
"Ustadz tahu sendiri, selama ini aku hanya fokus mendidik santri laki-laki. Dan khusus Alief, aku tidak bisa menolak permintaan Om Azhari." ucap Fajar dengan perasaan kacau.
"Apa karena Om Azhari sahabat Abi Sidiq?" tanya Gibran dengan tatapan penuh.
Fajar menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Di mana Alief sekarang?" tanya Gibran berusaha membantu Fajar salah satu sahabatnya yang tidak pandai mengungkapkan semua isi hatinya selain menuangkannya dalam puisi-puisi indahnya.
"Saat ini Alief bersama Ustadzah Fitria. Aku tidak bisa berlama-lama dekat dengan Alief kalau masih ingin selamat." ucap Fajar menunjukkan cakaran dan gigitan Alief.
Kembali Gibran tertawa pelan, Saat Fajar menunjukkan kancing kemejanya yang lepas. Ada cakaran juga di dada Fajar.
"Benar-benar gadis itu seekor singa betina Ustadz." ucap Fajar sambil menahan perih saat Gibran menyentuh lukanya.
"Kalau begitu Ustadz harus pintar-pintar menyelamatkan diri dari amukan singa betina itu." ucap Gibran dengan tersenyum.